Mohon tunggu...
Haikal Kurniawan
Haikal Kurniawan Mohon Tunggu... Penulis

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Bendera One Piece dan Kebebasan Berekspresi

8 Agustus 2025   17:33 Diperbarui: 8 Agustus 2025   17:33 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: https://pixabay.com/illustrations/onepiece-monkey-d-luffy-straw-hat-5090120/

Beberapa waktu lalu, viral di media sosial di Indonesia berbagai warga yang mengibarkan bendera bajak laut dari kartun Jepang, One Piece. Bendera hitam dengan logo tengkorak tersebut dikibarkan di berbagai tempat, mulai dari rumah, kendaraan pribadi, dan tempat-tempat lainnya.

One Piece sendiri merupakan salah satu kartun manga Jepang yang paling populer di Indonesia. Serial manga karya Eiichiro Oda tersebut menceritakan mengenai sekelompok bajak laut yang tinggal di sebuah planet yang dikuasai oleh pemerintahan dunia, yang mengarungi samudera untuk mencari harta karun bernama "One Piece" untuk menjadi raja bajak laut. Serial ini kerap diinterpretasikan sebagai salah satu simbol perlawanan terhadap pemerintah yang otoriter dan melakukan penyalahgunaan kekuasaan.

Menarik untuk dilihat waktu dari viralnya kejadian tersebut, yang mendekati dengan momen hari kemerdekaan Indonesia ke 80, pada tanggal 17 Agustus 2025. Sontak saja, fenomena ini mendapatkan perhatian besar dari berbagai lapisan masyarakat, mulai dari gerakan sipil hingga para pejabat tinggi di pemerintahan.

Di satu sisi, ada yang memiliki pandangan bahwa fenomena banyaknya pengibaran bendera One Piece ini sebagai bentuk ekspresi kekecewaan sebagian masyarakat terhadap pemerintah. Kekecewaan tersebut disebabkan dari berbagai faktor, mulai dari menurunnya daya beli masyarakat, kebijakan keliru yang tidak tepat sasaran dan dianggap memberatkan warga, dan lain sebagainya.

Namun, ada juga sebagian pihak yang melihat fenomena tersebut dari sisi yang berbeda. Bagi sebagian pihak lain, fenomena banyak berkibarnya bendera One Piece ini merupakan sikap melawan negara hingga bentuk pernyataan makar. Tidak tanggung-tanggung, menteri Hak Asasi Manusia (HAM) misalnya, menyatakan bahwa pemerintah memiliki wewenang untuk melarang pengibaran bendera One Piece karena dianggap melanggar hukum sekaligus bentuk makar (cnnindonesia.com, 3/8/2025).

Menteri HAM menyatakan bahwa pelarangan tersebut merupakan bentuk menjaga simbol-simbol nasional yang menjadi wujud penghormatan terhadap negara. Tidak hanya itu, Menteri HAM juga menyatakan bahwa pelarangan tersebut sejalan dengan aturan internasional di mana setiap negara memiliki hak unguk mengambil sikap atas isu-isu yang menyangkut stabilitas dan integritas nasional (cnnindonesia.com, 3/8/2025).

Hal yang serupa juga disampaikan oleh menteri koordinator bidang politik dan hukum (Menko Polkam) yang menyatakan bahwa ekspresi masyarakat seharusnya tidak melanggar aturan negara. Terkait dengan hal ini, ia menegaskan bahwa akan ada ancaman pidana terhadap warga yang masih melakukan pengibaran bendera One Piece, terlebih lagi jika ada agenda provokasi (edisi.co.id, 5/8/2025).

Pernyataan yang diucapkan oleh pejabat pemerintah tersebut tentu memiliki dampak yang nyata di masyarakat. Para penjual bendera misalnya, menyatakan bahwa mereka takut untuk menjual bendera manga Jepang tersebut, meskipun pembelinya meningkat pesat. Memenuhi permintaan bendera One Piece dari masyarakat dianggap sangat berisiko (kompas.com, 5/8/2025).

Meskipun demikian, pada kenyatannya, tidak ada aturan hukum di Indonesia yang melarang pengibaran bendera One Piece, atau pun bendera lainnya, selama bukan lambang bendera kelompok-kelompok yang dilarang seperti pemberontak dan lain-lain. Dosen hukum tata negara Universitas Mulawarman misalnya, menyatakan bahwa tidak ada undang-undang yang melarang warga mengibarkan bendera bajak laut One Piece. Selain itu, juga tidak pernah ada putusan pengadilan yang melarang pengibaran bendera tersebut (tempo.co, 4/8/2025).

Selain itu, pengibaran bendera One Piece juga merupakan salah satu bentuk hak kebebasan berekspresi dan berkumpul yang dijamin oleh konstitusi. Dalam Pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, dijamin hak kebebasan berkumpul dan menyatakan pendapat, dan pengibaran bendera sebagai benguk kritis tentu merupakan ekspresi simbolik yang dilindungi oleh konstitusi (tempo.co, 4/8/2025).

Tetapi meskipun demikian, sayangnya masih banyak kejadian pelanggaran atas hak kebebasan tersebut. Di Magetan, Jawa Timur, misalnya, terjadi peristiwa di mana aparat keamanan Satpol PP memaksa seorang warga untuk menurunkan bendera One Piece yang dipasang di rumahnya (beritajatim.com, 6/8/2025).

Hal yang serupa juga terjadi di Tuban, Jawa Timur, di mana ada warga yang didatangi oleh berbagai aparat karena memasang bendera serial manga One Piece. Setelah mengunggah foto bendera yang dipasang di rumahnya tersebut di media sosial, ia didatangi berbagai aparat, mulai dari polisi hingag tantara, dan diminta untuk menurunkan bendera yang dipasangnya (amnesty.id, 4/8/2025).

Adanya berbagai upaya untuk mengintimidasi masyarakat yang meluapkan ekspresi kekecewaan dan protesnya secara simbolik melalui pengibaran bendera serial manga asal Jepang tersebut oleh aparat tentu merupakan wujud nyata dari pelanggaran kebebasan bereskpresi dan berpendapat, yang dilindungi oleh Undang-Undang Dasar.

Setelah terjadinya beberapa peristiwa tersebut, Presiden akhirnya menyampaikan pandangannya. Melalui juru bicara istana, disampaikan bahwa bendera One Piece sebagai bentuk ekspresi tidak apa-apa, asalkan tidak dipertentangkan dengan bendera negara, bendera Merah Putih (bisnis.com, 6/8/2025).

Sikap dan pernyataan yang ditunjukkan oleh Presiden ini tentunya patut mendapatkan apresiasi, dan harus menjadi rujukan jangan sampai ada kejadian razia sepihak serta intimidasi yang dilakukan oleh aparat terhadap warga yang mengutarakan ekspresi simboliknya. Sudah seharusnya, pemerintah menanggapi berbagai ekspresi protes dan kritis dari warga secara baik dan mengakomodir kritik tersebut, dan bukan justru membungkam masyarakat yang menyampaikannya.

Sebagai penutup, Indonesia sejak tahun 1998 sudah berkomitmen menjadi negara demokrasi yang menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) dan melindungi kebebasan dasar warga negara, setelah selama 30 tahun lebih dikuasai oleh rezim otoriter. Kita harus mampu menjaga nilai-nilai demokrasi dan kebebasan warga tersebut, dan jangan sampai kita jatuh ke lubang yang sama seperti di masa lalu.

Referensi

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20250803174257-32-1258221/menteri-ham-pemerintah-bisa-larang-pengibaran-bendera-one-piece

https://www.edisi.co.id/nasional/9715673165/menko-polhukam-tegaskan-adan-sanksi-untuk-warga-yang-masih-nekat-kibarkan-bendera-one-piece

https://surabaya.kompas.com/read/2025/08/05/182635578/penjual-bendera-di-surabaya-takut-jual-bendera-one-piece

https://www.tempo.co/politik/bolehkah-warga-indonesia-mengibarkan-bendera-one-piece--2054674#goog_rewarded

https://www.amnesty.id/kabar-terbaru/siaran-pers/hentikan-razia-dan-intimidasi-warga-pengibar-bendera-one-piece/08/2025/

https://kabar24.bisnis.com/read/20250806/15/1899798/sikap-lembut-prabowo-respons-pengibaran-bendera-one-piece-jelang-hut-ke-80-ri

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun