Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Agar Pernikahan Kembali Segar, Datanglah ke Acara Akad Nikah

8 September 2020   10:20 Diperbarui: 8 September 2020   12:20 427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hadir di acara akad nikah bagus untuk menyegarkan pernikahan. Kita bisa mendapatkan motivasi baru sehingga bisa saling menguatkan menjalani badai di masa pandemi. Bukan malah memilih berpisah. Foto: https://www.abc.net.au/

Tidak sedikit orang yang berpikir bahwa kebahagiaan pernikahan itu tergantung dari usia pernikahan. Maksudnya, bila masih berstatus pengantin berbilang tahunan, akan dianggap sedang bahagia-bahagianya.

Sebaliknya, bila usia pernikahannya sudah melewati masa puluhan tahun, bahagianya dianggap sudah berkurang. Menipis. Pernikahan yang dulu indah, dicitrakan sudah habis bahagianya.

Pernikahannya dianggap sudah kering bahagia. Ada yang sudah tidak betah di rumah. Karenanya, tidak jarang lantas bercerai hanya karena masalah receh. Sepele. Bahkan, masalah kecil dibesar-besarkan karena memang ingin berpisah.

Alasannya sudah tidak ada kecocokan. Katanya sudah tidak saling cinta. Apalagi bila ada embel-embel urusan ekonomi. Padahal, semua masalah sebenarnya masih bisa dicarikan jalan keluar dengan cara bicara baik-baik.

Seperti tanaman, pernikahan perlu disegarkan agar tidak 'layu'

Apakah benar seperti itu?

Saya dulu juga pernah mendapatkan citra seperti itu. Dulu ketika masih berstatus pengantin baru, ada orang di tempat kerja yang sukanya nyinyir. Dia senang mengomentari urusan orang lain.

Ketika saya menikmati makan siang yang dibawakan istri, dibilang wajar pengantin baru makanya dibawakan bekal dari rumah. Ketika saat istirahat saya menelpon istri untuk bertanya kabar bagaimana hari ini, dibilang maklum masih pasangan baru.

"Biasa, kalau masih (pengantin) baru memang seperti itu. Seolah mesra terus. Tapi coba nanti lima tahun ke depan, gak bakalan kayak gitu," ujar si tukang nyinyir itu.

Padahal, ketika kini usia pernikahan saya sudah hampir berjalan 10 tahun, toh masih baik-baik saja. Tetap bahagia. Bahkan bertambah. Tidak berubah jadi kaku. Kalaupun tidak rutin membawa bekal seperti dulu, istri selalu mengingatkan untuk tidak lupa makan siang.

Karenanya, saya tidak pernah percaya ucapan orang bahwa kebahagiaan berumah tangga itu tergantung usia pernikahan. Sebab, mau bahagia atau tidak, sejatinya kita bisa menciptakannya dengan kedewasaan, nrimo ing pandum (mensyukuri apa yang ada).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun