Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

Introspeksi dan Inovasi, Kunci Marcus/Kevin Meraih Gelar Semudah "Share Pesan Broadcast"

12 November 2019   14:13 Diperbarui: 12 November 2019   14:23 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ganda putra Indonesia, Kevin Sanjaya (kiri) dan Marcus Gideon, sudah memenangi 8 gelar BWF di tahun ini. Level permainan mereka kini mengungguli ganda putra dunia lainnya/Foto: Olahraga.Kompas.com

Apa yang membuat orang hebat di bidangnya bisa bertahan lama menikmati kesuksesannya? Jawabannya ternyata sederhana: bercermin. Tentunya bukanbercermin yang sekadar memandangi rupa diri di kaca cermin. Tidak begitu.

Namun, mereka yang mampu bercermin dengan menengok masa lalu perihal apa saja yang membuat mereka sukses maupun gagal. Juga membayangkan gambaran situasi persaingan di masa depan. Lantas, membuat rencana matang menghadapi situasi bayangan itu demi melanggengkan sukses.

Rutinitas "bercermin" itulah yang dulunya dilakukan mendiang Steve Paul Jobs. Dalam salah satu quote terkenalnya, orang jenius yang dikenal sebagai pencetus Apple Inc dan studio animasi Pixar yang melahirkan film-film apik seperti Toy Story hingga Monster Inc ini pernah bilang begini:

"For the past 33 years, I have looked in the mirror every morning and asked myself: 'If today were the last day of my life, would I want to do what I am about to do today?' And whenever the answer has been 'No' for too many days in a row, I know I need to change something".

Inti dari ucapan Steve Jobs tersebut, dia tidak mau hari ini hanya melakukan hal sama seperti hari kemarin. Melewatkan hari demi hari dengan melakukan pekerjaan yang terus berulang. Begitu-begitu saja. Jobs sadar, dirinya butuh perubahan. Semangat perubahan itulah yang lantas membuat hidupnya penuh dengan inovasi.

Tentu saja, inovasi tidak selalu cepat kelihatan hasilnya. Terkadang ia butuh waktu. Dan, selama perjalanan waktu mempraktekkan inovasi itu, kesalahan dan kegagalan acapkali terjadi. Disinilah momentum pentingnya. Apakah inovasi yang direncanakan itu layu sebelum berkembang karena tidak bisa move on dari kegagalan. Atau, belajar dari kesalahan sehingga terciptalah inovasi  itu.

Persis seperti ucapan Steve Jobs lainnya: "Sometimes when you innovate, you make mistakes. It is best to admit them quickly and get on with improving your other innovations".

Di Fuzhou, Marcus/Kevin meraih gelar kedelapan di tahun ini

Saya mendadak teringat dengan Steve Jobs serta quote hebatnya setelah menyaksikan penampilan ganda putra Indonesia, Marcus Gideon/Kevin Sanjaya di turnamen BWF World Tour Super 750 yang baru berakhir, Minggu (10/11).

Kita tahu, Marcus/Kevin menjadi juara sekaligus mempertahankan gelarnya di turnamen tersebut. Mereka bahkan meraih empat gelar beruntun di turnamen itu yang menjadi rekor.

Namun, bukan hanya raihan gelar itu yang menarik untuk diulas. Tetapi, bagaimana penampilan pasangan ganda putra berjuluk Minnions ini yang patut dibahas.

Marcus dan Kevin, juara du Fuzhou China Open 2019/Foto: badmintonindonesia.org
Marcus dan Kevin, juara du Fuzhou China Open 2019/Foto: badmintonindonesia.org
Bagi Marcus dan Kevin, gelar juara bukanlah barang langka. Bukan hal mahal. Malah, merujuk prestasi mereka di tahun ini, meraih gelar di turnamen BWF World Tour itu serasa semudah membagikan pesan broadcast di platform percakapan WhatsApp. Seolah tinggal sentuh layar gawai.

Lha wong tahun ini, Marcus/Kevin sudah meraih 8 gelar BWF World Tour. Jumlah itu menyamai pencapaian terbanyak mereka tahun lalu yang juga sudah menjadi rekor. 

Nah, masih ada dua turnamen tersisa di tahun ini. Bila kembali menjadi juara di salah satu turnamen saja, Minnions mengukir rekor sebagai pemain/pasangan dengan rekor raihan gelar terbanyak dalam satu tahun sepanjang sejarah. 

Sempat beberapa kali mengalami episode buruk, bangkit lewat introspeksi

Apa yang membuat Marcus dan Kevin bisa juara di hampir semua turnamen BWF World Tour yang mereka ikuti? Sebenarnya, tidak melulu karena kualitas permainan. Mereka memang punya skill permainan kelas dunia yang membuat mereka bisa awet berbulan-bulan sebagai BWF Mens Double world number 1. 

Namun, bila sekadar mengandalkan skill, rasanya akan sulit bertahan lama. Sebab, lawan-lawan mereka pastinya juga telah memelototi cara mereka bermain. Apa susahnya. Lha wong tinggal melihat rekaman video saat mereka bermain.

Apalagi, di era bulutangkis sekarang yang persaingannya super ketat dengan lawan-lawannya ya cuma itu-itu saja, mengandalkan skill saja tidak cukup. Sebab, lawan-lawan mereka juga pasti terus mengasah skill. Mereka pasti terus mencari kelemahan Marcus/Kevin.

Pemain-pemain ganda putra dunia juga pastinya sangat termotivasi mengalahkan Marcus/Kevin. Sebab, bila bisa mengalahkan ganda putra rangking 1 dunia, tentunya itu akan menjadi 'promosi' kilat untuk menaikkan reputasi mereka. Siapa yang mengalahkan Minnions, pastinya akan langsung diperhitungkan. Karenanya, jangan heran bila semua pemain termotivasi bisa mengalahkan mereka.  

Dan memang, Marcus dan Kevin sempat mengalami beberapa 'episode pahit' di tahun ini. Mereka tidak selalu juara. Mereka sempat merasakan betapa persaingan sektor ganda putra sangat ketat. Merasakan kekalahan. Bahkan, mereka sempat diragukan bisa meraih banyak gelar seperti tahun lalu.

Mereka gagal di All England 2019 pada awal Maret 2019. Datang dengan status juara di dua edisi sebelumnya dan memburu hat-trick (juara tiga kali beruntun) di turnamen tertua ini, siapa sangka, mereka malah langsung tersingkir. Marcus/Kevin kalah dari ganda Tiongkok juara dunia 2017, Liu Cheng/Zhang Nan lewat rubber game 19-21, 22-20, 17-21 di putaran pertama.

Sebulan kemudian, di Kejuaraan Asia 2019 (Badminton Asia Championship 2019), Marcus dan Kevin juga tak mampu juara. Mereka kalah di final dari ganda putra Jepang, Hiroyuki Endo/Yuta Watanabe.

Berikutnya, di Kejuaraan Dunia 2019 yang digelar di Basel pada pertengahan Agustus, Marcus/Kevin juga kandas. Berharap meraih gelar perdana sebagai juara dunia, mereka malah kalah di putaran kedua dari ganda dadakan Korea Selatan, Choi-Sol-gyu/Seo Seung-jae.

Sebulan kemudian, di Korea Open Super 500, Marcus/Kevin juga gagal. Mereka terhenti di perempat final setelah kalah dari sesama pemain Pelatnas, Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto di perempat final.

Itu deretan kegagalan Marcus/Kevin di tahun ini. Tapi hebatnya, Marcus/Kevin tidak pernah meratapi kegagalan dalam waktu lama. Mereka cepat move on nya. Mereka bisa cepat bangkit. Bahkan, setelah kegagalan di Kejuaraan Dunia 2019, mereka bisa meraih empat gelar.

Apa yang membuat Marcus/Kevin bisa cepat bangkit? 

Bangkit dalam artian sebenarnya. Setelah gagal di turnamen penting, mereka langsung juara ketika kembali tampil di turnamen berikutnya.

Dalam wawancara dengan badmintonindonesia.org, Marcus Gideoan mengakui bahwa dirinya bersama Kevin Sanjaya, sempat tidak tampil bagus di awal tahun. "Tapi kami belajar di mana salahnya dan bagaimana cara mengatasinya," ujar Marcus.

Ya, Marcus/Kevin tidak sekadar tampil di turnamen demi turnamen. Di tengah jadwal padat, mereka rutin melakukan introspeksi apa yang salah dari permainan mereka sehingga bisa kalah. Tentunya dengan arahan coach Herry Imam Pierngadi dan Aryono Minarat. Instrospeksi itulah yang membuat mereka bisa belajar dari kegagalan dan kembali meraih hasil bagus.  

Berkat inovasi permainan, level Marcus/Kevin kini melesat di atas ganda putra dunia

Tentu saja, tak sekadar introspeksi, tetapi juga mencoba mencari jalan keluarnya. Seperti kata Steve Jobs, apa yang dilakukan Marcus/Kevin hari ini, tidak sama dengan hari sebelumnya. Penampilan mereka di turnamen sekarang, berbeda dengan turnamen sebelumnya. Mereka berinovasi dalam permainan.

Penampilan Marcus/Kevin di Fuzhou China Open 2019 pekan lalu menjadi bukti. Betapa level permainan mereka kini telah meningkat drastis. Bahkan, sudah meninggalkan levelnya ganda putra dunia lainnya. Mereka kini seperti tidak punya lawan sebanding.

Faktanya, di final, Marcus/Kevin menang mudah atas pasangan Jepang, Takeshi Kamura/Keigo Sonoda, 21-17, 21-9. Final BWF World Tour macam apa itu yang hanya menghasilkan skor 9 di game penentuan. Padahal, di pertemuan sebelumnya, ganda putra Jepang ini selalu menjadi lawan yang ulet dan sulit ditaklukkan.

Sebelumnya, di semifinal, mereka menang 21-16, 21-10 atas ganda India, Satwiksairaj Rankireddy/Chirag Shetty. Yang menarik dari laga ini, ganda India tersebut mengalahkan pasangan Tiongkok juara dunia 2018, Li Junhui/Liu Yuchen di perempat final. Padahal, akan menarik bila Marcus/Kevin bertemu Li/Liu yang merupakan 'musuh bebuyutan'. Nyatanya, penampilan Li/Liu tahun ini menurun.

Marcus/Kevin juga sangat menikmati permainan. Ketika melawan ganda Jepang di final, mereka beberapa kali melakukan aksi-aksi pukulan 'tipuan'. Termasuk poin kemenangan di game kedua yang membuat mereka juara. Betapa Kevin melakukan pukulan tipuan di depan net yang sukar dipercaya. Silahkan melihatnya di tayangan ulang di channel Youtube

"Kami senang dengan penampilan kami, kami merasa bisa menikmati permainan dan tampil cukup baik," ujar Marcus dikutip dari badmintonindonesia.org.

Selain angka kemenangan yang mencolok yang menunjukkan betapa ganasnya Marcus dan Kevin saat menyerang, Fuzhou Open 2019 juga menampilkan fakta lain. Marcus/Kevin kini juga semakin oke dalam bertahan. Sebuah akun media sosial menyebut mereka "raja defense baru".      

Ya, bila di awal 2019 silam, Marcus/Kevin dikenal sebagai pasagan all out attack yang defense nya terkadang kedodoran, mereka kini punya defense kokoh. Di Fuzhou Open, termasuk di French Open dan Denmark Open di mana mereka juga jadi juara, Minnions menampilkan penyelamatan-penyelamatan luar biasa. Tak jarang, mereka jatuh bangun untuk mengembalikan shuttlecock ketika diserang.

Faktanya, mereka kini tidak pernah lagi kehilangan game dengan skor mencolok. Di Fuzhou China Open, sekali mereka kehilangan game. Yakni saat main rubber game dengan ganda Tiongkok, He Jiting/Tan Qiang di putaran kedua. Mereka kalah 16-21 di game pertama. Lalu di French Open, mereka juga sekali kehilangan game, 19-21 saat melawan ganda muda Tiongkok, Di Zijian/Wang Chang di putaran pertama.

Skor kekalahan mereka tipis. Bandingkan dengan kekalahan di final Kejuaraan Asia 2019 lalu. Marcus/Kevin kalah dengan skor 18-21, 3-21 dari ganda Jepang, Hiroyuki Endo/Yuta Watanabe yang dijuluki masternya defense.

Pekan ini tampil di Hong Kong Open, berpeluang tambah gelar

Nah, merujuk pada kondisi Marcus/Kevin yang tengah on fire, pekan ini mereka berpeluang meraih gelar kesembilan mereka di tahun 2019. Minnions akan tampil di Hong Kong Open Super 500.

Berstatus sebagai unggulan 1, Marcus/Kevin akan berupaya memburu hat-trick gelar di Hong Kong Open. Ya, mereka merupakan juara dalam dua edisi terakhir turnamen yang digelar sejak tahun 1982 ini.

Peluang juara terbuka. Lha wong lawan-lawan yang dihadapi tetap sama itu-itu saja. Mereka bisa bertemu gand Tiongkok, Liu Cheng/Huang Kaixiang di putaran kedua. Lalu mungkin bertemu He Jiting/Tan Qiang atau Endo/Watanabe di perempat final.

Karenanya, selama bisa tampil 'normal', Marcus/Kevin seharusnya bisa juara. Terpenting, mereka bisa mengatur kondisi fisik dengan kejuaraan beruntun seperti ini. Toh, lawan-lawan mereka juga tampil pekan lalu di Fuzhou.

Jadi, kondisi fisik bukanlah alasan. Penentunya adalah bagaimana mereka melakukan introspeksi penampilan di Fuzhou China Open. Lantas, melakukan inovasi di lapangan demi memberikan kejutan pada lawan yang tentunya sudah menyiapkan strategi. Itu kuncinya.

Andai Marcus/Kevin kembali juara di Hong Kong Open 2019, itu menjadi penegas bahwa kualitas mereka kini memang telah jauh meninggalkan lawan-lawan mereka. Mereka-lah pemimpin di sektor ganda putra sekarang ini. Dan itu berkat introspeksi dan inovasi.

Seperti kata Steve Jobs: "Innovation distinguishes between a leader and a follower". Ya, inovasi membedakan antara seorang pemimpin dan seorang pengikut. Salam bulutangkis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun