Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Apa Sih Susahnya Mengantre?

10 September 2018   23:14 Diperbarui: 10 September 2018   23:41 574
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Belajar sabar lewat mengantre/Foto: Muslim.or.id

Mengantre jelas bukan aktivitas yang susah dilakukan. Lha wong sekadar berdiri dalam deretan memanjang sembari menunggu giliran untuk dilayani /membeli sesuatu (makna antre menurut kamus besar bahasa Indonesia/KBBI). Hampir semua orang bisa melakukannya.

Namun, mengantre ini terkadang memang gampang-gampang susah. Terlebih bila harus mengantre tanpa mendapatkan kartu/nomor antrean alias hanya mengandalkan kejujuran sebagai 'alat bukti' mengantre.

Bila kita mengantre dengan mendapatkan nomor antrean, semisal untuk mendapatkan pelayanan di rumah sakit/puskemas/fasilitas kesehatan maupun di kantor kelurahan/kecamatan, itu mudah saja. Kita sekadar duduk di kursi yang tersedia, lantas menunggu giliran sembari mengutak-atik gawai.

Bagaimana bila harus mengantre tanpa mendapatkan nomor antrean semisal di Stasiun Pengisian Bahan Bakat Umum (SPBU) atau mengantre keluar dari lokasi parkir untuk menyerahkan karcis parkir kepada petugas.

Senin (10/9/2018) tadi pagi, ketika dalam perjalanan menjemput rezeki, saya mendapati kenyataan betapa antre di SPBU itu terkadang tidak mudah. Tidak mudah karena demi ego, orang akhirnya kehilangan kesabaran.

Ceritanya, ketika hendak melajukan motor usai mengisi tangki motor dengan pertamax, saya dikejutkan oleh suara sekira lima atau enam meter di belakang saya. Suara orang ribut. Rupanya mereka bertengkar karena antrean. Satu orang merasa diserobot antreannya. Sementara satu yang lainnya tidak terima diomeli. 

Jadilah keributan kecil yang menjadi tontonan "sinetron" gratis bagi mereka yang tengah singgah di SPBU. Tanpa mau tahu kelanjutan ceritanya, saya lebih memilih melajukan motor saya. Meninggalkan ribut yang sejatinya tidak perlu.

Saya juga pernah mengantar ibu berobat ke dokter senior yang membuka praktek di rumah. Dokter tersebut membuka praktek pagi sekali. Pukul 05.00, kami sudah tiba di rumahnya. Setelah membunyikan bel, olah pembantunya diminta menunggu karena dokternya sedang mandi.

Nah, sekira setengah jam kemudian, ada pasien lain yang datang. Seorang ibu-ibu. Awalnya, sembari menunggu dokternya, kami ngobrol biasa. Namun, ketika jam periksa dimulai, dia mendadak meminta didahulukan dengan alasan akan segera masuk kerja. Padahal, jam dinding masih menunjukkan pukul 06.00 WIB. Ternyata mengantre itu terkadang memang susah.

Apakah sampean juga pernah punya pengalaman menghadapi 'orang-orang aneh' ketika mengantre? Orang-orang yang sepertinya susah sekali untuk sekadar sejenak mengantre karena maunya didahulukan meski mereka datang belakangan.

Padahal, tertib mengantre itu asyik. Lewat mengantre, kita bisa belajar ilmu sabar. Menunggu yang pada akhirnya kesampaian, bukan jadi 'korban PHP' (pemberi harapan palsu). Lewat mengantre, kita juga bisa menambah kenalan dengan mengobrol dengan sesama pengantre.

Siapa tahu, dari obrolan tersebut, bisa menjadi jalan membuka usaha baru dan pengalir rezeki. Siapa tahu, dari obrolan tersebut, (bagi para bujangan) ternyata bisa menjadi awal menemukan jodoh yang selama ini dicari.

Padahal, kalau mau bersabar, sejatinya tidak lama. Seperti kejadian di SPBU tadi pagi, tanpa harus ribut (cukup disindir saja si penyerobot antrean hehe), menunggu satu orang motornya diisi bahan bakar toh tidak sampai tiga menit. Pun, pelayanan dokter yang di rumah, toh tidak sampai 2x45 menit seperti sepak bola. Sekira 5-10 menit saja.  

Tetapi begitulah, dari antrean, kita bisa menyadari bahwa manusia itu memang tidak sama meskipun sama-sama makan nasi. Ada manusia yang tingkat keego-annya mengalahkan semua sisi baik dalam dirinya. Manusia yang hanya berpikir "pokoknya saya duluan" tanpa mau berpikir kepentingan orang lain.

Manusia yang tidak sabaran seperti ini, sangat mungkin akan mengumbar keeogannya tidak hanya di tempat antrean. Tetapi juga di jalan raya yang berwujud melanggar lampu lalu lintas karena tidak sabar menunggu nyala merah berubah menjadi hijau. Bisa juga berwujud melintas di jalur busway karena tidak sabar jalanan macet. Pun, melintas di pedestrian/trotoar dengan dalih terburu-buru atau agar bisa cepat sampai di tempat kerja.  

Bagi orang-orang seperti ini, mungkin hanya satu jenis antrean yang (seandainya bisa diubah) mereka akan meminta belakangan. Yakni, antrean 'berpamitan' dengan dunia. Bukankah kita ini sejatinya tengah menunggu antrean jenis ini tanpa kita pernah tahu mendapat antrean "nomor berapa". Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun