Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Insiden Ngeri Kiper Persik Kediri dan "Horor" Berulang di Liga Indonesia

10 Januari 2022   15:41 Diperbarui: 12 Januari 2022   01:49 2453
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Laga Borneo FC melawan Persik Kediri di Liga 1 akhir pekan kemarin sempat memunculkan insiden mencemaskan/Foto: ANTARA Foto/Nyoman Hendra Wibowo via Kompas.com

Kedua, perlu ada edukasi.

Ini masih berkaitan dengan poin pertama. Pihak klub seharusnya memberikan edukasi kepada para pemainnya. Bahwa, keselamatan pemain ketika bertanding, di atas segalanya. Keselamatan lebih penting dari kemenangan.

Buat apa menang bila harus mencederai lawan apalagi sampai menyebabkan pemain lawan kehilangan nyawa.

Bahwa, yang patut diingat semua pemain, mereka itu sama-sama bekerja 'nyari makan' di lapangan. Demi karier dan keluarga masing-masing. Karenanya, tidak seharusnya ada kesengajaan mencederai pemain lawan. Apalagi menyebabkan cedera parah bahkan kematian.

Ini tidak hanya berlaku untuk tim-tim Liga 1.

Tetapi juga menjadi "panggilan" bagi pelatih-pelatih di level Sekolah Sepak Bola (SSB) untuk menanamkan nilai respek sejak dini kepada anak didiknya agar tidak ada niat mencederai lawan.

Sebab, selama ini, setahu saya, jargon yang justru populer di sepak bola kita adalah, "bola boleh lewat, tapi orangnya jangan".

Tentu saja, sepak bola sebagai olahraga fisik, rentan benturan fisik. Tidak bisa dihindari. Pelanggaran menjadi biasa. Mustahil selama pertandingan tidak ada pelanggaran. Malah kadang ada bumbu emosi yang mengiringi. Tapi tentu beda cerita ketika sudah sengaja mencederai lawan.

Apalagi bila pemain sejak dini dicekoki dengan jargon "menang adalah harga mati". Sehingga ketika bermain merasa mutlak harus menang dan menang. Jadinya yang terjadi di lapangan, "pokok e menang".

Padahal, tim sehebat Barcelona dan Real Madrid yang pernah jadi tim terhebat di Eropa dan dunia saja tidak selalu menang. Ada pasang surutnya. Ada kalanya mereka bahkan kalah dari tim papan bawah.

Barcelona pernah butuh waktu 14 tahun untuk bisa kembali juara Liga Champions di tahun 2006. Real Madrid yang merupakan tim paling sukses di Eropa, juga pernah butuh 12 tahun untuk kembali juara Liga Champions di tahun 2014.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun