Mohon tunggu...
Hafid Rofi Pradana
Hafid Rofi Pradana Mohon Tunggu... Penulis - Transportation and Colonial Historian

History and Tech Enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kisahku Dimulai dari Sini (1)

24 Oktober 2023   19:41 Diperbarui: 24 Oktober 2023   19:59 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lukisan Batavia karya Jacob Keyser tahun 1739 (Digital Collections Leiden University)

Datang ke Jawa

Mengapung empat hari dari Singapura, Menaiki Kapal Padang, membawa kami dengan aman ke pelabuhan laut Batavia. Ini adalah teluk besar, bertabur dengan sejumlah pulau, beberapa di antaranya tidak berpenghuni, sementara yang lain, ditemukan memenuhi syarat menjadi tujuan, telah diubah menjadi dermaga, sebagian oleh Pemerintah, dan sebagian oleh perorangan.

Pulau-pulau ini tidak cukup besar untuk melindungi pelabuhan dari angin kencang bertiup selama musim timur. Tetapi jumlahnya cukup banyak untuk membuat bagian itu menjadi rumit dan berbahaya, pelaut butuh konsentrasi penuh.

Pelabuhan Batavia tidak begitu mengesankan seperti di Singapura. Garis pantai berawa-rawa dan ditutupi dengan tanaman laut (bakau ?). Dari laut dekat pelabuhan, seperti sejauh mata memandang daratannya cukup datar, dan tetapi untuk keragaman dedaunan tropis terlihat di mana-mana.

Meninggalkan Kapal Uap Padang, kami berpindah ke perahu kecil, dengan layar tikar besar, yang meskipun demikian rupanya dengan mudah terbawa angin membawa perahu ke dermaga.


Berlayar setengah jam membawa kami ke mulut kanal kota Batavia. Kota yang luasnya dua mil jauhnya ke pedalaman. Kanal ini lebarnya antara tiga puluh kaki sampai empat puluh kaki, dengan tembok rendah sekitar lima kaki di setiap sisi, untuk melindungi saluran dari pendangkalan.

Setelah beberapa waktu, para lelaki menurunkan layar perahu kami, kami sekarang melanjutkan dengan dayung melewati sejumlah penangkapan ikan dan galangan kapal.

Lukisan karya Andries Beeckman tahun 1657 menggambarkan suasana Batavia masa VOC (Rijkmuseum)
Lukisan karya Andries Beeckman tahun 1657 menggambarkan suasana Batavia masa VOC (Rijkmuseum)

Mercusuar dan Kanal

Di dinding yang menutupi kanal, tanahnya sangat berlumpur, dan sebagian diisi dengan beton dan puing-puing lainnya, di mana beberapa pondok beratap kecil didirikan di sekitar dermaga, mungkin dihuni oleh nelayan. Itu bisa dibuktikan dari jaring-jaring ikan yang dijemur.

Di bagian lain tempat ini, ada daerah rawa rawa yang sering ditemukan buaya. Saat ini kami melewati rumah lampu tua, yang jelek dari struktur kayu, ini sebagai penanda batas kanal selain menjadi tempat penjagaan.

Sebuah mercusuar baru sedang dalam proses pendirian, sekitar satu mil lebih jauh sedikit di luar. Ini sekarang kami melewati baterai atau benteng kecil dengan penampilan yang biasa.

Untuk mengikuti rasa ingin tahu beberapa sapuan dayung mengayuh lebih kuat, dan sampailah kami di dermaga Kepabeanan. Bangunan berfasad dengan pilar-pilar bulat. Meskipun sangat sederhana dalam karakter arsitekturnya, namun saya tertarik oleh kesibukan pelabuhan yang padat oleh perahu-perahu tertambat di depannya.

Di darat, koper kami langsung diletakkan di bawah pengawasan seorang petugas. Dia bertanya beberap hal dan kami memberi jawaban atas pertanyaannya. Kemudian melakukan pemeriksaan sepintas. selanjutnya sangat sopan memberi tahu kami untuk melanjutkan perjalanan.

Memasuki kereta kuda, seorang teman menyambut kami di tanah Jawa ini. Kami melanjutkan perjalanan cepat, melewati sejumlah gedung pemerintahan, gudang-gudang di bagian kanan, dengan tanaman rumput di bagian depan masing-masing bangunan.

Tidak lama kami melawati pintu gerbang, kami meninggalkan apa yang disebut kota, atau pusat bisnis. Area yang menempati seperempat dari Batavia. Berikutnya kami melihat rumah-rumah dengan gaya yang berbeda, ditandai ukurannya yang lebih kecil. Mereka dibangun rumah dari warna merah batu bata, dan dihiasi dengan ornamen kemerahan di atas dan di sisi jendela.

Perumahan orang keturunan Cina di Glodok, 1915 (Digital Collections Leiden University)
Perumahan orang keturunan Cina di Glodok, 1915 (Digital Collections Leiden University)

Kali Basae (Kali Besar)

Sebuah rumah sangat kuno yang sebelumnya ditempati oleh keluarga Portugis dan Belanda saya terhenti. rumah ini sungguh besar namun keluarga Portugis dan Belanda itu eningalkan rumah yang tampak mewah ini akibat situasi lingkungan yang sangat tidak sehat akibat penyakit yang timbul dari sungai dan rawa.

Mereka memilih pindah ke kawasan yang lebih sehat yaitu Weltreveden, Parapattan, Cornelius. Empat mil lebih jauh ke pedalaman. Sekarang, rumah lama itu banyak dihuni untuk tempat produktif, namun beberapa masih ditinggali rumah tangga.

Kali Basar, atau Sungai Besar, melewati kota, dipagari beberapa kantor yang bagus di satu sisi, dan bangunan asli lainnya di sisi lain. Kali Besar kemudian mengalir diantaranya melalui kanal Walled menuju pelabuhan.

Di luar gerbang, terletak di sebelah kiri bagian dalam kanal, kami bisa melihat perkampungan China. Sangat mudah dibedakan dengan bangunan di dalam gerbang, di sini agak tidak teratur, rumah rumah dari batu bata kelas rendah, dengan sudut-sudut atap berputar ke atas.

Kami melanjutkan pejalanan terus ke selatan, di sebelah kanan yang kami lewat, ada berderet toko yang menghadap jalan, dan beberapa rumah yang dinaungi pohon-pohon besar.

Semakin ke selatan, Kami selanjutnya melewati ke area yang saat ini dihuni oleh orang Eropa. Kami terkejut melihatnya. Tidak hanya sejumlah toko yang tampak bagus dan luas, Juga ditempati oleh penjahit Eropa, ahli kimia, pembuat topi, tetapi juga rumah rumah mewah yang elegan, terletak di tengah-tengah kebun yang dirawat dengan cermat, bangunan, dan rumah klub yang bagus dengan nama Harmonic.

Lebih jauh kami semakin terpesona dengan pemandangan dataran yang sangat luas yang hijau. disebut Dataran Koningen, yang satu mil persegi, menghadap ke rumah-rumah besar yang indah, dan dilalui oleh jalan diapit barisan pohon di setiap sisinya.

Pada satu sudut dataran ini, ada tempat olahraga, asalnya dibangun terutama untuk penduduk Inggris yang terkenal suka olahraga, namun sekarang untuk umum.

Kami tinggal di Batavia selama sekitar dua minggu, Dan dihibur oleh teman-teman baru dengan pelayanan yang tampaknya begitu alami bagi orang-orang di Timur. Kesan yang tidak pernah bisa dilupakan.

Pagi berikutnya, kami ditawari berkeliling Batavia menunggang kuda jantan Jawa yang aktif. Kami berkuda segera setelah jam lima pagi untuk mengeksplorasi pinggiran kota yang menyenangkan. Kami dan seorang teman yang menemani menunjukkan masing-masing objek yang menarik ditemui.

Sore hari, menjelang matahari terbenam, kami menaiki kereta yang ditarik oleh kuda-kuda yang berlari cepat, yang kecepatannya sungguh luar biasa. Karena itu saya melihat bagian yang hebat dari kota ini dan sekitarnya adalah sebagian besar penduduknya sopan dan menyenangkan. Ini seperti yang kami inginkan.

*tulisan ini merupakan terjemahan dari buku karya William Barrington d’Almeid berjudul Life in Java, “With Sketches of the Javanese” yang diterbitkan tahun 1864. Pernah ditulis dalam laman FB oleh Kuncarsono Prasetyo

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun