Mohon tunggu...
Mohammad Nurul Hajar
Mohammad Nurul Hajar Mohon Tunggu... Administrasi - Untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan

Membantu Guru Bekerja Lebih Baik dalam Pekerjaannya

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Naik Pesawat Susi

31 Januari 2024   10:07 Diperbarui: 2 Februari 2024   18:29 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bandar Udara Trunojoyo Sumenep. (Dokumentasi pribadi)

Suhairi Rachmad, dosen IAIN Madura adalah teman asesor PAUD yang pertama kali membersamai saya ke Pulau Sakala. Pak Suhai, panggilan akrabnya berdomisili di Desa Tlaga Ganding Sumenep. Asesor Sumenep yang statusnya sebagai asesor dari Pamekasan, termasuk asesor yang sudah berpengalaman berkunjung ke daerah kepulauan. Tidak hanya ke Kangean yang pernah dikunjungi, setidaknya hingga tahun 2022 sudah dua kali ke Pulau Masalembu.

Tempat tinggal Pak Suhai di dataran tinggi bagian Selatan Kecamatan Ganding. Masa kecilnya di habiskan di sana, lalu nyantri dan melanjut studi pendidikan S1 di Jember dan S2 di Surabaya . Oleh karena itu, pada saat naik perahu penyeberangan Kalianget Talango saya bertanya, "Pak Suhairi bisa berenang?"

Pak Suhai diam sejenak. Sepertinya ada yang dipikirkan, lalu bilang "Bisa."

"Dimana dan kapan belajar berenang?' Tanya saya penasaran.

Jawabannya tertawa.

"Pak, ada hal yang kadang orang lain tidak memikirkannya. Jika pelayaran laut menyebabkan kematian, tentu orang pulau sudah banyak yang meninggal karena tenggelam. Ternyata tidak, kan? Padahal, yang sering terjadi kecelakaan adalah ketika perjalan di darat," jawabya yang diakhiri dengan tertawa ala Pak Suhai.

Terlepas dari masalah renang berenang, kata kata Pak Suhairi sangat benar. Ini ilmu bagi saya. Bisa menjadi motivasi bagi yang belum pernah ke pulau. Bisa menjadi keyakinan yang harus diimani bagi orang yang takut melakukan perjalan laut. Setidaknya bisa menjadi penyemangat bagi orang yang tidak bisa berenang sedang berlayar ke pulau.

Besok pagi jam 08.00 WIB kami akan melakukan penerbagan dari bandara Trunojoyo Sumenep menuju Bandara Pagerungan Besar. Kemudian dari pulau ini kami akan melanjutkan perjalanan laut ke Pulau Sakala. Tiket sudah saya beli 2 hari sebelum penerbangan. Penerbangan Bandara Trunojoyo ke Pagerungan Besar kurang lebih ditempuh dalam waktu 40 menit.

Sebelum penerbangan kami sempat eksplor Bandara Trunojoyo yang baru beberapa bulan di resmikan. Tak lupa kami mengabadikan beberapa sudut bandara dengan foto diri. Bahkan saat di landasan pacu pesawat kami tak menyianyiakan kesempatan untuk melakukan foto diri.

Pesawat kecil dengan kapasitas maksimal 11 orang, hanya mengangkut 7 orang sudah mulai terbang dari Bandara Trunojoyo menuju Pagerungan Besar. Sepuluh menit pertama kami masih berseda gurau. Selebihnya saya menikmati penerbangan sendirian. Karena kelihatannya Pak Suhairi sedang tidur.

Duduk di bagian belakang pesawat rasanya cukup luas. Jarak kursi penumpang bagian belakang ke kursi penumpang bagian depan cukup jauh. Tidak sama dengan jarak kursi penumpang lainnya. Karena pada bagian belakang itu tempat lewat penumpang keluar masuk pesawat. Menjadi lebih luas, karena bagian belakang mestinya untuk ditemapati 3 orang penumpang. Diisi 2 orang, saya dan Pak Suhairi.

Naik pesawat kecil dengan rute perjalanan pendek ada kelebihaannya. Kelebihannya antaraa lain pesawat terbang rendah. Oleh karena itu, selama perbangan kita bisa menikmati alam dan laut dari atas. Hamparan permukaan laut yang memiliki warna bermacam macam masih terlihat dengan jelas dari pesawat. Perbedaan warna itu menunjukkan perbedaan kedalaman air laut dan perbedaan dasar laut. Beberapa pulau yang dilalui dapat juga kita lihat dari atas pesawat dengan baik. Tetapi ada tidak enaknya. Naik pesawat ukuran kecil bising. Suara baling baling pesawat bikin telinga sakit.

"Pak, bangun. Pesawat hampir mendarat," saya membangunkan Pak Suhai. Saya goyang goyang lengannya.

Pesawat mendarat dengan baik. Hampir tidak terasa benturan roda pesawat dengan landasan pacu pesawat. Nyaman dan aman yang saya rasakan. Berbeda dari pengalaman waktu naik pesawat kecil dengan kapastas 30 penumpang saat penerbagan ke Yogjakarta. Sejak awal penerbangan sudah ada rasa waswas. Khawatir pesawat pecah. Waktu itu saya baru pertama kali naik pesawat kecil. Sebab kalau naik pesawat besar, saya belum pernah mendengar deritan badan pesawat yang seolah olah ada bagian pesawat lepas murnya. Bahkan saya sempat trauma naik pesawat ukuran kecil, karena waktu itu, ketika pesawat mendarat rasanya ada bunyi dentuman akibat benturan roda pesawat dengan landasan pacu.

Itu dulu.

Setibanya di Pagerungan Besar, kami tidak langsung melanjutkan perjalanan. Karena perahu yang akan membawa kami masih dalam perjalan dari Sakala menuju Pagerungan Besar. Sehingga kami diistirahatkan di rumah singgah di dekat bandara.

"Saya baru kali ini naik pesawat, Pak. Saya tadi sempat membayangkan bagaimana kalau pesawat yang kita tumpangi jatuh. Tentu kita bakalan habis, tinggal nama," kata Pak Suhairi sambil rebahan di kasur membuka pembicaraan di rumah singgah.

Saya heran dan berpikir, tadi di pesawat kok bisa tidur. Kecemasan di raut muka Pak Suhairi sempat saya lihat. Tetapi sepintas sudah biasa naik pesawat. Apa Pak Suhairi minum obat antimo, obat anti mabuk yang bisa menyebabkan ngantuk dan tidur. Entahlah.

Ada perasaan bersalah, saya mengajak Pak Suhairi naik pesawat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun