Mohon tunggu...
Ahmad Fauzi
Ahmad Fauzi Mohon Tunggu... Dosen - Senyum dan semangat

Step by step

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perkuat Semangat Kebangsaan Kalangan Milenial, PC Pergunu Jaktim Adakan Seminar Kebangsaan

12 Desember 2018   08:54 Diperbarui: 12 Desember 2018   09:30 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ahmad Fausih, M.Sos I Sekjend PERGUNU Jakarta Timur

Belakangan ini semangat toleransi dan kebhinekaan terus mengalami degradasi yang cukup drastis terlebih pada kalangan pelajar dan mahasiswa atau yang sering disebut sebagai generasi milenial. 

Dalam beberapa literature, generasi milenial diartikan sebagai generasi yang lahir antara tahun 1980-2000 atau generasi muda masa kini berusia antara 15--34 tahun. Mereka cenderung memiliki ketergantungan sangat tinggi terhadap berbagai perkembangan teknologi digital dan online terkini.

Generasi milenial dengan segala perbedaan karakteristik dan keunikanya, terungkap fakta yang menyebutkan bahwa mereka merupakan salah satu kelompok generasi yang sangat rentan terhadap pengaruh-pengaruh radikalisme dan tindakan intoleran. 

Derasnya arus informasi yang beredar melalui teknologi digital dan online yang tidak terkendali dan tanpa filter menjadi lumbung masuknya ideology dan paham-paham menyimpang yang berasal dari luar. 

Sehingga sebagian besar generasi ini sangat mudah sekali terpengaruh bahkan ada yang secara terang-terangan mengatakan anti terhadap Pancasila dan anti terhadap semangat kebhinekaan yang sudah ratusan tahun tertanam dalam kepribadian dan kebudayaan masyarakat Indonesia.

Hasil survei terbaru Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta semakin menegaskan bahwa persoalan intoleransi dan radikalisme dikalangan generasi milenial sudah sangat memprihatinkan. 

Dikatakan bahwa terdapat 51,1 persen responden pelajar/ mahasiswa beragama Islam memiliki opini intoleran terhadap aliran Islam minoritas, yang dipersepsikan berbeda dari mayoritas. Selain itu, 34,3 persen responden yang sama tercatat memiliki opini intoleransi kepada kelompok agama lain selain Islam. 

Survei ini juga menunjukkan sebanyak 48,95 persen responden pelajar/ mahasiswa merasa pendidikan agama mempengaruhi mereka untuk tidak bergaul dengan pemeluk agama lain. Lebih gawat lagi, 58,5 persen responden pelajar/ mahasiswa memiliki pandangan keagamaan pada opini yang radikal. 

Saiful Umam, Direktur Eksekutif PPIM UIN Jakarta, menjelaskan bahwa pengaruh intoleransi dan radikalisme di kalangan generasi Z Indonesia, yaitu mereka yang lahir setelah 1995 berada dalam kondisi seperti "api dalam sekam" karena keberagamaan siswa dan mahasiswa mempunyai potensi yang harus diwaspadai. Di satu sisi, memang belum menyala, tapi ada potensi untuk menjadi api," (Tirto 8/11/2017).

Sekjend PC Pergunu Jakarta Timur, Ahmad Fausih mengatakan, bahwa persoalan Intoleransi dan radikalisasi ini harus menjadi persoalan bersama yang harus dicarikan jalan keluranya. Jika tidak, maka lambat laun bangsa ini akan mengalami krisis perpecahan sesama anak bangsa yang bisa jadi akan berujung pada disintegrasi bangsa. 

Menurutnya, tanda-tanda kearah itu sudah ada. Kita bisa lihat sebaran kebencian di beberapa media social, saling hina, saling hujat dan caci maki sudah terjadi antar sesama anak bangsa karena berbeda pandangan politik dan paham keagamaan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun