Mohon tunggu...
Hagemaru_j _j
Hagemaru_j _j Mohon Tunggu... -

Bismillah

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pak Kyai, Apa Hukum Memakan Bekicot?

14 September 2012   03:30 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:29 3957
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Sehingga, manusia didunia terbagi kepada dua kelompok, yaitu pandai (alim) dan awam. Yang dimaksud dengan orang pandai (alim) dalam diskursus pemahaman bermazhab adalah orang-orang yang telah memiliki kemampuan menggali hukum dari Al Quran dan Hadis yang dinamakan sebagai Mujtahid. Sedangkan orang yang awam adalah orang-orang yang tidak memiliki kemampuan untuk itu disebut sebagai Muqallid. Keadaan mereka mengikuti para imam Mujtahid dinamakan dengan taqlid.

Karena itu sebagai orang awam kita di ibaratkan sebagai penumpang, kita tidak perlu memiliki SIM, tidak perlu belajar mengemudi, tidak perlu menghafal jalan, tidak perlu mengetahui rambu-rambu lalu lintas, tinggal duduk memetuhi instruksi dari sopir sampailah pada tujuan.

Namun apabila kita memaksa ingin menggali sendiri hukum dalam Al-Qur'an dan Al-hadist, maka waktu yang dibutuhkan tidak hanya setahun dua tahun karena begitu banyaknya syarat ijtihad disamping itu hasilnya pun tidak memuaskan. Sedang yang paling dikhawatirkan adalah jika kita mengemudi sendiri dan membuat jalan sendiri bisa jadi tujuan tidak didapat, tersesat ia. Jika tersesat sendiri mungkin tidak begitu masalah yang parah adalah jika tersesat kemudian membawa rombongan banyak orang.

Oleh karena itu di zaman sekarang fatwa lebih keluar dari organisasi bukan pada seseorang karena organisasi terdidiri beberapa orang yang nanti bisa berdiskusi menentukan hukum yang disebut 'ijma.

Mungkin kita mengatakan diri kita tidak bermandzab, tetapi dalam prakteknya kita bermandzab. Suatu contoh di indonesia banyak memakai celana dengan kain melewati mata kaki maka ini cenderung bermandzab syafi'i sedang ada orang yang memakai celana dengan kain di atas mata kaki dan memang ada dalil dari mandzabnya. Karena kedua belah pihak memiliki dalil maka untuk yang bercelana melebihi mata kaki tidak usahlah menghina yang celana di atas mata kaki mengatakan, kurang kain, kebanjiran, aliran aneh. Begitu pula yang bercelana di atas mata kaki tidak usahlah mengatakan Neraka bagi yang bercelana di bawah mata kaki, seperti semula jalan kita berbeda tetapi tujuan kita sama.

Yah, akhirnya terjawab sudah setelah bertahun-tahun pertanyaan itu, walau dimataku sang kyai sangat pandai ternyata beliau juga menyadari hanya seorang awam di dalam mandzab yang takut menyesatkan orang atas perkataannya.

https://www.facebook.com/notes/abu-mudi/wajibkah-kita-bermazhab/330696827019163

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun