Beruntung, kita berada di Indonesia, mulai dari batu bara, timah dan pertambangan lain berada dalam kategori sehat, Â tak akan mengancam kesehatan bumi. Semua progres juga berbuah manis di dalam negeri.Â
Meski demikian, negeri gemah ripah loh jenawi ini akan segera menghadapi tantangan tersendiri.
Tantangan dalam negeri
Kita semua tahu tanah ini tanah surga, diberkahi oleh harta bumi melimpah untuk bisa mengeksplorasi perkembangan energi alternatif ramah lingkungan. Mulai dari tenaga air, tenaga angin, geotermal, biofuel turunan kedua (limbah pertanian, limbah kayu, dan limbah lain), serta etanol biomassa, semua tersedia.
Meski demikian, ini semua tidak mudah, pemanfaatan biofuel turunan pertama sebagai contoh, pengambilan langsung dari tanaman atau hasil hutan tak boleh dilakukan karena pasti akan menimbulkan emisi gas rumah kaca lebih besar akibat deforestasi.
Selain itu, pemanfaatan geotermal, etanol biomassa, dan biofuel turunan kedua, juga tak kalah susah, diperlukan suatu sistem rangkaian tertutup sehingga emisi gas rumah kaca tidak terbang dan masuk ke dalam atmosfer.
Dari dua contoh ini saja, tak bisa dipungkiri dibutuhkan teknisi ahli untuk memulai semua, pekerjaan mengolah energi terbarukan tidak bisa diselesaikan dengan garis besar, dibutuhkan kemampuan, perincian, dan ketelatenan tersendiri.Â
Terlepas dari kesulitan, salah satu dari beberapa energi terbarukan ini, Etanol biomassa merupakan salah satu energi terbarukan paling populer, semenjak sudah tersedia dan diproduksi oleh 120 negara, angka ini masif bila dibandingkan dengan energi fosil yang cuma bisa disediakan oleh 15 negara. Tentu, ini sebuah kabar baik, melepas ketergantungan energi bisa dimulai dari sini.
Tentu, etanol biomassa ini bukan tanpa masalah, energi ini juga menimbulkan "perselisihan paham" antara penanggung jawab ketersediaan pangan dan pemerhati lingkungan. Dan, ketika momen terburuk datang, maka pengembangan ini harus dihentikan.Â
Bagaimanapun, ketersediaan pangan jauh lebih penting, dan momen ini boleh jadi akan segera datang.
Mengutip dari Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) mengungkapkan terkait kelangkaan pangan dunia masih tinggi dan harga pangan perlahan naik secara konsisten, sementara populasi penduduk miskin meningkat terus.
Lebih dari semua, kabar terburuk, pemanasan global jauh lebih berdampak terhadap negara-negara berkembang daripada negara-negara maju.