Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Mengulik "Mind Games" Pemain-pemain Malaysia Jelang Menantang Indonesia

18 Desember 2021   11:25 Diperbarui: 18 Desember 2021   12:13 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tim Garuda harus tidak bole terpengaruh dengan mind game yang dilancarkan Malaysia jelang tampil di laga terakhir Grup B, Minggu (19/12)/Kompas.com

Tetangga berisik. Noisy neighbors.

Begitu frasa terkenal yang pernah diucapkan pelatih legendaris Manchester United (MU), Sir Alex Ferguson untuk menyindir klub tetangga, Manchester City.

Kala itu, Sir Alex merasa jengah ketika 'keluarga besar' Manchester City yang menjadi tim kaya baru, acapkali nyinyir mengusik rumah tangga Manchester United.

Lantas, keluarlah ucapan terkenal itu.

Nah, frasa tetangga berisik itu kiranya cocok untuk menggambarkan rivalitas klasik antara Timnas Indonesia dengan tim negeri jiran, Malaysia di panggung sepak bola.

Utamanya jelang Indonesia bertemu Malaysia di laga terakhir penyisihan Grup B Piala AFF 2020, Minggu (19/12). Laga ini akan menentukan lolos tidaknya kedua tim ke semifinal.

Komentar pedas pemain Malaysia menyentil Indonesia

Ya, di ranah sepak bola, sebagai tetangga, Malaysia bukanlah tetangga yang pendiam. Sebaliknya, negeri jiran itu seringkali berisik.

Sampeyan (Anda) yang rajin mengikuti kabar dari panggung Piala AFF 2020, pasti paham. Betapa, Timnas Malaysia acapkali jadi newsmaker di media.

Di antaranya kabar viral bahwa Malaysia bakal mundur dari Piala AFF 2020 karena krisis pemain imbas beberapa pemain terpapar Covid-19. Nyatanya, kabar itu tidak benar.

Lalu, ketika pemain Indonesia, Elkan Baggott dilarang tampil saat melawan Vietnam karena terindikasi satu pesawat dengan penumpang terpapar Covid-19 saat perjalanan dari Inggris, juga jadi ramai.

Penyebabnya, pemain Malaysia, Safawi Rasid yang satu kamar dengan rekannya yang positif Covid-19, masih boleh bermain.

Netizen Indonesia lantas membandingkan perlakuan terhadap Elkan dan Safawi. Bahkan, netizen Indonesia yang terkenal militan, menggeruduk akun media sosial bintang Malaysia itu.

Malah, pemain tim Harimau Malaya-julukan Malaysia seperti senang mengumbar komentar kontroversial dengan mengungkit Timnas Indonesia. Tentu saja, komentar itu digoreng media dan menjadi ramai.

Paling panas adalah komentar Safawi Rasid yang jadi viral di media. Pemicunya adalah komentar Safawi terkait persaingan di Grup B.

Dia menyebut Vietnam dan Indonesia tidak ada bedanya dengan Laos. Dia pede Malaysia punya skuad oke dan selama mengikuti instruksi pelatih, timnya bakal meraih hasil bagus.

"Bagi saya, tim mana pun, termasuk, Vietnam, Indonesia dan Laos sama saja. Kami bisa melakukan sesuatu, mendapatkan hasil yang baik asal mengikuti instruksi pelatih," kata Safawi dilansir Stadium Astro, Jumat (10/12/2021).

"Saya tidak fokus pada kemampuan individu seorang. Kami fokus pada semangat tim. Formasinya bagus, saya harap rekan-rekan bisa mengikuti," sambung Safawi.

Entah itu jawaban spontan ketika dia ditanya wartawan, atau memang dia sengaja berkomentar begitu sebagai psywar sebelum melawan Vietnam dan Indonesia.

Yang jelas, komentar pemain klub Johor Darul Tazim yang sedang dipinjamkan ke klub Liga Portugal, Portimonense, itu muncul setelah Malaysia menang 4-0 atas Laos di pertandingan kedua Grup B (9/12). Safawi mencetak hat-trick di laga itu.

Nah, komentar menyamakan Vietnam dan Indonesia dengan Laos itu mungkin karena dia kelewat pede dengan performa Malaysia yang meraih kemenangan beruntun atas Kamboja (menang 3-1) dan Laos.

Yang terjadi kemudian, Malaysia diganyang Vietnam dengan skor telak, 0-3 (12/12). Sayangnya, media tidak mewawacarai Safawi setelah kekalahan itu. Padahal, saya sungguh penasaran mendengar komentarnya. 

Sebelumnya, mantan penyerang Timnas Malaysia, Safee Salii dalam wawancara dengan media Vietnam, Zing News, terkesan menyudutkan Indonesia. Safee memprediksi Vietnam dan Malaysia akan menjadi dua tim teratas yang lolos dari Grup B.

Tidak sampai disitu, Safee juga menyebut Indonesia yang berada di Grup B, tidak mungkin lolos karena membawa pemain muda minim pengalaman.

"Indonesia membawa tim muda dan potensial ke turnamen ini, tetapi dibandingkan dengan para pesaingnya, para pemain muda itu masih kurang berpengalaman," ujar Safee.

"Tidak peduli seberapa ambisius Shin Tae-yong, dia harus menerima kenyataan bahwa Piala AFF 2020 bukanlah waktu terbaik untuk mengharapkan sesuatu yang besar dari skuadnya,"sambung penyerang yang membawa Malaysia juara Piala AFF 2010 ini.

Toh, mau seperti apa komentar Safee Sali dan Safawi Rasid, yang pasti, kekalahan dari Vietnam itu membuat Malaysia kini dalam posisi terjepit.

Sebab, untuk lolos ke semifinal, mereka harus menang saat menghadapi Indonesia di pertandingan terakhir. Sementara Indonesia hanya butuh imbang untuk lolos.

Pemain Malaysia mengumbar komentar di media, bagian mind games?

Dalam ranah rivalitas di sepak bola, sebenarnya tidak ada yang salah dengan komentar Safawi maupun Safee Sali itu.

Anggap saja itu bagian dari 'mind games' sebelum pertandingan. Dia sengaja mengentil tim lawan dengan komentar yang bernada meremehkan.

Perang komentar yang melibatkan pemain ataupun pelatih sebelum pertandingan itu seperti bumbu yang membuat pertandingan sepak bola menjadi lebih greget. Jadi lebih panas.

Sampeyan yang penggemar Liga Inggris era 90-an dan awal 2000-an pasti akrab dengan mind games ini.

Dulu, hampir setiap pekan, selalu ada perang urat syarat yang melibatkan Sir Alex Ferguson dengan Arsene Wenger (Arsenal). Lantas, ketika Jose Mourinho melatih Chelsea di musim 2004/05, mind games di Liga Inggris kedatangan 'pemain baru'.

Perihal mind games ini, analis Adit Ganguly dalam ulasannya di Sportskeeda berjudul "How important are Mind Games in Football?" menyebut bahwa permainan pikiran kini telah menjadi bagian integral dari permainan sepak bola.

Menurutnya, mematahkan semangat lawan di luar lapangan sama pentingnya dengan mengalahkan lawan di lapangan. Sebab, serangan kata-kata yang tertanam di pikiran, akan tumbuh seperti benih dan akan menyebar ke jiwa manusia.

"Sepak bola bukan hanya tentang siapa yang bermain lebih baik di lapangan atau siapa yang memiliki tim yang lebih kuat. Ini juga tentang kemampuan menjaga pikiran Anda di bawah tekanan dan bekerja mencapai tujuan tanpa terganggu oleh upaya lawan Anda untuk mengusir Anda secara mental," tulis Adit Ganguly.

Adit menyebut sepak bola era kekinian berbeda dengan dulu. Utamanya dengan media mainstream dan media sosial yang mengamati setiap gerak dan ucapan pemain juga pelatih. Kerumunan media itu membuat dampak mind games menjadi semakin berbahaya.

"Kita memasuki era di mana pertarungan kecerdasan sama pentingnya dengan memasukkan bola ke gawang lawan. Tidak ada keraguan, kita sekarang sedang memasuki fase di mana pikiran manusia dapat menjadi teman terbaik atau musuh Anda yang paling tangguh. Di mana kejuaraan bisa dimenangkan atau kalah bahkan sebelum pertandingan dimulai," begitu analisis Adit.

Saya mengamini sekaligus terhenyak membaca analisis tersebut. Saya sepakat bahwa sepak bola masa kini bukan hanya tentang memuji calon lawan sebelum pertandingan. Tapi juga melancarkan 'perang pikiran'.

Nah, merujuk itu, komentar pemain Malaysia yang menyentil Indonesia di Piala AFF 2020 bukan tanpa tujuan. Sebab, mereka tahu, Indonesia akan menjadi lawan Malaysia. Karenanya, komentar itu punya maksud.

Sebut saja maksud dari komentar bernada meremehkan itu tujuannya sekadar untuk mengacaukan fokus dan ketenangan pemain-pemain Indonesia.

Namanya manusia, bukan tidak mungkin karena gregetan dengan pemain yang suka nyinyir, akhirnya mainnya jadi emosi dan kurang fokus karena ingin 'memberikan pelajaran' kepada pemain yang bersangkutan.

Terlebih di pertandingan yang menentukan lolos tidaknya kedua tim ke semifinal Piala AFF 2020. Penentunya bukan hanya kemampuan teknis, tetapi juga mental dan ketenangan.

Apakah Malaysia akan diuntungkan dengan mind games itu?

Belum tentu. Nyatanya, mereka kalah 0-3 dari Vietnam setelah komentar pedas Safawi itu.

Bagaimanapun, meski bisa berpengaruh buruk, dampak dari mind games sejatinya bisa dikendalikan.

Selama Evan Dimas Darmono dan kawan-kawan mampu tampil kalem dan fokus pada strategi main serta mengeluarkan kemampuan terbaiknya, mind games itu hanya pemanis pertandingan saja.

Mudah-mudahan, anak asuh Shin Tae-yong bisa tampil tenang menghadapi Malaysia. Bilapun laga melawan Malaysia nanti akan sangat menguras emosi pemain, Evan Dimas dkk hanya perlu fokus pada tujuan: lolos ke semifinal.

Entah bagaimana caranya. Apakah Indonesia akan kembali bermain menunggu seperti saat melawan Vietnam karena hanya butuh hasil imbang. Ataukah Indonesia akan tampil normal, menyerang dan memburu gol demi meraih kemenangan.

Apapun itu, Indonesia harus tampil kalem. Sebab, beban sejatinya lebih besar ada di pikiran pemain-pemain Malaysia karena mereka harus menang di laga nanti. Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun