Mohon tunggu...
Haidar Wahda Gustam
Haidar Wahda Gustam Mohon Tunggu... Lainnya - panggil aja " kang gustam"

Tumbuhlah subur kebaikan serupa gulma.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Bobroknya karakteristik Moral Remaja Berujung pada Perilaku Brutal

15 Juli 2020   14:11 Diperbarui: 15 Juli 2020   14:14 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Remaja berada diambang tingginya ego eksistensi dan aktualisasi diri . Tak ayal kondisi ini menyebabkan remaja  berada di posisi mengambang.  Tidak menimbang terlebih dahulu nilai yang baik ataupun buruk. Kondisi ini memungkinkan remaja berada pada tahap penasaran akan sesuatu hal. Terlepas yang dipenasarankan itu baik maupun buruk semua bisa terjadi pada masa remaja.

Masa remaja menurut Garison (Hasselt, V.B., Hersen 1987) yaitu masa 'in between periode', yaitu masa dimana individu sudah tidak dikatakan anak-anak lagi, namun belum dikatakan matang untuk menjadi orang dewasa. Sedangkan istilah remaja menurut KBBI /re*ma*ja / 1 a mulai dewasa; sudah sampai umur untuk kawin (KBBI.web.id n.d.).
Dalam menghadapi Bonus Demografi yang mendatang, semestinya eksistensi remaja sebagai pelopor dalam melakukan gebrakan untuk menuju masa depan negara yang lebih baik. Adapun gebrakan itu berupa ide kreatif, inovatif, solutif, dan tentunya bermanfaat bagi masyarakat sekitar. Pemahaman seperti ini sepatutnya ditanamkan kepada semua remaja agar kemudian hari menjadi orang yang berguna bagi bangsa dan negara.

Aspek-aspek kenakalan remaja menurut Jansen (Sarwono 2010) bahwa ada empat aspek kenakalan remaja: (1) pelanggaran yang berkaitan dengan hukum. Seperti membunuh, mencuri, memperkosa dan lain-lain; (2) pelanggaran yang menimbulkan ancaman bahaya baik itu pada orang lain ataupun diri sendiri. Seperti kebut-kebutan (balap), menerobos rambu lalu lintas, narkoba, merokok, mabuk-mabukan dan lain-lain; (3) pelanggaran yang menimbulkan korban secara materi. Seperti merusak fasilitas sekolah  maupun fasilitas  umum lainnya dan lain-lain; (4) pelanggaran yang menimbulkan korban secara fisik . Seperti tawuran antar sekolah dan atau berkelahi dengan teman satu sekolah, bullying dan lain sebagainya.

Di Indonesia sendiri masih terselimuti kasus-kasus yang dilakukan oleh kalangan remaja dengan berbagai kenakalan nya. Dari semua kenakalan yang dilakukan remaja terdapat kasus yang berujung pada kematian seperti pada berita (Kontributor Kabupaten Bogor 2019) yang terjadi karena akibat saling mencemooh di jejaring sosial  Facebook (FB) kemudian berlanjut dengan bertemu untuk adu duel layaknya gladiator, dikatakan bahwa pelaku tak terima karena kena luka di bagian tangan dan mulut lalu dibalaslah dengan saling  bacok sampai korban terkena di bagian kepala sampai berlumuran darah, lalu pelaku setelah itu kabur bersama temannya. Mirisnya mereka tak saling mengenal karena bukan tawuran tapi lebih ke individu. Kasus ini terjadi di bogor pada kamis 14 Maret 2019 malam.

Banyaknya kasus kenakalan remaja yang begitu brutal menimbulkan sebuah pertanyaan dimanakah peran orang terdekat seperti orang tua dan guru yang seharusnya masih berada pada awasan penuh? Berbicara posisi orang tua sebagai public figure pertama yang berada di lingkungan rumah, dan guru sebagai public figure kedua di lingkungan sekolah. Pun kedua orang ini sebagai agen sosialisasi penting di kehidupan remaja.

Berbicara perihal jenis sosialisasi ada 2 yaitu sosialisasi primer dan sosialisasi sekunder. Sosialisasi primer merupakan sosialisasi ditahap anak baru mengenal dunia pun diajarkan untuk menjadi bagian dari sebuah anggota masyarakat dalam kata lain keluarga. Indikator keberhasilan disini ialah bahwasannya bila anak yang sudah berada pada masa remaja mampu menahan perilaku buruk dalam melakukan kenalan berarti proses berlangsungnya sosialisasi berhasil. Hakikatnya pada masa ini anak baru mengenal kondisi keluarga beserta lingkungan didalamnya. Jikalau dari lingkungan keluarga sudah bobrok atau menyimpang dari perilaku baik maka tentu akan menular pada anak tersebut karena pola interaksi disini terbatas hanya pada anggota keluarga saja. Sosialisasi sekunder merupakan keberlangsungan dari sosialisasi primer dengan mengenalkan lebih langsung pada masyarakat untuk menjadi bagian dari kelompok tertentu dalam masyarakat.

Dalam kasus kenakalan remaja menggiring orang tua dan guru untuk berperan aktif dalam menyelesaikan permasalahan ini. Orang tua seringkali memberikan pola asuh terhadap anaknya yang terlalu permisif (memanjakan) dan abai ketika anak membutuhkan dampingan saat ditempa masalah. Guru sebagai public figure kedua terlalu keras dalam mendidik pun malah lebih banyak menggurui bukan mencontohkan. Dari kedua orang ini telah memberikan sifat yang berpeluang bagi remaja untuk berperilaku nakal secara tidak langsung.

Solusi menakar kenakalan remaja cukup adanya kontribusi penuh dari segala pihak terlepas itu dari orang tua dan guru yang berada dilingkungan pembelajaran dan pendidikan. Pemerintah juga ikut andil dalam hal ini yaitu dengan memperbaiki sistem pendidikan terkhusus di Indonesia. Upgrading sistem pendidikan bisa dengan adanya penanaman pendidikan karakter atau moral yang terkonsenkan di setiap institusi pendidikan. baik itu di tingkat Taman Kanak-Kanak sampai kepada Perguruan Tinggi. Jikalau sudah rata alur sosialisasi pun kan berjalan dengan lancar dan komprehensif secara prosesnya. Berawal  dari tingkatan dasar sampai pada tingkatan tinggi
Konklusi nya semua ikut berpatisipasi penuh meminimalisir kenakalan remaja. Jangan sampai kasih kendor tetap terus jaga ketat dan awasi segala bentuk sifat emosional atau psikologisnya. Semua kegiatan yang dilakukan remaja jangan diabaikan baik itu hal kecil ataupun hal besar dengan memberikan pengawasan dan contoh yang baik juga. pun jangan sampai tergerus oleh lingkungan yang kotor. Jikalau dimasa-masa remaja sudah diajarkan bagaimana caranya menahan untuk tidak melakukan perbuatan yang menyimpang. Niscaya pada nantinya akan mudah membedakan mana perbuatan yang baik dan juga buruk, mana lingkungan yang baik dan buruk.

Daftar pustaka
Hasselt, V.B., Hersen, M. 1987. Handbook of Adolescent Psychology. UK: Pergamon Press.
KBBI.web.id. n.d. "Remaja." Diambil 16 Desember 2019 (https://kbbi.web.id/remaja).
Kontributor Kabupaten Bogor, Afdhalul Ikhsan. 2019. "Saling Ejek di Media Sosial Berujung Maut, Satu Pelajar Tewas." www.kompas.com. Diambil 16 Desember 2019 (https://bogor.kompas.com/read/2019/03/18/12272721/saling-ejek-di-media-sosial-berujung-maut-satu-pelajar-tewas).ikala
Sarwono, S. W. 2010. Psikologi Remaja. Jakarta: Rajawali Pers.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun