Mohon tunggu...
Guna Mandhasiya
Guna Mandhasiya Mohon Tunggu... Industrial System Engineer and Data Scientist

🎓 Teknik Industri UI | Matematika UI 📌 Pemerintahan | Kebijakan Publik | Data

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Di Antara Optimisme dan Pesimisme

6 Juli 2025   20:50 Diperbarui: 6 Juli 2025   20:50 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Kalo tidak salah di sekolah dulu kita diajarkan tentang kebaikan. Tentang bagaimana kita bisa mematuhi peraturan supaya hidup menjadi teratur. Kalo tidak salah di sekolah dulu kita diajarkan tentang etika dan sopan santun. Tentang bagaimana kita berperilaku terhadap sesama, terhadap orang yang lebih tua maupun terhadap orang yang lebih muda. Kalo tidak salah di sekolah dulu kita diajarkan tentang bagaimana menghargai sebuah proses. Karena hidup adalah soal perjalanan bukan pelarian. Di sekolah dulu kita diajarkan bagaimana caranya bersaing secara sehat. Berkompetisi untuk bisa menjadi lebih unggul dengan cara mengasah kemampuan diri kita sebaik-baiknya. Di sekolah kita ditanamkan nilai-nilai Pancasila tentang Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Demokrasi, dan Keadilan.

Kehadiran Teknologi komputer membuat perubahan yang sangat masif dan cepat dalam dua dekade terakhir. Kita menyaksikan bagaimana perubahan kultur terjadi. Kalo tidak salah dulu kita seharusnya malu apabila berbuat keburukan atau kesalahan, tapi hari ini keburukan dan kesalahan lah yang malah mendapatkan perhatian bahkan sanjungan.  

Sekarang, yang viral bukan lagi yang benar. Tapi yang paling berani menabrak batas. Yang paling sensasional. Yang paling bisa mengaduk emosi. Kita hidup di era di mana trending topic seringkali lebih penting daripada kebenaran, dan di mana suara yang keras mengalahkan isi yang cerdas.

Dulu kita diajarkan untuk mendengar sebelum bicara, berpikir sebelum bertindak. Tapi hari ini, kecepatan mengunggah dianggap lebih penting daripada ketepatan berpikir. Narasi dibentuk bukan dari kedalaman, tapi dari siapa yang paling cepat dan paling sering muncul di layar.

Kita dibesarkan dengan harapan bahwa kejujuran akan menang. Bahwa kebaikan akan menemukan jalannya. Tapi realitas sering kali mencambuk kita: integritas kalah oleh relasi, kerja keras kalah oleh kedekatan, dan nilai-nilai yang dulu kita hafalkan di sekolah, hari ini justru tampak seperti lelucon yang basi di tengah panggung kekuasaan.

Apa yang sebenarnya terjadi?

Barangkali bukan nilai-nilainya yang salah. Tapi sistem dan lingkungan yang membiarkan nilai-nilai itu kehilangan daya. Kita hidup dalam masyarakat yang semakin permisif, yang mulai terbiasa menoleransi pelanggaran---asal punya alasan yang bisa "dipahami". Kita melihat para elite mempertontonkan kompromi demi kekuasaan, dan pada saat yang sama, berharap rakyat tetap percaya pada moralitas.

Di sinilah kita, generasi yang dibesarkan oleh nilai, tapi disodorkan kenyataan yang seringkali bertolak belakang. Di sinilah pergulatan batin itu terjadi. Antara idealisme masa kecil dengan realitas dunia dewasa. Antara pelajaran di buku dengan siasat di ruang-ruang rapat.

Namun jika semua ini membuat kita putus asa, maka pelajaran yang kita terima di sekolah dulu benar-benar gagal. Justru hari ini, pelajaran-pelajaran itulah yang paling perlu kita perjuangkan kembali. Bukan dengan cara menggurui, tapi dengan menjadi contoh. Bukan dengan mencaci keadaan, tapi dengan membangun alternatif.

Karena bangsa ini tidak akan berubah hanya karena satu tokoh. Tapi karena jutaan orang yang memutuskan untuk tetap jujur ketika yang lain mulai culas. Tetap sopan saat yang lain memilih kasar. Tetap berpikir jernih saat yang lain memilih gaduh.

Mungkin benar, kita hanya bisa mengubah dunia dengan satu tindakan kecil dalam satu waktu. Tapi jika kita tidak lagi percaya pada nilai-nilai itu, maka apa yang tersisa dari bangsa ini?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun