Mohon tunggu...
Haendy
Haendy Mohon Tunggu... Blogger, Football Anthutsias

mengamati dan menulis walau bukan seorang yang "ahli" | Footballism

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Setiap Minggu Healing, Tapi Apakah Benar-Benar Pulih

16 Juli 2025   13:29 Diperbarui: 16 Juli 2025   13:29 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 healing(rri.co.id)

Di berbagai sudut kota, mulai dari kafe kecil di Bali hingga kamar kos di Jakarta, kata healing berseliweran dalam percakapan harian. Healing hadir di caption media sosial Instagram, di label spanduk travel, hingga dalam obrolan di grup WhatsApp, seperti "Maaf ya, lagi healing dari hidup." dan hiatus selama beberapa minggu.

Healing kini bukan lagi proses sunyi untuk merawat diri, tapi telah berubah menjadi ritual gaya hidup modern, healing merupakan cara cepat untuk menawarkan kesehatan secara visual, dan dikemas rapi untuk dilihat, bukan dirasakan.

Ketenangan yang Justru Melelahkan

Fenomena ini mencerminkan bagaimana generasi urban, khususnya Gen Z dan milenial yang akrab dengan media sosial, menyikapi tekanan hidup. Mereka tumbuh di tengah tuntutan produktivitas tanpa jeda, di mana istirahat pun harus terasa berguna. Di saat ruang kerja makin sempit, biaya hidup makin tinggi, dan tekanan sosial makin tajam, healing menjadi pelarian yang terlihat sehat, meski kadang justru menutupi luka yang lebih dalam.

Data dari Katadata Insight Center (2023) menunjukkan bahwa 67% anak muda di Indonesia mengalami burnout dalam 6 bulan terakhir, namun hanya 14% yang mengakses layanan psikolog atau konselor. Sisanya lebih memilih apa yang disebut "self-healing" meliputi belanja, staycation, atau berkumpul untuk olahraga.

Pertanyaanya apakah semua itu benar-benar menyembuhkan?

Kelelahan Disulap Jadi Tren

Alih-alih memperlambat ritme kegiatan, tren healing sering kali justru menambah tekanan baru. Kegiatan sehari-hari merupakan keluaran dimana kita harus tampak tenang, harus terlihat bahagia, harus mengunggah momen "me time" yang indah. Di dunia di mana jeda pun harus divisualkan, kelelahan tidak lagi dipulihkan, melainkan disembunyikan, rapuh.

Seorang psikolog klinis dari Universitas Indonesia mencatat, banyak pasien muda yang datang bukan karena tidak tahu cara beristirahat, tapi karena tidak diizinkan secara sosial untuk berhenti sejenak tanpa rasa bersalah dari lingkungannya, baik dirumah, sekolah, kampus dan kegiatan.

Budaya Ditekan Tapi Menuntut Stabil

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun