Mohon tunggu...
Gurgur Manurung
Gurgur Manurung Mohon Tunggu... Konsultan - Lahir di Desa Nalela, sekolah di Toba, kuliah di Bumi Lancang Kuning, Bogor dan Jakarta

Petualangan hidup yang penuh kehangatan

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama FEATURED

Keadilan Sosial untuk Membangun Ketangguhan Petani

31 Mei 2020   18:40 Diperbarui: 17 Juli 2022   05:01 912
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi petani di Indonesia. (sumber: shutterstock via kompas.com)

Jika ikan mas (Cyprinus Carpio) seharga Rp 30.000/ kg, hanyalah 20 kg. Apakah sulit memelihara ayam 10 -- 50 ekor ayam di desa? Apakah sulitnya memelihara ikan mas 100 kg di desa? 

Belum lagi telur bebek, ayam kampung, entok dan lain sebagainya. Bagaimana dengan hasil sawah dan ladang?. Apa sulitnya? Apa sesungguhnya persoalan petani kita?.

Persoalan petani kita adalah selama ini bibit dikuasai pemilik modal atas nama kualitas dan penyeragaman. Kementerian Pertanian (Kementan), Dinas Pertanian Provinsi, dan daerah tidak pernah melatih petani menghasilkan bibit unggul.

Pemerintah membiarkan benih menjadi bisnis orang tertentu. Mengapa Kementan, Pemprov, Pemkab/Pemkot tidak melatih petani menghasilkan benih dengan teknologi hibridisasi?

Demikian juga peternak dan perikanan. Selain persoalan benih dankebutuhan pupuk, selama ini petani kita telah ketergantungan dengan pupuk buatan. Ketika subsidi pupuk dikurangi, petani menjerit. Petani tidak bisa melakukan kegiatan apa-apa ketika subsidi pupuk dikurangi. Inilah konsekuensi petani tanpa pembinaan berkelanjutan.

Masalah lain petani adalah berkurangnya lahan. Alih fungsi lahan untuk perumahan dan fungsi lain seperti kebutuhan pabrik telah meluluhlantakkan lahan pertanian.

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) yang didirikan penerima Magsaysay Award Abdon Nababan telah puluhan tahun berjuang agar tanah dibebaskan bagi komunitas adat untuk tujuan lahan pertanian.

Covid-19 mengancam dunia, termasuk kita. Kita khawatir akan ancaman Covid-19, tetapi konsekuensi lain dari Covid-19 adalah kebutuhan akan pangan. World Health Organization (WHO) telah memberikan sinyal bahwa Covid-19 akan berlangsung lama. Karena itu kebutuhan pangan yang bersumber dari petani harus program yang harus diprioritaskan agar kehidupan kita berjalan dengan baik. 

Jika kita mampu memenuhi kebutuhan pangan maka yang mendesak dilakukan adalah memberikan modal kerja ke petani untuk membeli bibit pertanian, benih ikan, bibit peternakan, biaya kerja, pupuk, mendampingi dengan penerapan teknologi dan kestabilan harga. Fluktuasi harga membuat petani sulit lepas dari kemiskinan. 

Fluktuasi harga membuat petani malas bekerja. Karena fluktuasi harga adalah musuh petani maka isu pembukaan lahan baru oleh Jokowi bersama Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah keliru.

Produk BUMN akan mengganggu harga pasar. Kebijakan yang tepat adalah mendampingi petani dari pembenihan, pembupukan, pemeliharaan, panen dan paska panen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun