Mohon tunggu...
R A Kurniasih
R A Kurniasih Mohon Tunggu... Penulis - Just blog and share

Dimana sebuah perjalanan berawal, disitulah sebuah kisah dimulai. \r\n

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Legenda, Kisah Pewayangan, dan Sejarah Gangsiran Aswatama

12 Mei 2020   12:23 Diperbarui: 12 Mei 2020   12:29 966
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gangsiran Aswatama (dokumentasi pribadi)

Peninggalan arkeologi ini berlokasi tak jauh dari kompleks candi Dieng, tepatnya pada pertigaan sebelum masuk lokasi wisata Candi Dieng di Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara. 

Situs yang disebut Gangsiran Aswatama (dibaca gangsiran aswotomo) ini bermakna lubang atau galian Aswatama dimana gangsir berarti lubang/galian dan Aswatama adalah nama tokoh epos pewayangan Mahabarata. 

Situs yang terletak di tepi pertigaan jalan ke arah candi Dieng ini berbentuk lubang-lubang dengan diameter 1-2m dan kedalaman hingga 5m. Dari kejauhan, situs ini tampak hanya seperti taman biasa yang tak begitu menarik untuk dikunjungi. Meskipun demikian situ ini ternyata menyimpan suatu kisah yang melegenda yang patut untuk diketahui.

Dikutip dari berbagai sumber, dikisahkan pada zaman akhir perang Baratayudha, Aswatama (putra dari pandita Druno/Durna dan Dewi Wilutama) dari kubu Kurawa berkeinginan untuk membalas dendam pada Kerajaan Amarta yakni Kubu Pandawa atas kematian dari ayahnya dan/kekalahannya. Karena penjagaan yang cukup ketat, Aswatama berencana untuk menyelinap secara diam-diam. Aswatama mencoba membuat lubang dengan keris sakti pemberian ibunya. Lubang ini cukup besar sehingga dapat dimasuki oleh manusia.

Pada versi yang lain disebutkan bahwa Aswatama menggangsir dengan bantuan pencahayaan dari ibunya. Aswatama pun berhasil, hingga mampu membunuh Raden Drestajumena yang telah membunuh ayahnya, Srikandi, Banowati, Pancawala, Dewi Wara Sembadra, Niken Larasati, dan Dewi Sulastri. Namun, keberhasilan ini hanya sesaat, ketika akan membunuh bayi bernama Parikesit, cucu Arjuna usahanya gagal. 

Bayi ini disebut memiliki insting sehingga menangis dan menendang keris arjuna yang ada di sebelahnya. Kerispun menembus dada Aswatama yang disertai dengan kematiannya. Di masyarakat, legenda ini merakyat sehingga pada bayi yang lahir pada zaman dahulu didekatkan dengan benda tajam.

Pada kisah lainnya diceritakan Aswatama ingin mencuri permata di telaga Bale Kambang. Untuk dapat mencuri permata tersebut, ia harus mengeringkan air di telaga dengan membuat lubang-lubang di bawah tanah. Serupa dengan legenda yang beredar, pada kisah pewayangan legenda ini bernama kisah Aswatama Nggangsir atau Nglandak atau Parikesit lahir. 

Pada kisah itu, diceritakan Aswatama, Kartamarma dan Resi Krepa bersama-sama ke Astinapura guna membunuh Pandawa beserta keluarganya. Mereka menemukan bayi Parikesit, pewaris tahta di Astina yang kemudian meronta saat akan dibunuh sehingga pusaka Arjuna terlempar dan mengenai dada Aswatama.

Terlepas dari kisah legenda, sejumlah arkeolog berpendapat bahwa lubang tersebut merupakan saluran air yang dibuat oleh masyarakat Hindu untuk mengeringkan air yang menggenangi kompleks candi Arjuna. 

Pendapat lain mengatakan bahwasannya gangsiran aswatama ini merupakan saluran pembuangan air yang diperkirakan dibangun sebelum pembangunan candi karena area yang akan dibangun candi terletak di sisi terendah. Secara tidak langung hal ini menunjukkan bahwa dulunya area candi penuh digenangi oleh air.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun