Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Raket Artikel Utama

Demi Olimpiade, Marcus/Kevin Harus Mulai "Hemat Tenaga" di 2019

9 Februari 2019   16:18 Diperbarui: 10 Februari 2019   10:49 548
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Marcus/Kevin, harus mulai hemat tenaga demi Olimpiade 2020/Foto: ANTARA FOTO/Humas PBSI-Widya

Kabar perbulutangkisan dunia di awal tahun 2019 ini sempat digegerkan oleh mundurnya beberapa pemain top dari "pelatnas" di negaranya masing-masing. Tunggal putri terbaik Jepang, Nozomi Okuhara salah satunya. Juara dunia 2017 ini memilih berlatih sendiri dan mengatur jadwal tampil di turnamen.

Sebelumnya, Asosiasi Badminton Malaysia (BAM) juga menjadi pemberitaan ketika dua ganda senior peraih medali perak Olimpiade 2016, memilih mundur. Ganda putra Goh V Shem/Tan Wee Kiong dan ganda campuran, Chan Peng Soon/Goh Liu Ying memilih mandiri.

Bahkan, ketika Chan Peng Soon/Goh Lou Ying tampil di Indonesia Masters 2019 pada pertengahan Januari lalu, mereka tidak didampingi pelatih. Toh, Chan Peng Soon/Goh Lou Ying sudah meraih gelar di Thailand Masters 2019 awal tahun ini. Begitu juga Goh V Shem/Tan Wee Kiong.

Jumlah pemain yang memilih mundur dari 'pelatnas' di negara mereka semakin bertambah banyak setelah tunggal putri Thailand, Porpawee Cochuwong juga mengikuti jejak Okuhara. Peraih medali perak kejuaraan dunia junior 2016 yang baru berusia 21 tahun ini memilih berkarier di jalur profesional.

Begitu juga ganda putra senior asal Denmark, Mathias Boe/Carsten Mogensen. Pasangan yang pernah menduduki rangking 1 dunia sebelum hadirnya Marcus Gideon/Kevin Sanjaya ini ingin berkarier sebagai pemain independen.

Di Indonesia, pasangan ganda putra senior, Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan juga memilih mundur dari Pelatnas. Mereka berkarier di jalur profesional. Meski, Hendra/Ahsan masih diizinkan ikut berlatih di Pelatnas. Tetapi bila ingin tampil di turnamen, biaya akomodasi dan lainnya ditanggung mereka sendiri.

Pertanyaannya, mengapa ada banyak pemain yang memilih mundur dari tim nasional di negaranya dan berkarier di jalur profesional maupun independen?

Dari beberapa referensi yang saya baca, jawabannya seragam. Yakni karena Olimpiade 2020 sudah dekat. Ya, waktu 17 bulan alias satu tahun lebih lima bulan sebelum Olimpiade Tokyo digelar adalah waktu yang pendek bagi pebulu tangkis-pebulu tangkis top dunia.

Mulai April nanti, mereka tidak hanya akan memulai penampilan di babak kualifikasi. Namun, mulai sekarang, mereka juga sudah harus pintar-pintar mengatur kondisi fisik. Utamanya demi menghindari cedera.

Nah, keputusan mundur itu dilakukan demi bisa mengatur kondisi Dengan mundur dari Timnas, para pemain bisa lebih fleksibel mengatur jadwal tampil di turnamen BWF World Tour yang super padat sepanjang tahun. 

Sebagai pemain independen, mereka bisa mengatur sendiri di turnamen mana saja mereka tampil atau tidak. Tentunya dengan tetap memperhatikan peraturan dari BWF perihal jumlah minimal turnamen yang harus diikuti.

Dengan mengatur jadwal tampil, tentunya mereka tidak akan terlalu sering bermain di turnamen. Dengan begitu, mereka yang apalagi mayoritas merupakan pemain senior, bisa menghindari risiko cedera akibat terlalu sering bermain. Sehingga, mereka bisa lebih fresh saat Olimpiade dimulai.

Harapan bebas dari cedera dan fresh saat tampil di Olimpiade nanti tidak melulu harus ditempuh dengan mundur dari pelatnas. Berada di pelatnas pun, pemain bisa mengatur kondisi mereka. Salah satu cara dengan selektif memilih turnamen BWF World Tour yang mereka ikuti.

Saran Susy Susanti untuk Marcus/Kevin

Harapan dan saran itulah yang disuarakan PBSI pada tengah pekan ini. PBSI melalui Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi PP PBSI Susy Susanti kepada pasangan ganda putra ranking satu dunia, Kevin Sanjaya Sukamuljo/Marcus Fernaldi Gideon. Kevin/Marcus diminta lebih selektif memilih turnamen di tahun 2019.

Kita tahu, dalam beberapa tahun terakhir, penampilan Marcus/Kevin tengah on fire. Di tahun 2017, mereka meraih tujuh gelar super series. Pada tahun 2018, mereka tetap mendominasi sektor ganda putra dengan raihan delapan gelar World Tour plus satu medali emas Asian Games 2018.

Merujuk fakta tersebut, Marcus/Kevin jelas menjadi harapan utama Indonesia untuk merebut medali emas Olimpiade 2020, sekaligus melanjutkan tradisi emas Olimpiade setelah 2016 lalu Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir juara di Olimpiade Rio de Janeiro.

"Kami berharap prestasi Kevin/Marcus peak-nya di olimpiade. Tapi kalau diumbar, ada masanya yang akan kena itu non-teknisnya, pasti akan mempengaruhi, mending diatur saja. Salah satu faktor mereka bisa selektif memilih turnamen karena memang sudah aman rankingnya, tapi kan bukan cuma jaga di rangking, tapi di kondisi, motivasi dan kalau terlalu over, ada jenuhnya. Kami harus bisa jaga kondisi mereka," sebut Susy dikutip dari Badminton Indonesia.

Menurut Susy, Kevin/Marcus lebih baik ekstra fokus ke major events di tahun ini. Seperti All England, Kejuaraan Dunia, Piala Sudirman, BWF Tour Finals. Dengan begitu, mereka bisa menjaga kondisi baik secara fisik maupun mental agar terhindar dari kejenuhan demi meraih peak performance di Olimpiade Tokyo 2020.

"Kevin/Marcus jangan dituntut terlalu berlebihan, mereka kan andalan kita di tahun depan (olimpiade). Yang penting posisi rankingnya tetap aman, kalau bisa bertengger di ranking satu, kalau bisa di tiga besar aman," sambung Susy.

Dengan statusnya sebagai pebulu tangkis yang pernah meraih medali emas Olimpiade 1992, pendapat Susy tersebut jelas kuat. Susy jelas tahu apa yang harus dipersiapkan untuk bisa tampil maksimal di ajang olahraga tertinggi di dunia tersebut. Susy juga pastinya paham, turnamen di eranya dulu belum sepadat sekarang.

Dan memang, Marcus/Kevin harus mulai selektif untuk tampil di turnamen bila ingin on fire di Olimpiade nanti. Selain Kejuaraan Dunia dan Piala Sudirman, untuk turnamen BWF Wold Tour bolehlah mereka tampil di level Super 1000 (level tertinggi) yakni di All England Open yang akan digelar awal Maret nanti dan Marcus/Kevin memburu hat-trick juara. Juga di Indonesia Open dan China Open.

Kalaupun masih kurang, beberapa turnamen di level Super 750 seperti Japan Open, Denmark Open, French Open atau Fuzhou China Open juga boleh. Namun, untuk turnamen level di bawahnya (Super 500), lebih baik bertahap mulai disetop alias tidak ikut tampil.

Toh, rival-rival Marcus/Kevin pastinya juga punya pemikiran yang sama. Faktanya, di awal tahun 2019 ini, Marcus/Kevin sudah tampil di dua turnamen. Yakni Malaysia Masters Super 500 dan Indonesia Masters Super 500. Mereka berhasil juara di dua turnamen tersebut.

Sementara ganda top Tiongkok seperti Li Junhui/Liu Yuchen, Han Chengkai/Zhou Haodong dan He Jiting/Tan Qiang baru tampil sekali di Indonesia Masters 2019. Artinya, Tiongkok juga mulai berhitung dan selektif dalam memilih turnamen yang diikuti atletnya.

Tentu saja, dengan tidak tampil di banyak turnamen, perolehan gelar Marcus/Kevin mungkin menurun dibandingkan tahun lalu. Begitu juga dengan perolehan poin mereka. Toh, poin Minions--julukan Marcus/Kevin kini sudah unggul jauh dari peringkat dua, Li Junhui/Liu Yuchen asal Tiongkok. Ranking mereka juga sangat aman untuk mendapat tiket ke Olimpiade 2020.

Namun, anggap saja itu risiko terbaik dari sebuah pilihan. Sebab, terkadang, kita memang tidak bisa memilih mendapatkan semuanya. Harus ada prioritas utama yang dikejar.

Tentu saja, harapan di atas kertas, mereka tampil di semua turnamen penting BWF World Tour dan meraih banyak gelar lantas tampil bugar dan segar di Olimpiade. Namun, kenyataan acapkali tidak seperti hitung-hitungan di atas kertas.

Karena memang, pebulu tangkis ranking 1 dunia sekalipun juga manusia biasa yang rentan kelelahan dan sewaktu-waktu juga bisa jenuh bila terus bertanding. Faktor ini tentunya bisa berpengaruh pada mental tanding. Belum lagi 'hantu cedera' yang bisa datang tiba-tiba dan tentu saja menjadi ancamana paling menakutkan bagi atlet.

Jadi, di tahun 2019 ini, jangan asal main di turnamen ya, Marcus/Kevin. Saatnya hemat tenaga. Sebab, gelar juara alias raihan medali emas di Olimpiade empat tahunan, tentu saja akan jauh lebih bermakna dan lebih diingat oleh siapa saja ketimbang gelar turnamen tahunan lainnya. Salam bulutangkis. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun