Mohon tunggu...
Hafiz Rosila
Hafiz Rosila Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Cendekiawan Sudah Prediksi Munculnya Pemimpin Muda

12 Maret 2018   11:17 Diperbarui: 12 Maret 2018   13:29 1293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketua Kogasma Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono menyapa kader usai memberikan pidato politiknya dalam penutupan Rapimnas Partai Demokrat 2018 di Sentul International Convention Center (SICC), Bogor, Jawa Barat, Minggu 11 Maret 2018. (foto: Tribunnews)

Orasi Kebangsaan yang disampaikan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) di Sentul International Convention Center (SICC), Bogor, Jawa Barat, pada Minggu 11 Maret lalu seolah membuka mata publik bahwa ternyata bangsa ini masih memiliki tokoh muda yang berkapasitas.

Kaum muda begitu berpengaruh di mata AHY. Berulangkali ia menyemangati dan mengatakan betapa generasi muda memiliki potensi yang besar bagi kemajuan bangsa. Momen inilah yang rasanya jarang ditemui dalam agenda politik lain, yang lebih mementingkan kelompok generasi transisi.

Sebenarnya para peneliti, cendekiawan atau kaum intelektual, sudah mewanti-wanti untuk dilakukan regenerasi pemimpin. Studi ilmiah dan berbagai penelitian pun merujuk pada konklusi bahwa era sekarang, hingga dua dekade kedepan, akan bermunculan tokoh muda yang dapat memimpin bangsa ini ke arah yang lebih baik. Berikut beberapa tokoh intelektual yang kerap mendorong terciptanya hal tersebut.

BJ Habibie

Presiden RI ke-3 Prof. Dr. Ing. Bacharuddin Jusuf Habibie (BJ Habibie) pernah mengatakan bahwa pemimpin Indonesia seharusnya berasal dari kalangan orang muda. Menurutnya generasi transisi sudah cukup memimpin negeri ini, era kepemimpinan kedepan harus dilanjutkan oleh generasi muda. Tidak harus dari politisi, tapi bisa jadi dari kalangan teknokrat yang survival politicion.

Generasi transisi yang dimaksud adalah generasi yang pada zaman orde baru telah berkarir dan merasakan manis pahitnya rezim tersebut. Konkritnya generasi peralihan ini adalah orang-orang yang berumur 60 tahun saat ini. Generasi ini menurut Habibie lebih cocok berperan sebagai guru bangsa atau negarawan.

Habibie mengatakan ambisi kelompok tua pemilik partai politik merasa akan terancam dengan munculnya tokoh-tokoh seperti itu. Selain kriteria umur, Habibie juga menyampaikan kriteria lainnya, seperti smart, mengayomi atau bukan pemimpin yang mengadu domba, dan visi misi yang jelas.

Mohammad Nuh

Mantan Rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Mohammad Nuh pernah menjelaskan bahwa kaum muda perlu ikut aktif dalam berdemokrasi. Sebagai bagian dari kewajiban atau hak dari setiap warga bangsa, anak muda harus tahu tentang akan nasib penentuan bangsanya yang terlibat ke dalam masa depan.

Guru Besar di bidang Digital Control itu juga menerangkan bahwa demokrasi menentukan nasib bangsanya ke depan dan seperti apa pemimpinnya ke depan. Sangat disayangkan jika ada anak yang acuh tak acuh terhadap demokrasi. Menurutnya, masa depan kaum muda akan ditentukan oleh pemimpin yang dipilihnya.

Untuk itu, Sosok yang pernah menjabat Ketua PBNU dan ICMI itu menyarankan agar kaum muda memberikan suara bagi mereka yang dianggap memenuhi syarat sebagai pemimpin yang baik di masa depan.

Purnomo Yusgiantoro

Purnomo Yusgiantoro adalah Guru Besar Tetap ITB dan Co-founder Universitas Pertahanan. Tokoh ini juga kerap meminta para pemuda belajar menjadi pemimpin selagi muda. Baginya, pemimpin itu tidak terlahir dengan sendirinya, tapi terbentuk pengalaman dan kerja keras tiada henti.

Peraih 15 tanda jasa dari Pemerintah RI itu mengingatkan kaum muda jika tidak belajar jadi pemimpin mulai sekarang, maka akan sukar untuk menjadi penerus. Salah satu ciri pemimpin berintegritas menurut Purnomo, adalah keselarasan antara kata dan kelakuan.

"Jadi jika ada calon pemimpin yang tidak konsisten antara perkataan dan perbuatannya, jangan pilih dia," (dalam Republika.com)

Menurutnya, Indonesia butuh pemimpin yang bisa menjadi teladan bagi rakyatnya. Saat ini banyak pemimpin yang sifatnya masih transaksional, artinya melakukan sesuatu hanya didasarkan atas aturan formal dan otoritas birokrasi. Hal itu menurut Purnomo sudah ketinggalan zaman. Sehingga saat ini yang dibutuhkan adalah kepemimpinan transformasional, yang kreatif dan bisa jadi agen perubahan.

Lebih lanjut Purnomo mengatakan, pemimpin transformasional juga menyaratkan sosok yang tidak hanya mau didengar, tapi juga harus mau mendengarkan.  Jika tidak, maka perubahan yang terjadi hanyalah untuk kepentingan dirinya sendiri.

"Pemimpin itu tidak berpikir tentang apa yang ia dapat dari negaranya, tetapi apa yang bisa ia berikan pada negaranya," katanya.

Sugiri Syarief

Mantan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Dr dr Sugiri Syarief menjelaskan bahwa jumlah generasi muda di dunia yang terus meningkat akan menjadi sumber daya pembangunan negara bila potensi mereka dapat dimaksimalkan. Pada saat yang sama, jumlah kawula muda yang banyak juga dapat menjadi permasalahan bila potensinya tidak dimaksimalkan secara positif.

Karenanya, menurut alumni University of Southern California, Los Angeles AS ini, investasi dalam kelompok muda merupakan sebuah keharusan. Sugiri juga aktif dalam forum-forum internasional yang membahas masalah generasi muda. Diantaranya Global Youth Forum di Jakarta 14 Agustus 2012 lalu yang melibatkan UNFPA, lembaga-lembaga PBB lainnya. Ia juga mendorong berbagai kalangan untuk menterjemahkan aspirasi Internasional Conference on Population and Development (ICPD) tahun 1994 lalu menjadi jaringan advokasi kawula muda yang berkesinambungan.

Seperti diketahui 43 %populasi dunia terduri dari masyarakat berusia di bawah 25 tahun, dan persentase tersebut mencapai angka 60% di negara-negara miskin. Hal inilah yang membuat UNFPA mencantumkan kawula muda dalam agenda ICPD pada 2014.

Menurut Sekjen KPK periode 2004-2006 itu, pemuda lebih dari sekedar kekuatan demografi. Pemuda memiliki kekuatan untuk melakukan perubahan. Karenanya Pemuda harus mendapatkan advisor khusus.  Hal ini senada dengan apa yang disampaikan AHY dalam pidatonya tadi malam.

Armida Salsiah Alisjahbana

Armida Salsiah Alisjahbana adalah Guru besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Direktur Center for Sustainable Development Goals Studies, Universitas Padjajaran. Armida merupakan salah satu tokoh perempuan yang mendorong kemajuan generasi muda.

Profesor Armida menilai salah satu faktor pendorong tingginya angka pertumbuhan nasional adalah kekuatan tenaga kerja muda produktif yang diharapkan mampu berperan dalam perkembangan pereknomian nasional.

Menurut Armida, penduduk usia muda dan produktif yang berusia 15-25 tahun membuka peluang Indonesia dapat lebih tinggi lagi menggenjot tingkat pertumbuhan ekonomi. Pengembangan SDM termasuk satu dari tiga pilar yang akan dikembangkan dalam Masterplan Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011 - 2025 yang digagas oleh Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat itu (dalam ANTARA News).

Kondisi itu disebut Armida bisa menjadi pisau bermata dua. Jika keadaan ini bisa disikapi dengan baik maka akan menguntungkan bagai peradaban barat yang memiliki Kapital, namun jika tidak maka kemiskinan semakin menghancurkan bangsa tersebut. Faktanya keterpurukan pemuda akibat penerapan sistem kapitalisme masih menjadi persoalan. Sekitar 50 persen (1.8 Miliar) dari total anak muda di dunia saat ini bertahan hidup dengan kurang dari $2 per hari. Sementara lebih dari 100 juta remaja tidak bersekolah.

Tingkat pengangguran usia muda di Indonesia, Filipina dan Sri Lanka melampaui 25 persen yang merupakan tingkat tertinggi di Asia. Inilah yang membuat Negara-negara barat ingin menfokuskan pemuda menjadi agen penyelamat.

Mantan kepala Bappenas itu juga membeberkan bahwa negara-negara barat kini membuat role mode baru yaitu dengan membangun dialog 2 arah dengan pembuat kebijakan dengan menjadikan pemuda sebagai aktor di komunitasnya agar berfokus dalam pembangunan ekonomi. Ada perubahan mindset di Barat, bahwa pemuda tidak lagi diperankan sebagai korban, tapi harus dilihat sebagai pelaku/pemimpin perubahan.

AHY juga turut menyampaikan masalah ini dalam pidatonya semalam. Ia menyebut bahwa untuk dapat menjadi bangsa yang maju, kita harus siap dalam berbagai bidang yang mengikuti perkembangan dunia.

"kami siap tingkatkan ekonomi, siap tegakkan ekonomi, siap tegakkan demokrasi, dan siap kehidupan yang adil, baik di bidang politik, hukum, dan sosial," ujar AHY. (dalam Tribunnews)

LIPI

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) juga pernah meneliti masalah kebutuhan pemimpin muda bagi Indoesia. Salah satu peneliti LIPI yang juga sebagai Staf Pengajar Departemen Ilmu Politik UI, Lili Romli menjelaskan, AHY adalah salah satu tokoh muda yang potensial sebagai pemimpin.

Menurut LIPI bangsa Indonesia memasuki masa generasi emas, di mana usia anak muda akan mencapai 70% dari jumlah penduduk pada tahun 2020. Dengan demikian bangsa Indonesia kini juga membutuhkan sosok pemimpin muda yang bisa menginterpretasikan usia generasi emas.

Terlebih, saat ini di sejumlah negara di Eropa juga telah muncul anak-anak muda yang tampil sebagai pemimpin negaranya, seperti yang terjadi di Perancis dengan terpilihnya Emmanuel Macron sebagai presiden dan Sebastian Kurz sebagai Kanselir Austria.

Berikutnya, peneliti LIPI Asvi Warman Adam juga menuturkan adanya kemungkinan para calon presiden muda diberikan kesempatan untuk memimpin negeri ini. Lanjut Asvi, rakyat membutuhkan sosok baru yang mampu memberikan penyegaran bagi perpolitikan Indonesia. Rakyat terlihat jenuh dengan segala tokoh-tokoh politik tua yang kerap turut berkecimpung pada peta perpolitikan Indonesia.

Hadirnya orang muda dalam perjalanan bangsa ini kembali mengemuka di tengah hiruk pikuk suhu perpolitikan dan eksistensi tatanan kehidupan negara. Orang muda yang kemudian diharapkan memunculkan pemimpin muda bisa dipahami sebagai semangat dan bisa pula usia.

Gagasan ini tidak muncul begitu saja. Tidak menutup kemungkinan bangsa ini membutuhkan semangat muda dan kepemimpinan baru yang lebih progresif. Keyakinan ini seakan diamini oleh masyarakat luas. Sadar atau tidak kebangkitan pemimpin muda muncul karena sikap apatis akut dari kebanyakan tokoh muda terhadap stagnasi reformasi. Hal ini bisa jadi menjadi bentuk perlawanan terhadapa dominasi kaum tua akan kekuasaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun