Mohon tunggu...
Gurgur Manurung
Gurgur Manurung Mohon Tunggu... Konsultan - Lahir di Desa Nalela, sekolah di Toba, kuliah di Bumi Lancang Kuning, Bogor dan Jakarta

Petualangan hidup yang penuh kehangatan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kritik sebagai Momentum Menjelaskan Substansi

6 Agustus 2020   08:08 Diperbarui: 6 Agustus 2020   08:12 379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebastian Hutabarat memahami Undang-Undang (UU) Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH)  nomor 32 Tahun 2009?.  Dalam konteks kasus Sebastian Hutabarat apa solusinya?. Siapa yang bisa memberi solusi?.  Solusinya  sejatinya  Komisi Kejaksaan dan  Komisi Kepolisian  memeriksa jaksa dan polisi?Mengapa  bisa terjadi demikian?.

Ketika saya kritik penegeka hukum kita, apakah berlaku bagi saya kritik tanpa solusi tidak ada gunanya? Solusinya adalah penegak hukum dibersihkan agar menjalankan hukum secara substantif.  Niat Sebastian Hutabarat terang benderang dan jelas yaitu menyadarakan kita untuk mencintai Danau Toba. 

Sikap kritis yang menghasilkan kritik mutlak dimiliki setiap individu untuk melatih diri  semakin baik. Anak saya yang kelas VI SD dan kelas VIII SMP suka kritik saya tanpa solusi. Sebagai contoh, saya larang mereka terlalu banyak menggunakan gadget, anak-anak saya kritik balik agar saya juga tidak menggunakan gadget terlalu banyak. Solusinya adalah saya melakukan kritik anak-anak saya.

Menyadari kritik dan solusi ada di dua pihak, maka sikap terbaik adalah terbuka terhadap kritik. Jika kritik keliru bisa dimanfaatkan sebagai momentum menjelaskan substansi. 

Kritik bagi penguasa yang jujur dan berintegritas adalah gizi untuk mengevalusi diri dan energi untuk bekerja keras. Penguasa, khususnya di daerah yang kinerjanya buruk alergi terhadap kritik. 

Penguasa yang alergi kritik terkesan  dikelilingi  penyerang balik untuk membunuh karakter pemberi kritik. Politik semacam ini tidak baik bagi perkembangan demokrasi kita. Sikap pembunuhan karakter pada titik tertentu menghasilkan buah yang matang yaitu runtuhnya kekuasaan itu secara berkeping-keping.  

Era digital adalah era terbuka. Karena itu, kekuasaan yang tidak terbuka sangat mudah runtuh apalagi jika para pemberi kritik konsisten dan memiliki kekuatan nalar dan penguasaan teknologi. 

Kritik yang tulus  yang memiliki kompetensi yang baik dipastikan pemenang.  Daya tahan diuji. Pemberi kritik oleh waktu  makin kuat karena memiliki spiritual yang kokoh, sementara penguasa yang tidak transparan makin menumpuk  hal-hal yang tersembunyi. Hal inilah yang menyebabkan munculnya prinsip transparansi dalam mengelola pemerintahan. 

Pemerintahan yang baik akan senang dengan kritik dan memberikan jawaban kepada pemberi kritik. Jika komunikasi pemberi kritik dijawab dengan baik maka pemerintahan itu bersih dan rakyat sejahtera. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun