Bagi yang belum tahu, istilah pasangan dadakan ini karena keduanya bermain tidak dengan pasangan mereka masing-masing.
Fajar biasanya bermain dengan Muhammad Rian Ardianto. Namun, Rian meminta izin untuk jeda sejenak karena istrinya melahirkan. Sementara Fikri yang selama ini main dengan Daniel Marthin, pasangannya tersebut mengalami cedera dan harus menepi cukup lama.
Karena keduanya 'nganggur', Federasi Bulutangkis Indonesia (PBSI) lantas memasangkan mereka untuk tampil di dua turnamen. Yakni Japan Open 2025 dan China Open 2025.
Lalu, dengan sama-sama berpengalaman, sama-sama pernah juara All England, kenapa kok mereka diragukan?
Karena keduanya merupakan pemain depan. Istilah di bulutangkis, baik Fajar dan Fikri sama-sama pemain PM.Â
Ketika mereka dipasangkan, karena sama-sama tipikal pemain depan, lantas menjadi pertanyaan, siapa yang akan menjadi pemain back court yang meng-cover lini belakang? Poin itu yang membua mereka diragukan.
Namun, banyak orang lupa bahwa Fajar dan Fikri dulunya berasal dari klub yang sama, SGS Bandung. Itu membuat mereka sejeatinya sudah punya chemistry.
Fajar/Fikri lantas menjawabnya dengan start lumayan di Japan Open 2025. Mereka mengalahkan rekan senegara, Sabar Karyaman/Reza Pahlevi dua game langsung. Meski di game pertama melewati setting point, 24-22 dan 21-12.
Perjalanan Fajar/Fikri akhirnya terhenti di perempat final setelah 'kalah beruntung' dari ganda putra Malaysia unggulan 1, Goh Sze Fei/Nur Izzuddin lewat rubber game 13-21, 21-17, 20-22.
Dalam bulutangkis sistem reli poin, ketika terjadi setting point 20-20 yang pemenangnya harus unggul dua angka dari lawannya,faktor keberuntungan memang acapkali berperan.
Tapi, debut di Japan Open 2025 itu justru memotivasi Fajar/Fikri. Mereka jadi tahu potensi besar mereka bila main bersama. Dan, mereka termotvasi untuk tampil lebih baik di China Open 2025.