Mendekati akhir bulan Juli 2020 ini, petani cengkeh di Tanah Air masih terkungkung di dalam lingkaran setan harga cengkeh yang kisut.
Keadaan ini pun telah membuat para petani menunggu sejenak hingga harga cengkeh kembali naik. Tapi yang pasti waktunya bakal lama.
Situasi 'menunggu' inilah yang kalau diibaratkan seperti menanti salam dijawab oleh si nona. Persisnya lagi, kita di buat menunggu. Heu heu heu
Oke, mari kita lanjut dengan diskursus harga cengkeh yang pelik.
Untuk menaksir kapan harga cengkeh kembali membaik, memang amat sukar. Kendati, saya bukanlah ekonom kaliber Boediono ataupun Emil Salim, yang bisa menelaah ekonomi makro.
Saya hanya petani cengkeh debutan yang merangkap sebagai peternak babi di desa. Tapi bila dipaksa berjudi dalam taksir, saya memprediksi Oktober-November ini harga cengkeh kembali melambung.
Seiring banyaknya tulisan saya menyoal cengkeh, baik di Kompasiana maupun di portal media lokal, banyak diantara petani cengkeh yang memproklamirkan kegalauannya kepada saya.
Padahal saya bukan ketua APCI (Asosiasi Petani Cengkeh Indonesia), pihak yang nota bene koheren untuk menampung aspirasi mereka.
Tapi ya, begitulah. Pendek kata, sebagai sesama petani cengkeh, kami selalu bertukar informasi seputar harga komoditas pertanian yang satu ini;
"Om Reba, Ini harga cengkeh kira-kira kapan naik sudah ee?
"Tidak tahu lagi, Om. Kita tunggu saja. Siapa tahu ada kenaikan harga dalam waktu dekat"
"Di simpan saja dulu cengkehnya. Wanti-wanti harga kembali naik" Lanjut saya
*****