Mohon tunggu...
Gustaaf Kusno
Gustaaf Kusno Mohon Tunggu... profesional -

A language lover, but not a linguist; a music lover, but not a musician; a beauty lover, but not a beautician; a joke lover, but not a joker ! Married with two children, currently reside in Palembang.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Bahasa Palembang Gadungan di Kompas

14 Mei 2014   21:05 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:31 1066
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_323776" align="aligncenter" width="511" caption="(ilust kompas epaper)"][/caption]

Membaca berita tentang obrolan tiga orang pria di dalam KA Ekonomi tentang pilihan capres dalam bahasa Palembang pada koran Kompas hari Selasa 13 Mei 2014, membuat saya jadi tersenyum geli. Inilah sebagian kutipan yang tertulis pada paragraf pertama: “Semuo capres ado pro kontranyo.” Pernyataan dalam logat Sumatera Selatan itu di akhir perbincangan tiga lelaki tentang kandidat calon presiden mereka. Apakah yang lucu dalam tulisan tersebut? Tak lain adalah penulisan “semuo” itu. Memang benar banyak kata Melayu dengan akhiran suara “a” dilafalkan dengan akhiran “o” dalam bahasa Palembang, seperti “ada” menjadi “ado”, “dua” menjadi “duo”, “kita” menjadi “kito”, namun kata “semua” bukan diucapkan dengan “semuo” dalam bahasa Palembang. Ini “perngarangan” dari wartawan yang menulis berita tersebut.

Pasalnya, istilah “semua” dalam bahasa Palembang adalah “galo-galo”, bukan “semuo”. Terkenal istilah sebutan warga Palembang dengan “wong kito galo-galo” yang secara harfiah kurang lebih bermakna “orang kita semuanya”. Pendatang baru di kota pempek yang berasumsi bahwa semua kata harus diakhiri dengan bunyi “o” dalam bahasa Palembang pasti akan jadi bahan tertawaan (setidaknya dalam hati). Ada tulisan lain dalam pemberitaan di Kompas yang mengutip ucapan narasumber dalam logat Palembang yang juga “melenceng” yaitu kata “biso”.

[caption id="attachment_323777" align="aligncenter" width="604" caption="(ilust kompas epaper)"]

14001317341414513873
14001317341414513873
[/caption]

Pada tulisan tentang keluhan peserta JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) di sebuah rumah sakit Palembang, di Kompas tertanggal 24 Maret 2014, terbaca sebagai berikut: “Sekarang kalau ambil obat harus setiap minggu, ndak biso sebulan sekaligus kayak dulu. Pening kepala ini,” kata Syam yang menderita pengapuran tulang. Kata “bisa” sejatinya bukan menjadi “biso” dalam bahasa Palembang. Yang benar, kata “bisa” dalam bahasa Palembang disebut dengan “pacak”. Istilah “biso” dalam bahasa Palembang mengandung permaknaan “racun ular” (disebut ‘bisa’ juga dalam bahasa Indonesia). Istilah “biso” yang bermakna “dapat” biasanya diucapkan oleh pendatang (luar Palembang) dan nampaknya sudah mulai mempengaruhi penutur asli bahasa Palembang yang jadi ikut-ikutan mengatakan “biso”. Anyway, ini tetap keliru dan yang tepat adalah “pacak”.

Kebetulan, saya juga menemukan satu berita lagi di Kompas tentang bisnis rumah panggung rakitan yang menuliskan ucapan pengrajin rumah panggung sebagai berikut: “Wah, hujan. Biso terlambat kirim rumah panggungnya”. Ini terbaca pada lead (paragraf pendahuluan) tulisan berjudul “Meraup Untung Rumah Panggung” pada Kompas tertanggal 3 Maret 2014. Saya yakin, kalau si pengucap adalah orang Palembang asli, pasti dia akan mengatakan “Pacak terlambat kirim rumah panggungnyo.”

Waktu saya berpacaran dengan isteri saya yang orang Palembang dulu, saya sudah mendapat warning (‘wanti-wanti’) tentang bahasa Palembang yang sepertinya semuanya berakhiran dengan dengan suara “o” ini. Petuahnya, janganlah semuanya dihantam-kromo pakai akhiran “o”, sehingga kata “cabe” diucapkan menjadi “cabo”. Kalau pas berada di restoran, gara-gara mau bergaya wong Palembang, terus kita nyerocos “Mang, cabonyo mano?”, wah ini fatal sekali akibatnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun