Mohon tunggu...
Haikal Kurniawan
Haikal Kurniawan Mohon Tunggu... Penulis

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Cukai Tembakau Semakin Menyulitkan Masyarakat Kecil

15 Juni 2020   18:12 Diperbarui: 15 Juni 2020   18:07 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Produk-produk tembakau seperti rokok memang saat ini menjadi salah satu musuk utama bagi kesehatan publik di seluruh dunia. Rokok merupakan penyebab tertinggi dari penyakit kanker, terutama kanker paru-paru, dan berbagai penyakit kronis lainnya, seperti serangan jantung dan stroke.

Untuk itu, berbagai negara di dunia berupaya untuk menghilangkan insentif merokok bagi warganya melalui berbagai kebijakan yang bervariasi, mulai dari larangan merokok di berbagai tempat, seperti rumah makan dan transportasi umum, kebijakan kemasan polos, hingga penetapan cukai atau pajak bagi produk tembakau yang tinggi. Kebijakan cukai atau pajak tembakau merupakan salah satu kebijakan pengendalian penggunaan tembakau yang paling umum, dan diberlakukan di berbagai negara, termasuk Indonesia.

Cukai rokok di Indonesia sendiri bervariasi, mulai dari 425 rupiah per batang, sampai dengan 790 rupiah per batang.[1] Melalui kebijakan cukai ini, diharapkan konsumsi rokok di Indonesia dapat dikendalikan, dan jumlah perokok di tanah air akan dapat berkurang, mengingat rokok mengandung zat berbahaya yang dapat menimbulkan berbagai penyakit.

Angka 425 -- 790 rupiah per batang mungkin terlihat kecil. Hal tersebut bisa dimengerti. Saat ini, hanya sedikit sekali barang yang bisa kita dapatkan dengan uang 700 rupiah, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta. Bahkan, untuk membeli air mineral botol kecil saja, setidaknya kita membutuhkan uang 2.500 rupiah. 

Akan tetapi, coba kita hitung biaya cukai yang harus dibayarkan oleh masyarakat Indonesia kepada negara ketika membeli sebungkus rokok. Sebungkus rokok rata-rata berisi 20 batang rokok. Bila biaya cukai yang dikenakan 500 rupiah per batang saja, berarti seseorang harus membayarkan 10.000 rupiah biaya cukai kepada negara ketika ia membeli sebungkus rokok.

Bila seseorang mengkonsumsi 2 bungkus rokok dalam 1 hari, berarti ia sudah mengeluarkan 20.000 rupiah dari penghasilannya untuk membayar biaya cukai. Berarti, dalam 1 bulan, ia sudah mengeluarkan 600.000 rupiah hanya untuk membayar biaya cukai rokok kepada negara. Bila dihitung per tahun, angka tersebut bernilai 7.200.000 rupiah.

Pada tahun 2016 misalnya, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), dengan menggunakan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) memaparkan bahwa 70% konsumen rokok di Indonesia berasal dari rumah tangga miskin.[2] Angka 7.200.000 rupiah tentu bukanlah nilai yang sedikit, apalagi untuk rumah tangga yang berpenghasilan rendah di Indonesia.

Lantas, berapa penghasilan rumah tangga miskin di Indonesia? Beradasarkan ketentuan dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2019, bila sebuah rumah tangga memiliki penghasilan di bawah 1,9 juta rupiah per bulan, atau sekitar 22,8 juta rupiah per tahun, maka rumah tangga tersebut tergolong rumah tangga miskin.[3] 

Anda tidak membutuhkan rumus-rumus hingga persamaan yang rumit untuk menemukan berapa rata-rata persentase penghasilan rumah tangga miskin yang perokok untuk membayar biaya cukai rokok yang mereka konsumsi.

Bila dalan satu rumah tangga mengkonsumsi 2 bungkus rokok dalam 1 hari, maka 31% dari pendapatan mereka per tahun digunakan untuk membayar cukai rokok kepada negara. Dan itu baru biaya cukai-nya saja, dan belum termasuk harga asli dari rokok tersebut. 

31% dari penghasilan tentu bukan angka yang sedikit, apalagi bagi rumah tangga yang miskin di Indonesia. Angka tersebut merupakan nominal yang sangat tinggi, dan seharusnya bisa dialokasikan untuk hal lain yang lebih bermanfaat, seperti makanan yang bergizi atau ditabung untuk mempersiapkan kebutuhan yang mendesak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun