Mohon tunggu...
Guntur Saragih
Guntur Saragih Mohon Tunggu... -

Saya adalah orang yang bermimpi menjadi Guru, bukan sekedar Dosen atau Trainer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menempatkan SBY Sebagai Mantan Presiden

16 Februari 2017   16:41 Diperbarui: 16 Februari 2017   16:56 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sebuah pemerintahan  yang baik dapat dilihat dari sejauhmana ia memelihara dan mengagungkan apa-apa yang ada dalam rangkaian cerita sejarah sebuah negara. Kita masih ingat, bagaimana Musa memperlakukan Firaun, meskipun ia dan rakyatnya telah mendapatkan berbagai penderitaan semasa rezim sebelumnya. Dalam kekinian, kita juga dapat melihat bagaimana suri tauladan yang ditampilkan oleh Nelson Mandela. Ia tidak  memperlakukan rezim sebelumnya sebagai musuh, justru ia merangkul pendukung rezim sebelumnya untuk bergabung bersama.

Apa yang terjadi dengan SBY merupakan sebuah ironi kesemena-menaan. Meskipun saya tidak pernah memilih  SBY untuk dua kali pilpres, namun hati kecil saya tersentuh melihat beliau diperlakukan secara tidak manusiawi. Jika kita berkaca dengan Musa dan Mandela,  rezim SBY bukanlah rezim ala apartheid apalagi firaun. Bahkan, di masa SBY kelompok nasionalis dengan begitu lantang mengkritik dalam berbagai demonstrasi, meskipun ada yang diproses hukum, namun jumlahnya sangat sedikit.

Etika Presiden Terhadap Mantannya

Sampai saat ini, Saya masih menunggu keindependenan presiden Jokowi untuk menyambut ajakan pertemuan oleh SBY. Jika semakin berlarut, maka pandangan bahwa ada yang melarang semakin  besar. Seyogianya, presiden Jokowi tidak memiliki masalah pribadi dengan SBY, karena keduanya beda generasi. Saat menjadi Walikota dan Gubernur DKI, SBY sebagai presiden tidak mengambil kebijakan yang merugikan Jokowi.

Meskipun ada asas  semua orang sama di mata hukum, namun mantan presiden bukanlah orang yang sama dengan kebanyakan. Oleh karena itu, obrolan di media publik antar keduanya menjadi tidak elok. Ke-Bhinnekaan  yang selalu diusung oleh rezim Jokowi menjadi hambar, peran yang lebih besar dari sekedar petugas partai menjadi semakin jauh dari harapan.

Mendiamkan seluruh proses yang dilakukan oleh  masyarakat terhadap SBY mencerminkan sikap masa bodoh, bahkan dapat dicurigai sebagai sikap sentimen. Permintaan SBY agar polisi memproses dugaan penyadapan oleh Tim Ahok yang belum diproses merupakan tanggung jawab seorang presiden. Tuduhan keji yang dilakukan oleh pihak yang ia berikan grasi merupakan insiden  yang tidak dapat dianggap sederhana. Jokowi harusnya menaruh hati dalam kepekaan berpolitik. Suka tidak suka Antasari menjadi bagian dalam keberpihakannya, karenanya jika tidak dikontrol, sikap antasari dapat diartikan  menjadi satu kesatuan dengan Jokowi.

Presiden Untuk Rakyat Bukan Untuk Partai

Jika kita berkaca dengan hasil pilpres, maka dukungan suara yang diraih Jokowi jauh melebihi pencapaian PDIP. Karenanya, Jokowi harus menjadi presiden republik ini, bukan presiden partai. Karenanya, penghormatan terhadap SBY mendapat yang tinggi dalam status sebagai mantan presiden. jika Jokowi mau menemui Prabowo, maka menemui SBY jauh lebih dibutuhkan oleh negara. Jika SBY  difitnah oleh Ahok, lalu polisi tidak bertindak, maka Jokowi seharusnya jauh mementingkan perasaan SBY dibandingkan Ahok.

Di republik ini seyogianya yang harus dijaga perasaanya oleh Jokowi adalah SBY, karena ia merupakan mantan presiden dengan jabatan terlama yang masih hidup. Pencapaian SBY jauh melebihi dua mantan presiden lain yang masih hidup. Megawati dan Habibie menjadi presiden bukan karena dipilih, melainkan karena mendapatkan lungsuran karena presiden mundur dan dimundurkan. Meskipun SBY saat ini menjadi ketua partai, Jokowi harusnya bertindak melebihi kapasitas ketua partai, ia presidennya. Jika Jokowi tidak memperhatikan ini, sama saja ia sebenarnya presiden Indonesia untuk PDIP dan partai penguasa.

Andai SBY Bukan Ketua Demokrat

Meskipun SBY mendapatkan cobaan yang begitu besar, namun saya menaruh harapan agar beliau menempatkan diri jauh lebih tinggi dari yang sekarang. Pak SBY adalah mantan presiden, seyogianya tidak perlu menjadi ketua umum partai, harkat beliau jauh melebihi jabatan ketua umum partai. Belajar dari mantan presiden Habibie, yang mendapat apresiasi sangat tinggi dibandingkan dua mantan presiden yang masih hidup, mungkin perbedaannya beliau tidak lagi menjabat ketua partai pasca lengser.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun