Mohon tunggu...
Gusti Karya
Gusti Karya Mohon Tunggu... Lainnya - Dosen Pariwisata dan Pengamat Ekonomi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Meningkatkan ekonomi melalui pariwisata

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pentingnya RUU Cupta Kerja Pasca Pandemi Covid-19

24 April 2020   12:13 Diperbarui: 24 April 2020   12:24 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Upaya pemerintah dan DPR menunda pembahasan klaster ketenagakerjaan pada materi Omnibus Law RUU Cipta Kerja mendapat respon positif dari kelompok buruh yang juga berencana untuk membatalkan rencana unjuk rasa sekaligus perayaan Hari Buruh Internasional (May Day) pada 30 April 2020. 

Kondisi tersebut menjadi langkah strategis dalam menjaga kondusifitas masyarakat dari ancaman gejolak sosial-ekonomi yang semakin tinggi pada masa pandemi Covid-19, mengingat sulitnya perekonomian rumah tangga, banyaknya PHK, serta ketidakpastian berakhirnya pandemi Covid-19 di Indonesia. Pemerintah dan DPR selalu terbuka dengan aspirasi masyarakat dan karenanya menghasilkan keputusan tersebut. Namun demikian RUU Cipta Kerja merupakan agenda peting Pemerintah yang harus tetap diwujudkan untuk kemaslahatan perekonmomian Indonesia. Karenanya RUU Cipta Kerja harus tetap dipertahankan dan adanya penundaan dimasa pandemi Covid-19 ini hanya bersifat sementara hingga meredanya situasi pandemi Covid-19.

Bagaimanapun juga Omnibus Law RUU Cipta Kerja memiliki potensi positif untuk ekonomi nasional sebagai upaya untuk memenuhi target Pemerintah dalam meningkatkan investasi dan mendukung kemudahan berusaha di Indonesia. Kita semua faham salah satu permasalahan yang menghambat investasi adalah regulasi yang gemuk dan tumpang tindih, sehingga menambah beban biaya dan mempersulit upaya pembukaan kesempatan lapangan kerja lebih luas. Selain itu, pasar tenaga kerja yang dipersepsikan tidak terlalu fleksibel juga ikut menghambat investasi di Indonesia dan mempengaruhi daya saing Indonesia.

Data pertumbuhan ekonomi Indonesia selama lima tahun terakhir selalu dikisaran 5 persen per tahun. Besaran ini memang bisa menempatkan Indonesia di posisi kedua kelompok negara-negara G-20. Namun, tetap ada aspirasi agar Indonesia bisa tumbuh lebih cepat untuk keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah.

Perhitungan kasar menunjukkan bahwa untuk tumbuh dalam kisaran 5,3 sampai 5,5 persen saja diperlukan pertumbuhan investasi antara 8 sampai 9 persen. Sementara, untuk pertumbuhan yang lebih tinggi dari itu diperlukan pertumbuhan investasi di atas 10 persen (double digit). Namun, faktanya saat ini pertumbuhan investasi dalam kurun waktu 2015-2019 tidak pernah lebih dari 7,94 persen per tahun. 

Di sinilah urgensi Ombibus Law Cipta Kerja sebagai regulasi pamungkas dibutuhkan untuk mengakselerasi perteumbuhan ekonomi nasional. Hal ini mengingat salah satu sebab tersendatnya pertumbuhan investasi nasioanl tidak bisa bergerak naik adalah indikator daya saing Indonesia. Global Competitiveness Report/GCR 2019) besutan World Economic Forum (WEF) mencatat bahwa peringkat daya saing Indonesia menurun dari posisi 45 ke-50. Masalahnya prosedur perizinan di Indonesia dinilai berbelit-belit.

Oleh sebab itu, dibutuhkan sebuah terobosan yang mampu mengkonfigurasi ulang hambatan-hambatan tersebut. Salah satunya melalui Undang-undang sapu jagat Omnibus Law. Omnibus Law RUU Cipta Kerja, bukan hanya mengatur tentang ketentuan investasi dan kemudahan berusaha.

Salah satu RUU Omnibus Law ini juga mengatur hal-hal lain, termasuk ketenagerjaan, lingkungan, industri pertambangan, pengelolaan wilayah pesisir dan kepulauan, Badan Usaha Milik Desa, serta Usaha Mikro Kecil dan Menengah.

RUU Cipta Kerja juga mendorong terwujudnya perluasan kesempatan kerja dan pemberdayaan ekonomi, melalui kemudahan berusaha dan proses perijinan yang mudah, serta difasilitasi pemerintah. Pasal 2 Omnibus Law RUU Cipta Kerja menyebutkan tentang asas penyelenggaraan jika RUU ini diloloskan nantinya, yaitu asas pemerataan hak, kepastian hukum, kemudahan berusaha, kebersamaan, serta kemandirian.

Omnibus Law RUU Cipta Kerja adalah bagian dari pendekatan institusional yang dibutuhkan porsinya sesuai kebutuhan masyarakat untuk dilakukan pemulihan industri pasca Covid-19. Sebab akan muncul supply shock pasca pandemi Covid-19 karena ada peningkatan jumlah pengangguran yang berdasarkan perhitungan bisa sampai 7 juta pengangguran baru dan yang paling terdampak sektor informal. Hal ini tidak bisa diselesaikan dengan pendekatan fiskal dan moneter saja, tapi harus secara institusional karena perekonomian Indonesia memang mengalami tren deindustrialisasi.

Secara prinsip, pendekatan institusional dengan memperbaiki regulasi, reformasi ketenagakerjaan, dan reformasi perpajakan diakomodasi dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Hal ini sangat dibutuhkan supaya Indonesia bisa memanfaatkan momentum bonus demografi dan lepas dari jeratan negara berpendapatan menengah. Momentum pasca pandemi Covid-19 juga harusnya dimanfaatkan karena banyak negara-negara utama produsen dunia, sangat mungkin melakukan relokasi industri dari Tiongkok. Asia Tenggara, jadi salah satu wilayah yang sangat potensial memanfaatkan hal ini. Indonesia sendiri saat ini belum jadi pilihan utama bagi investor. Biaya tenaga kerja, biaya perdagangan, dan nilai tambah kita masih kalah dibanding negara ASEAN lain, sehingga dibutuhkan pendekatan secara institusional tersebut.

Kita tahu ongkos politik dari Omnibus Law ini bisa sangat besar, sementara hasilnya kemungkinan tidak bisa dituai secara instan, dan akan menghadapi tuntutan publik yang besar. Akan tetapi ada preseden positif dari pengalaman Jerman yang juga pernah melakukan reformasi ketenagakerjaan, dimana negara tersebut cukup sabar sehingga deregulasi secara institusi ini bisa berbuah manis di masa depan.

Adanya pamdemi Covid-19 secara nyata membawa dampak signifikan terhadap perekonomian bangsa. RUU Cipta Kerja diyakini oleh banyak kalangan akademisi dapat menjadi solusi perbaikan perekonomian pasca pandemi Covid-19, namun para elemen buruh tidak dapat menerima usulan RUU tersebut karena menyebabkan berkurangnya beberapa hak buruh. Pemerintah dan DPR perlu untuk terus mensosialisasikan dan mengedukasi seluruh kalangan agar dapat menyadari arti penting RUU Cipta Kerja meskipun ditengah kondisi pandemic Covid-19.

Keputusan untuk menunda pembahasan klaster ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja sudah tepat, sembari menunggu kritik dan masukan dari masyarakat terutama elemen buruh. Namun demikian, pembahasan secara keseluruhan RUU Cipta Kerja harus tetap dilakukan dengan mengutamakan pembahasan klaster dan pasal-pasal yang tidak kontroversial. Selain itu, DPR dan pemerintah harus terus membuka kesempatan untuk menerima kritik dan masukan dari elemen masyarakat agar pihak-pihak yang tidak setuju, khususnya elemen buruh bisa merasa diperhatikan aspirasinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun