Mohon tunggu...
Habib Nurcahyo
Habib Nurcahyo Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Masyarakat Multikultural dan Pendidikan Multikultur

1 Maret 2018   01:15 Diperbarui: 1 Maret 2018   01:23 1048
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Indonesia adalah masyarakat multicultural yang berati masyarakat yank memiliki beraneka ragam kultur. Pengertian kultur di sini menunjukkan pada satu bahasa, keaslian dan letak geografis yang sama memiliki sebuah rasa memiliki sebagai satu kelompok masyarakat khusus.

Meskipun adanya satu kultur utama yang dominan di antara pluralisme kultur yang harus direspon secara khusus, eksistensi dari berbagai unsure mikro kulturnya tidak boleh diabaikan. Kesadaran akan adanya orang lain yang berasal dari kultur lain sudah harus ditanamkan sejak dini dalam kehidupan anak. Lembaga pendidikan guru juga harus sudah membekali calon guru untuk memperlakukan orang lain dengan menghormati dan memahami dengan cara memperlakukannya seperti sesame kita. Kita menjadikan mereka dari kultur lain sebagaimana disebut kami bila menghadapi mereka. Hal ini berarti bahwa guru sudah dibekali pengetahuan tentang karakteristik keragaman kultur di indonesia yang menganut filsafat Bhineka Tunggal Ika.

Ahli psikologi yang bernama spranger meskipun tidak secara seksplisit, menjelaskan tentang multicultural pada tahun tiga puluhan, telah berbicara tentang nilai budaya yang sifatnya jamak. Perkembangan ilmu psikologi menurut sprenger banyak ditentukan oleh penghargaan terhadap nilai-nilai budaya. Proses ini sejak dini sudah terjadi dan mempengaruhi perkembangan anak. Budaya ditranfer pada generasi berikutnya dan generasi tersebut harus belajar memproduksi nilai budaya yang baru. Teori psikologi yang disampaikan oleh spranger adalah teori nilai yang menganggap bahwa nilai budaya secara berabad-abad dibentuk oleh teori nilai yang mennggap bahwa nilai budaya secara berabad-abad dibentuk oleh para individu. 

Secara timbale balik nilai yang menjadi nilai budaya bangsa tersebut diwujudkan dalam kehidupan sebagai titik-titik ide yang membentuk pribadi budaya manusia. Bakat dan pengaruh lingkungan dan variasi dari lingkungan tertentu membentuk struktur individu yang unik. Budaya bila diibaratkan sebagai suatu proses dialogis antara manusia dan lingkungannya dalam mengembangkan eksistensinya berdasarkan nilai-nilai tertentu, maka sebagai wahana untuk bertahan hidup, hal tersebut tidak hanya bersifat fisik saja. Tantangan budaya dengan aneka ragam ciri khas telah mewujudkan titik puncak budaya berbagai daerah yang membentuk warga suatu bangsa. 

Konteks multicultural ini dapat kita lihat misalnya dalam hal perbedaan nilai ekonomi yang dominan pada budaya etnis Padang dibandingkan dengan budaya Jawa. Pendidikan multicultural merupakan proses yang terjadi dalam masyarakat multicultural. Kelompok structural dalam masyarakat multicultural dapat didefinisikan melalui enam kategori, yakni suku, ras, bahasa, status social, religi, dan letak geografis. Keenam kategori ini memiliki persamaan dan keadilan hak untuk mendapatkan pembelajaran dalam kehidupan bernegara. Kelompok structural meltikultural dapat dipecah lagi menjadi beberapa variasi psikososial. Latar belakang inilah yang harus dilakukan dengan pendekatan tertentu agar peserta didik tidak dirugikan dan mendapatkan kesempatan yang sama dalam pembelajaran.

Pendidikan multicultural menekankan pada kebijakan yang menginkorporasikan adanya konsep-konsep multicultural dan mereflesikannya dalam ruang kelas. Aspek yang paling penting untuk dipahami oleh guru dalam kaitannya dengan proses pembelajaran adalah karakteristik siswa yang mempunyai tingkat keberagaman dan latar belakang yang berbeda. Seorang guru yang memiliki kemampuan untuk memahami keberagaman multicultural akan mampu memformulasikan materi pengajarannya sesuai dengan konteks dan kondisi muridnya karena keberagaman kultural seperti ini sangat terkait dengan perbedaan kognisi dari masing-masing peserta didik.

Seorang guru juga harus mengetahui hal tentang ras dan etnik. Ras dapat digolongkan menjadi tiga golongan, yakni Afrika, Mongolia, dan Eropa sedangkan etnik dapat digolongkan menjadi beberapa golongan sesuai dengan evolusi dan perkembangan masyarakat. Misalnya etnik Melayu Thailand berbeda dengan etnik Melayu Sumatra, etnik Melayu Jawa tidak sama dengan etnik Gorontalo. Perbedaan seperti inilah yang disebut dengan variasi psikososial.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun