Mohon tunggu...
Gus Noy
Gus Noy Mohon Tunggu... Administrasi - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009, asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari).

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Perang Tanpa Kalender

21 November 2017   18:28 Diperbarui: 21 November 2017   18:49 423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sekarang kita ke kantor itu. Ya sekarang. Mendadak itu militan. Kita dalam perang. Seorang serdadu harus selalu siap sedia. Jangan seperti orang kaya gaya gagah megah tanpa daya ketika perang.

Perang tiap hari. Tiap hari sudah kalender. Kemarin perang di sana. Sekarang perang di sini. Besok perang di situ. Itu sudah kalender. Tidak usah banyak tanya. Kita sudah ditunggu di kantor itu. Bukan taman wisata. Ingat pakaian. Seragam.

Seragam belum dicuci pakai saja lagi. Perang tidak perlu repot cuci seragam. Pakai apa saja. Orang tidak peduli kita pakai baju apa. Orang pasti maklum. Jangan lupa pakai parfum. Pinjam dulu parfum rekan. Sesama serdadu sudah saling mahfum. Terpenting siasat sedikit harum.

Ingat makan dulu untuk daya gerak pikir. Makan apa saja bukan perut dipakai jadi ukuran seperti orang tidak pernah makan. Perang tidak perlu pertanyaan perut. Perut hanya senjata utama bagi orang merdeka. Perang artinya kita belum merdeka. Merdeka artinya tidak ada perang. Sekarang perang bukan melawan Belanda. Sekarang perang melawan kebutuhan hidup. Kebutuhan hidup lebih utama daripada kalender.

Kendaraan harus ada. Pinjam kalau tidak ada. Sesama serdadu harus saling mendukung. Jangan serdadu mengganggu serdadu. Perang lebih penting daripada urusan perasaan antarserdadu. Setiap serdadu paham apa militan apa perang.    

Bayaran nanti dulu. Militan minta bayaran seperti pelacur pinggir jalan saja. Bayaran kemarin belum cair. Baru tiga minggu. Anggaran tidak perlu dipikir. Perang bukan menghitung anggaran hanya mau untung-rugi. Perang kita bukan berdagang cilok. Kalender tidak tertulis nilai nominal. Kalender tidak ada gambar cilok. Militan bukan pedagang.

Biarkan ibu mengomel. Biarkan istri mengoceh. Seorang militan sejati biasa dengan omelan. Perang lebih sadis daripada segala celoteh tetek-bengek. Beri pengertian kepada ibu atau istri. Beras utang dulu. Anak jangan diajari jajan. Catat saja dalam kalender agar tidak lupa berapa utang. Kita militan sejati sudah pasti mereka paham.

Militan seperti masih mahasiswa rutin mendapat transferan. Peta dan kalender bukan kepala. Kita tidak perlu agenda. Perang tetap perang. Selalu perang. Pejuang bukan mencari uang. Pahlawan bukan karyawan. Orang-orang suntuk di depan kalender dan perut minder. Militan hanya paham maju perang. Bukan menunggu kalender seperti datang bulan. Perang tidak menunggu bulan datang. 

Jangan lupa perlengkapan perang. Cari di gudang. Tanya yang lain. Siapa pakai harus kembali di tempat. Tidak perlu diajari di mana tempat. Tiap hari sudah tahu. Tiap hari kita perang. Perang sudah jadi kalender.

Sudahlah tanya seperti wartawan seperti informan saja. Militan tanpa banyak tanya seperti masih sekolah. Sekolah sudah usang. Sarjana sudah di tangan. Sekarang kita perang.

Tut!
Sialan pulsa sebentar lagi habis. Belikan pulsa segera sekarang. Kalender beli pulsa itu sekarang. Ini karena mendadak. Mendadak tidak perlu kalender.

Tut!
Sialan sebentar lagi pasti putus. Lekaslah beli pulsa. Sekarang!

*******
Kelapa Lima, Kupang, 21-11-2017

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun