Mohon tunggu...
H. H. Sunliensyar
H. H. Sunliensyar Mohon Tunggu... Penulis - Kerani Amatiran

Toekang tjari serpihan masa laloe dan segala hal jang t'lah oesang, baik jang terpendam di bawah tanah mahoepun jang tampak di moeka boemi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pak Menteri, Sertifikasi Pernikahan Sudah Diatur Leluhur Kami!

20 November 2019   11:42 Diperbarui: 20 November 2019   16:46 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
prosesi penyerahan suami kepada tetua suku pihak istri secara simbolis. Dokpri

Cari Jodoh saja Sudah Susah, Jangan Susahnya Ditambah dengan Sertifikasi Nikah

Secara alamiah, setiap manusia memiliki dorongan untuk menyukai, seks dan berkasih sayang dengan lawan jenisnya. Akan tetapi, untuk memenuhi hasrat itu manusia diatur oleh aturan dan norma-norma tertentu. Tidak bisa sembarangan begitu saja. 

Pernikahan atau perkawinan merupakan cara yang sah menurut hukum dan agama untuk mengikat hubungan antara laki-laki dan perempuan menjadi suami-istri. Melalui perkawinan, hasrat biologis manusia tersalurkan, mereka membentuk keluarga baru dan kemudian beranak keturunan.

Di Indonesia, urusan pernikahan ditangani oleh Kementerian agama di bawah Kantor Urusan Agama. Melalui lembaga ini, pernikahan yang dilakukan oleh suatu pasangan tidak hanya sah menurut agama tetapi juga sah di mata hukum. Status perkawinan mereka dicatat oleh negara. Mereka akan mendapatkan hak dan kewajiban baru sebagai suami-istri menurut undang-undang.

Namun akhir-akhir ini pemerintah memunculkan wacana baru dalam persyaratan administrasi pernikahan yaitu sertifikasi perkawinan. Dilansir dari liputan6.com., menteri koordinator pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan menyatakan bahwa untuk mendapatkan sertifikat nikah, calon pengantin akan diberi kursus khusus selama tiga bulan.

Mereka akan diberi materi mengenai masalah keagamaan, perencanaan keluarga, kesehatan, faktor ekonomi rumah tangga hingga masalah keturunan. Lebih lanjut, dikatakannya bahwa program ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup keluarga Indonesia.

Tentu saja wacana ini menimbulkan pro kontra di dalam masyarakat. Memang program ini tujuannya sangat baik akan tetapi dalam persepsi masyarakat awam tidaklah demikian.

Bagi mereka, sertifikasi nikah hanyalah menambah urusan administrasi apalagi memerlukan waktu tiga bulan. Dengan persyaratan administrasi yang sekarang saja, banyak masyarakat di pelosok desa lebih memilih pernikahan siri, sah di mata agama meskipun tidak sah di mata negara. 

Di kota, justru terjadi fenomena sebaliknya, mereka lebih memilih untuk melanggar norma, seperti menjalin hubungan di luar nikah, perzinahan dan kumpul kebo atau bahkan ada yang memilih untuk hidup melajang.

Bagi mereka, buat apa menikah dengan urusan administrasi yang berbelit-belit, jikalau hanya untuk memenuhi kebutuhan seksual. Apalagi masyarakat perkotaan kebanyakan menetapkan standar tinggi dalam memilih pasangan hidup. Belum lagi mencari jodoh yang susah kini ditambah lagi dengan urusannya yang payah, tak ayal para lajang bertebaran di mana-mana.

Sebetulnya, sertifikasi nikah tidaklah menjamin kehidupan rumah tangga yang harmonis dan langgeng. Semuanya tergantung pada diri pribadi seseorang. Orang baik tetap akan memperlakukan pasangannya dengan baik, dan orang jahat, meski diberi berbagai macam bentuk bimbingan jika dalam diri mereka tidak ada niat untuk berubah maka tetap saja akan cenderung berbuat jahat kepada orang lain begitupun pada pasangan mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun