TANTANGAN DAN PELUANG INDONESIA DALAM WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF
M. Haikal Khalil Gibran B1A124040
Universitas Jambi
PENDAHULUAN
Membentang di antara dua samudra dan dua benua, Indonesia secara geografis berada dalam posisi yang sangat strategis sebagai negara kepulauan yang menghubungkan kawasan Asia serta Pasifik. Dengan jumlah pulau yang melampaui 17.000, Indonesia tercatat sebagai negara dengan gugusan pulau terbanyak di dunia, menjadikannya entitas maritim yang unik dalam lanskap geopolitik serta hukum laut internasional. Garis pantainya membentang sepanjang 81.000 km, menjadikannya yang terpanjang kedua setelah Kanada. Sekitar 70% wilayah nasional terdiri atas lautan, meliputi zona ekonomi eksklusif dan perairan antar pulau. Posisi strategis ini menjadikan Indonesia sebagai titik simpul penting dalam jalur pelayaran dan perdagangan global. Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seharusnya dikelola dengan menempatkan kedaulatan negara sebagai prioritas utama, demi mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat dan kemakmuran nasional. Meski secara prinsip mencakup unsur pertahanan, pengelolaan sumber daya laut, dan pengakuan dari komunitas internasional, cakupan elemen-elemen tersebut masih belum optimal. Dalam praktiknya, pengaturan batas maritim Indonesia di wilayah ZEE terus menghadapi tantangan yang kompleks.
PEMBAHASAN
Indonesia terus menghadapi tantangan di bidang keamanan maritim. Pengelolaan dan pengamanan akses maritim Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Kelautan. Namun, dalam praktiknya, terdapat permasalahan teknis yang memerlukan perhatian lebih. Dari ujung barat Sabang hingga timur Merauke, Indonesia terbentang sebagai gugusan kepulauan yang membentuk salah satu wilayah maritim terluas di dunia, membutuhkan perhatian yang cukup besar, terutama di bidang keamanan. Wilayah laut Indonesia menghadapi berbagai tantangan keamanan, termasuk terorisme, perdagangan narkotika, pembajakan bersenjata, penyelundupan senjata dan manusia, serta eksploitasi perempuan dan anak. Di antara isu-isu tersebut, illegal fishing oleh ribuan kapal asing menjadi ancaman ekonomi yang signifikan. Potensi ekonomi sektor perikanan laut Indonesia sesungguhnya sangat besar, dengan estimasi mencapai Rp 365 triliun per tahun apabila praktik penangkapan ikan ilegal dapat dieliminasi, sebagaimana tercantum dalam laporan Badan Pemeriksa Keuangan. Namun kenyataannya, menurut perhitungan Kementerian Kelautan serta Perikanan, aktivitas illegal fishing yang masih marak menyebabkan pendapatan riil dari sektor tersebut hanya berkisar Rp 65 triliun per tahun, sehingga negara mengalami kerugian yang signifikan akibat eksploitasi sumber daya laut yang tidak sah. Dengan demikian, Indonesia mengalami kerugian ekonomi yang sangat besar setiap tahunnya (Bakosurtanal, 2015).
Penangkapan ikan ilegal lazim terjadi di perairan Indonesia dan tidak diragukan lagi menimbulkan tantangan besar. Aktivitas penangkapan ikan lintas batas ini telah diklasifikasikan sebagai kejahatan transnasional oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. Selain dampak negatif terhadap perekonomian, penangkapan ikan ilegal juga merugikan hubungan politik bilateral antara Indonesia dan negara-negara yang melakukan aktivitas ilegal di perairan Indonesia.
Di persimpangan antara Samudra Hindia dan Pasifik, Indonesia berdiri sebagai negara kepulauan yang memainkan peran penting dalam konektivitas maritim lintas kawasan, memainkan peran penting dalam arsitektur keamanan Asia-Pasifik. Namun, posisi ini juga membuatnya rentan terhadap ancaman lintas sektor. Meningkatnya klaim teritorial oleh sejumlah negara telah memperkuat kehadiran militer di kawasan, menandakan eskalasi risiko yang perlu diantisipasi secara komprehensif.
Mengingat penemuan drone di perairan Indonesia, keamanan maritim dianggap belum memadai karena keberadaan drone asing yang terus berlanjut. Penegakan hukum masih lemah karena kurangnya pedoman. Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Luar Negeri, harus mengambil tindakan tegas dan mengajukan protes diplomatik kepada negara pemilik drone tersebut.
Terkait pembangunan berkelanjutan, kerja sama regional juga dapat berkontribusi pada pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan, misalnya dalam upaya penanggulangan perubahan iklim dan ketahanan pangan. Namun, bagi Indonesia yang menghadapi tantangan ketahanan pangan dan keberlanjutan lingkungan, pengenalan teknologi maupun inovasi di sektor pertanian serta energi terbarukan menjadi mungkin berkat adanya kerja sama yang mendorong transfer pengetahuan serta pembaruan sistem. Pada kasus ini, kolaborasi dengan negara-negara ASEAN lain yang menerapkan kebijakan pembangunan berkelanjutan serupa akan semakin bermanfaat.
Era multipolar memberikan peluang bagi Indonesia untuk memperkuat posisinya melalui diplomasi multilateral, terutama melalui ASEAN dan forum global seperti G20. Susanti dan Pratama (2023) berpendapat bahwa posisi strategis Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar memungkinkannya untuk memimpin inisiatif regional seperti negosiasi Kode Etik Laut Cina Selatan. Keberhasilan diplomasi ini dapat memperkuat kredibilitas Indonesia sebagai perantara perdamaian dan mengurangi ketegangan regional.
Penyediaan pendidikan yang lebih berkualitas di wilayah perbatasan menjadi peluang penting, mengingat heterogenitas latar belakang pendidikan masyarakatnya. Di sisi lain, penggunaan mata uang asing dalam transaksi perdagangan turut meningkatkan nilai ekonomi barang-barang yang dijual di kawasan tersebut.
Bab V dalam Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut tahun 1982 mengatur secara khusus mengenai Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) (Pasal 55–75), menetapkan sejumlah kewajiban bagi negara pantai. Di antaranya adalah memberikan akses kepada negara lain terhadap surplus tangkapan yang tersedia, terutama bagi negara tetangga dan negara yang tidak memiliki garis pantai. Kewajiban lainnya mencakup upaya pencegahan pencemaran laut serta penguatan kegiatan penelitian kelautan di wilayah yurisdiksi ZEE.
Hak berdaulat negara pantai dalam Zona Ekonomi Eksklusif mencakup pengelolaan dan eksplorasi terhadap seluruh sumber daya alam di lautnya, baik yang bersifat biologis maupun mineral. Indonesia, sebagai negara kepulauan, memanfaatkan hak ini untuk tujuan ekonomi, termasuk pengembangan energi terbarukan dari arus laut, angin, dan air, serta pengelolaan tanah maupun dasar laut.
Fungsi laut bagi umat manusia menjadi titik awal lahirnya konsepsi hukum laut internasional. Kerangka hukum laut internasional yang tertuang dalam “United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS)” tahun 1982 berakar pada dua pendekatan klasik: res communis serta res nullius. Res communis menegaskan bahwa laut merupakan milik bersama umat manusia serta tak dimiliki oleh negara tertentu, sedangkan res nullius menyatakan bahwa laut dapat dimiliki oleh negara yang mengambil serta menguasainya. Kedua konsep ini menjadi fondasi awal dalam pembentukan prinsip-prinsip hukum laut modern.
Ketentuan dalam UNCLOS 1982 yang mengakui status negara kepulauan telah memperluas ruang kedaulatan negara seperti Indonesia, mencakup wilayah daratan, perairan antar pulau, dan ruang udara di atasnya. Di balik hak-hak tersebut, terdapat sejumlah kewajiban yang harus dipenuhi, dengan penjagaan terhadap hak tradisional penangkapan ikan, penghormatan terhadap perjanjian internasional yang telah ada, pengakuan atas aktivitas sah negara tetangga, serta perhatian terhadap kabel laut di wilayah yang dahulu merupakan laut bebas, merupakan kewajiban penting bagi negara kepulauan. Selain itu, negara kepulauan juga wajib menjamin akses terhadap lintas damai dan alur laut kepulauan, sebagai bagian dari komitmen terhadap keterbukaan dan kerja sama maritim global sesuai prinsip-prinsip yang diatur dalam Konvensi Hukum Laut tersebut.
Pentingnya hukum laut tidak hanya dirasakan oleh negara pantai dan negara kepulauan yang bergantung pada regulasi tersebut untuk menjaga kedaulatan dan perlindungan wilayah lautnya, tetapi juga oleh negara pengguna yang sangat membutuhkan akses terhadap laut. Bagi negara pengguna, laut berfungsi sebagai jalur transportasi vital untuk mendukung kelancaran perdagangan internasional sekaligus sebagai pintu masuk menuju pemanfaatan sumber daya kelautan yang semakin mendesak dalam konteks kebutuhan ekonomi serta energi global.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Dony aditya, Nurdin. BUKU AJAR HUKUM LAUT INTERNASIONAL, 2013. https://id.scribd.com/document/446348513/BUKU-AJAR-HUKUM-LAUT-pdf.
Palupi, Dwi Astuti. Laut Internasional, 2022.
Prof, Sodik Mohammad Didik. Hukum Laut Internasional Dan Pengaturannya Di Indonesia, 2014. https://www.researchgate.net/publication/316003926_Book_Review_Hukum_Laut_Internasional_dan_Pengaturannya_di_Indonesia.
Welly Angela Riry, Richard M. Waas, Vondaal Vidya Hattu, Lucia Tahamata & Wilshen Leatemia, Dyah Ridhul Airin Daties & Armelia Febriyanty Waas, Irma Halimah Hanafi & Ekberth Vallen Noya, Josina A. Yvonne Wattimena, Arman Anwar, Johanis Steny Franco Peilou, Popi Tuhulele & Tommy Palijama. Buku Ajar Hukum Laut Internasional. Penambahan Natrium Benzoat Dan Kalium Sorbat (Antiinversi) Dan Kecepatan Pengadukan Sebagai Upaya Penghambatan Reaksi Inversi Pada Nira Tebu, 2014.
Yuliantiningsih A. dkk. HUKUM LAUT Pengaturannya Dalam Hukum Internasional Dan Hukum Nasional Indonesia, 2022.
JURNAL
Asmara, Anugerah Yuka. “PENGUATAN ZONA EKONOMI EKSLUSIF DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA MARITIM INDONESIA DI WILAYAH PERBATASAN (Pembelajaran Dari Kebijakan Pemerintah Norwegia Perihal Regulasi, Pemanfaatan Iptek, Manajemen Kelembagaan Dan Kerjasama Internasional).” Jurnal Kebijakan Sosial Ekonomi Kelautan Dan Perikanan 2, no. 2 (2012): 131. https://doi.org/10.15578/jksekp.v2i2.9280.
Ibrahim, Muchtar, Athor Subroto, and Donny Yoesgiantoro. “Pengembangan Strategis Ketahanan Dan Pertahanan Di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.” Jurnal Darma Agung 30, no. 1 (2022): 554. https://doi.org/10.46930/ojsuda.v30i1.2316.
Maharani, Reva Rezalita. “Dinamika Geopolitik Global Dalam Era Multipolar : Tantangan Dan Peluang Bagi Indonesia” 3 (2025): 659–65.
Putra, Akbar Kurnia, Afrilia Faradilla, and Bernard Sipahutar. “Underwater Drone: Aset Militer, Perangkat Penelitian Dan Kedaulatan.” PROGRESIF: Jurnal Hukum 15, no. 2 (2022): 154–67. https://doi.org/10.33019/progresif.v16i2.2509.
Putri C, Dinda Amalia, Taopik Hidayat, and Muhammad Fauzan Ramadhan. “Diplomasi Lingkungan Indonesia Melalui Coral Triangle Intiative: Peluang Dan Tantangan.” Jurnal Ilmu Kelautan Lesser Sunda 5, no. 1 (2025): 29–41. https://doi.org/10.29303/jikls.v5i1.128.
Rusli, Adi Saputra. “Konsep Dan Karakteristik Borderscapes Migrasi Dan Perbatasan Di Indonesia: Tantangan Dan Peluang.” Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional 5, no. 2 (2022). https://doi.org/10.7454/jkskn.v5i2.10070.
Rustam, Ismah. “Tantangan ALKI Dalam Mewujudkan Cita‐cita Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia.” Indonesian Perspective 1, no. 1 (2016): 1–21. https://doi.org/10.14710/ip.v1i1.10426.
Sabrina Risky Permadani, and Nina Mistriani. “Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia: Tantangan Dan Peluang Keamanan Dan Ekonomi Era Jokowi.” Seminar Nasional Teknologi Dan Multidisiplin Ilmu (SEMNASTEKMU) 1, no. 1 (2021): 389–94. https://doi.org/10.51903/semnastekmu.v1i1.132.
Utami, M, D Hasmidyani, M A Budiman, and ... “Strategi Indonesia Dalam Menghadapi Tantangan Dan Peluang Kerjasama Ekonomi Regional.” Journal of Sharia … 2, no. 5 (2025). https://ojs.unimal.ac.id/joses/article/view/21683%0Ahttps://ojs.unimal.ac.id/joses/article/download/21683/8453.
Utomo, Heru Sabto, Achmad Effendi, and Sikop Pauli Simangunsong. “Potensi Dan Tantangan Indonesia Sebagai Negara Maritim Dalam Mewujudkan Poros Maritim Dunia.” Journal of Knowledge and Collaboration 2, no. 5 (2025): 659–65. https://ojs.arbain.co.id/index.php/jkc/index.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI