Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Raket Artikel Utama

"Stop Bullying", Satukan Energi Dukung Atlet Indonesia di Asian Games 2018

3 Agustus 2018   11:35 Diperbarui: 4 Agustus 2018   21:19 2085
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pebulu tangkis Indonesia Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir (AFP PHOTO / ANDY BUCHANAN)

Kekalahan pahit yang dialami atlet-atlet bulutangkis Indonesia di ajang BWF World Championship 2018 alias Kejuaraan (Bulutangkis) Dunia 2018 yang digelar di Nanjing, Tiongkok, seolah memunculkan kembali "lagu lama".  Lagu lama perihal kebiasaan beberapa suporter yang senang mem-bully atlet-atlet yang tidak meraih hasil sesuai yang diharapkan.

Di Kejuaraan Dunia 2018, atlet-atlet bulutangkis Indonesia memang meraih hasil yang tidak sesuai harapan. Utamanya di sektor tunggal putra dan putri.  Tiga pemain tunggal Indonesia, Jonatan Christie, Anthony Sinisuka Ginting dan Tommy Sugiarto serta dua pemain tunggal putri, Fitriani dan Gregoria Mariska Tunjung, tersisih di babak-babak awal. Malah, Jonatan yang menjadi unggulan, langsung out di pertandingan pertama.

Hasil pahit itu menjadi 'lampu kuning' alias peringatan jelang mereka tampil di Asian Games 2018. Sebab, kecuali Tommy Sugiarto, empat pemain di sektor tunggal putra/putri tersebut akan menjadi tumpuan Indonesia di cabang olahraga (cabor) bulutangkis Asian Games 2018 baik di nomor beregu maupun di nomor perorangan.

Ironisnya, tidak sedikit penggemar bulutangkis Indonesia yang merespons kekalahan atlet-atlet Indonesia tersebut dengan cara salah. Mereka malah mencemooh, memojokkan bahkan mem-bully para atlet ini. 

Rupa-rupa cacian dan bully-an itu bisa dengan mudah ditemui di laman-laman komentar di beberapa akun Instagram yang fokus memberitakan perjuangan pemain Indonesia di Kejuaraan Dunia 2018. Tengok saja, kata-kata tidak pantas yang ditujukan pada atlet-atlet bulutangkis Indonesia, banyak berseliweran di kolom komentar di media sosial. Tidak hanya mencemooh penampilan sang atlet di lapangan, beberapa komentar malah menjurus ke tampilan fisik.

Bahkan, tidak hanya kepada atlet-atlet muda, atlet senior yang kaya prestasi seperti Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir yang sudah meraih medali emas Olimpiade 2016 dan juga juara dunia 2017, juga tidak lepas dari nyinyiran suporter di dunia maya ketika mereka kalah di final Singapore Open 2018 pada pertengahan Juli lalu.

Meski, masih ada warganet yang bijak dalam menyikapi kekalahan para atlet bulutangkis Indonesia dengan menyampaikan kritikan dalam bahasa yang enak dibaca/didengar, bahkan memotivasi sang atlet untuk segera move on dari kekalahan dan segera fokus ke Asian Games.

Apakah bully-an di media sosial itu bisa berpengaruh pada penampilan atlet?

Jangan pernah menyepelekan 'kekuatan' bully-an yang beredar di media sosial. Bully an di media sosial itu sangat mungkin menjadi beban bagi atlet dan berpotensi menjatuhkan mental serta mengikis kepercayaan diri sang atlet ketika turun bertanding. Pada akhirnya, penampilan mereka di lapangan tidak optimal karena pikiran mereka tidak bisa lepas.  

Pasalnya, di era sekarang ini, hampir semua atlet memiliki akun media sosial dan juga mengikuti (follow) akun-akun yang berkaitan dengan informasi cabang olahraga yang digelutinya. Semisal bulutangkis. Kalaupun komentar suporter di akun-akun media sosial tersebut tidak langsung me-mention nama atlet alias ditujukan langsung kepada sang atlet, tetapi bukan tidak mungkin atlet tersebut membaca kolom-kolom komentar di akun-akun bulutangkis tersebut.

Masalahnya, beberapa atlet bulutangkis kita masih berusia sangat muda. Dan usia muda cenderung masih labil emosinya. Contohnya Gregoria Mariska masih berusia 18 tahun, Fitriani masih berusia 19 tahun, Jonatan Christie 20 tahun, Atnhony Ginting 21 tahun.  Dan, tidak semua dari mereka bisa bersikap easy going dan cuek dengan tidak memedulikan semua komentar-komentar orang lain yang mereka dengar. Bagaimana bila sang atlet yang dalam kehidupan sehari-harinya merupakan tipikal introvert (tertutup) kemudian sulit lepas dari bayang-bayang bully-an?  

Saya teringat pernyataan Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi PP Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI), Susy Susanti yang pernah menyebut tunggal putri utama Indonesia, Fitriani tengah mengalami krisis kepercayaan diri setelah out di putaran pertama Indonesia Masters 2018 pada awal tahun lalu seperti dikutip dari sini. 

Fitriani selama ini memang menjadi pebulutangkis yang paling sering dibully warganet di media sosial. Padahal, dia pernah menjadi tunggal putri pertama Indonesia di Piala Uber 2018. Bahkan, pelatih tunggal putri PBSI, Minarti Timur pernah berkomentar perihal belum konsistennya penampilan Fitriani, dikarenakan terlalu mendengarkan omongan orang. Hal ini akhirnya berpengaruh kepada gaya permainannya. 

Pebulutangkis kelahiran Garut--sebuah kabupaten di Jawa Barat--ini, selama ini identik dengan gaya main reli dengan bola-bola lob (lambung) yang baik. Tidak sedikit lawan-lawan yang kerepotan saat bertemu dengannya. Namun, di lapangan, Fitriani kini justru acapkali mengubah gaya mainnya sehingga permainan aslinya malah tidak keluar. Boleh jadi dia terpengaruh dengan omongan orang yang menyebut gaya mainnya sudah kuno.

Atlet-atlet Indonesia yang akan berlaga di Asian Games 2018 butuh dukungan suporter, bukan bully-an. Salah satunya pemain tunggal putri Indonesia, Fitriani/Foto: BolaSport.com
Atlet-atlet Indonesia yang akan berlaga di Asian Games 2018 butuh dukungan suporter, bukan bully-an. Salah satunya pemain tunggal putri Indonesia, Fitriani/Foto: BolaSport.com
Satukan Energi dukung atlet Indonesia

Di ajang 'pesta olahraga' terbesar di benua Asia, Asian Games 2018 yang digelar di Jakarta-Palembang dan pelaksanaannya tinggal menghitung hari, sudah seharusnya cemoohan dan bully-an suporter Indonesia kepada atlet-atlet Indonesia itu dihilangkan.  Tidak hanya untuk atlet-atlet bulutangkis, tetapi juga kepada semua atlet Indonesia yang akan tampil di semua cabang olahraga yang dipertandingkan di Asian Games 2018. Lagu lama bahwa "bila menang dipuji dan bila kalah dicaci" seharusnya tidak lagi terdengar.  

Sudah saatnya, pecinta olahraga di Indonesia menyatukan energi untuk mendukung perjuangan atlet-atlet Indonesia untuk mengharumkan nama bangsa di antara bangsa-bangsa Asia lainnya. Bentuk dukungan tersebut tidak hanya diwujudkan dengan datang langsung ke stadion, arena, dan lapangan yang menjadi venue/tempat digelarnya 'pesta' Asian Games 2018 di Jakarta dan Palembang.

Semisal ke Kompleks Gelora Bung Karno, Senayan, tempat venue beberapa cabor pertandingan seperti atletik, bulutangkis, bola voli dan panahan. Lalu ke Jakarta International Velodrome yang merupakan venue pertandingan balap sepeda nomor track dan menjadi venue balap sepeda paling keren di Asia. Juga di Jakabaring Sport City di Palembang yang akan menjadi venue pertandingan beberapa cabor seperti cabang olahraga skate board, sepatu roda, sepak takraw dan panjat tebing.    

Selain itu, dukungan suporter untuk atlet-atlet Indonesia juga bisa disampaikan lewat media sosial. Para warganet bisa mampir ke akun Instagram resmi Kemenpora @kemenpora ataupun Menteri Pemuda Olahraga, Imam Nahrawi yang pastinya bakal terus up date untuk memberikan support kepada atlet-atlet Indonesia. Termasuk di beberapa akun media sosial yang sejak jauh-jauh hari menggelorakan energi Asian Games 2018 kepada seluruh warganet.

Mendukung Atlet, Menjadi Suporter Tertib

Dan, suporter yang hebat tentu saja tidak diukur hanya dari semangat mereka untuk hadir langsung ke arena guna mendukung perjuangan atlet-atlet Indonesia. Suporter yang hebat juga punya attitude hebat dengan mau untuk ikut menyukseskan predikat Indonesia sebagai tuan rumah Asian Games 2018.

Ya, pada peran besar suporter Indonesia-lah, salah satu parameter sukses Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games 2018 yang baik, akan dinilai publik se-Asia. Dan kuncinya adalah tertib. Tertib ini tentu saja tidak hanya ketika berada di dalam stadion ataupun di arena ketika mendukung atlet-atlet Indonesia bertanding.

Dukungan suporter bisa menjadi energi pendorong bagi atlet-atlet Indonesia yang akan tampil di Asian Games 2018 untuk bisa meraih prestasi tertinggi/Foto: Tribunnews
Dukungan suporter bisa menjadi energi pendorong bagi atlet-atlet Indonesia yang akan tampil di Asian Games 2018 untuk bisa meraih prestasi tertinggi/Foto: Tribunnews
Tertib juga harus dimulai di jalan raya dengan mematuhi peraturan lalu lintas ketika berkendara menuju arena gelaran Asian Games 2018. Tertib juga dilakukan ketika mengantre untuk memasuki stadion. Dengan membiasakan tertib antre, proses pelayanan jadi bisa lebih cepat. Termasuk juga tertib dalam menjaga kebersihan dan menjaga fasilitas publik di dalam dan sekitar venue pertandingan.

Dan, pada akhirnya, tertib dalam mendukung perjuangan atlet-atlet Indonesia. Kehebohan suporter Indonesia saat mendukung atlet-atlet bulutangkis Indonesia tampil di ajang bulutangkis Indonesia Open 2018 pada awal Juli lalu dan mendapatkan banyak respons positif dari pemain-pemain dan media luar negeri, perlu untuk digelorakan kembali. Tidak hanya di Istora yang menjadi venue bulutangkis, tetapi juga di arena-arena lainnya.

Bila ingin atlet-atlet Indonesia berjaya di Asian Games 2018, suporter Indonesia wajib meyakinkan atlet-atlet Indonesia bahwa mereka memang benar-benar tampil di 'rumah mereka' sendiri karena mendapat dukungan dan dorongan energi tanpa henti. Tidak ada lagi bully. Yang ada, menang atau kalah, kita harus tetap mendukung atlet-atlet Indonesia. 

Sebab, atlet-atlet Indonesia sejatinya tidak terlalu butuh pujian, terlebih cacian dan bully-an. Yang mereka butuhkan hanya dukungan sehingga bisa bersemangat untuk mengeluarkan kemampuan terbaiknya. Serta, kedewasaan masyarakat pecinta olahraga di Indonesia untuk mau menerima kenyataan di olahraga bahwa pertandingan tidak selalu berakhir dengan kemenangan. 

Siapapun bisa mengalami kekalahan. Terpenting, perjuangan atlet yang telah berjuang keras di lapangan, harus diapresiasi. Salam olahraga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun