ini mengeksplorasi pandangan Generasi Z terhadap kepemimpinan Joko Widodo melalui wawancara mendalam dengan 1 responden berusia 22 tahun dari Kampus Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh. Hasil wawancara menunjukkan persepsi yang kompleks dan bernuansa, di mana responden mengakui pencapaian sekaligus mengkritisi kekurangan dari pemerintahan Jokowi.
     Azril Amta Ramadhan, seorang Mahasiswa sekaligus Ketua Himpunan Mahasiswa di Fakultas Hukum Syariah yang berusia 22 tahun dari Peureulak, mengapresiasi program digitalisasi dan dukungan terhadap ekosistem startup yang digagas pemerintahan Jokowi. Program seperti 1000 Startup Digital dan pembangunan Palapa Ring dianggap sebagai langkah progresif. Namun demikian, ia menyoroti kontradiksi dalam kebijakan digital pemerintah, terutama penerapan UU ITE yang kerap digunakan untuk membungkam kritik di media sosial. Bagi Azril, hal ini menciptakan paradoks di mana infrastruktur digital berkembang pesat namun kebebasan berekspresi digital justru mengalami kemunduran. Persepsi ini menempatkan Jokowi sebagai pemimpin dengan visi modernisasi yang ambivalen, di mana pesan kemajuan teknologi tidak sejalan dengan praktik pembatasan kebebasan digital.
     Secara keseluruhan, analisis menunjukkan bahwa Azril memiliki persepsi terhadap Joko Widodo sebagai aktor politik. Di satu sisi, Azril mengakui keberhasilannya sebagai pemimpin yang merakyat, pekerja keras, dan berbeda dari elit politik tradisional. Pesan-pesan yang berhasil ditangkap Azril mencakup fokus pada pembangunan infrastruktur sebagai legacy utama, pentingnya "kerja nyata" dibanding retorika, serta visi Indonesia sentris dan kemandirian ekonomi. Kebijakan-kebijakan seperti pembangunan infrastruktur masif, program sosial, digitalisasi, dan penanganan pandemi mendapat apresiasi positif.
     Namun di sisi lain, Azril juga kritis terhadap aspek-aspek kepemimpinan Jokowi yang dianggap problematis. Penerapan UU ITE yang restriktif, kebijakan energi yang masih bergantung pada batu bara, isu politik dinasti, pelemahan KPK, dan kurangnya perhatian pada kebebasan sipil menjadi sumber kritik utama. Yang paling mencolok adalah kesenjangan antara prioritas pemerintahan Jokowi yang fokus pada pembangunan fisik dan pertumbuhan ekonomi dengan aspirasi Gen Z yang lebih mementingkan kebebasan berekspresi, keberlanjutan lingkungan, dan kualitas demokrasi.
     Kesimpulannya, Azril melihat Joko Widodo sebagai pemimpin yang berhasil mencapai kemajuan konkret dalam pembangunan infrastruktur dan program sosial, namun gagal mengakomodasi nilai-nilai dan isu-isu yang mereka anggap fundamental. Warisan kepemimpinan Jokowi dipandang akan memberikan manfaat jangka panjang bagi Indonesia, namun Azril juga berharap ada pergeseran fokus ke arah isu-isu yang lebih relevan dengan generasi mereka seperti kebebasan digital, kesehatan mental, kualitas pendidikan, dan keberlanjutan lingkungan. Ambivalensi ini mencerminkan tantangan bagi pemimpin masa depan untuk menjembatani kesenjangan antara pembangunan fisik dengan aspirasi generasi muda yang semakin kritis dan sadar akan isu-isu global.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI