Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Ehipassiko dalam Meditasi

7 Juni 2023   05:55 Diperbarui: 7 Juni 2023   05:56 354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ehipassiko dalam Samadhi (gambar: mindworks.org, diolah pribadi)

Siap?

Samadhi adalah pemusatan pikiran atau konsentrasi. Penulis temui ada tiga jenis konsentrasi yang umum kita (manusia) lakukan.

  • Kita berkonsentrasi ketika berusaha mencapai atau mendapatkan sesuatu yang umum di sebut berpikir. Berencana, berstrategi, bersiasat, berhitung dan sejenisnya termasuk dalam jenis konsentrasi berpikir ini.
  • Kita juga bisa berkonsentrasi ketika kita terbuai oleh perasaan. Ibarat berenang dan terseret arus, kita bisa berkonsentrasi membayangkan apa yang dirasakan saat itu. Ketika berbahagia kita terlena membayangkan hal-hal yang mungkin terjadi karena kebahagiaan itu. Ketika ketakutan kita tercekam kekhawatiran dan membayangkan hal-hal buruk yang mungkin terjadi. Jenis konsentrasi ini umumnya dikenal sebagai lamunan.
  • Jenis konsentrasi yang ketiga yang penulis temukan adalah konsentrasi yang kita lakukan ketika kita mengamati sesuatu objek yang baru. Dalam konsentrasi yang biasa disebut observasi ini kita memusatkan pikiran hanya untuk mencerap (Sanna), mencatat dan menerima (acknowledge) dengan panca indera.

Samadhi atau bhavana dalam buddhis penulis temui lebih dekat ke tipe konsentrasi observasi karena dalam bhavana selalu dihadirkan objek. Pelaku bhavana tidak diharapkan mengosongkan pikiran, tidak juga diberikan suatu masalah untuk dipecahkan, tujuan untuk dicapai sehingga harus berpikir keras,  juga tidak dianjurkan mengumbar perasaan dan hanyut dalam euforia atau paranoia. Pelaku bhavana, pada awalnya, hanya diharapkan mengamati objek sedetil-detilnya. Mencatat dan menyadari.

Dalam Anapanasati contohnya, pelaku bhavana dituntun mengamati proses bernapas. Ketika menarik napas, ketika menghembuskan napas. Masuk, keluar, dan seterusnya. Sesuatu yang kelihatannya sederhana dan remeh. Sebuah praktek yang untuk waktu yang lama sangat membingungkan buat penulis. Apa hubungannya latihan bathin dengan napas ?

Hingga penulis menyadari sesuatu -- proses mengobservasi menghentikan pikiran (sankhara) dan perasaan (vedanna)!

Bukan dalam konteks pikiran jadi kosong atau orang jadi tidak berperasaan, tapi pikiran dan perasaan itu seperti mesin mobil di gigi netral. Hadir tapi tidak menguasai kesadaran (vinnana) apalagi badan (raga). Dengan memusatkan pikiran mengamati sebuah objek penulis menemukan pencerahan -- secara mental, kita tidak bisa multitasking. Dan ini mudah sekali dibuktikan; pada seorang balita yang sedang menangis hadirkan sebuah benda yang tidak pernah dia lihat (gantungan kunci, gadget, mainan, apa saja) niscaya dia akan berhenti menangis memperhatikan benda itu meski hanya sejenak.  Dalam beberapa kasus, balita itu bisa lupa kenapa dia menangis dan memburu "mainan" baru itu. Pikiran dan perasaan yang membuatnya menangis terkesampingkan ketika dia konsentrasi mengobservasi objek baru!

Temuan ini penting karena ini berarti kita punya kendali. Kita jadi bisa mengamati kapan pikiran muncul, kapan perasaan menyeruak dan bagaimana kesadaran bereaksi, yang semuanya bisa di reset dengan kembali memusatkan pikiran mengobservasi objek.

Adalah penting dipahami bahwa munculnya pikiran atau menyeruaknya perasaan itu tidak diharamkan atau dianggap sebagai sesuatu yang salah atau jelek dalam bhavana, karena adalah fenomena yang manusiawi. Tapi sekarang kesadaran akan adanya kesadaran dalam diri kita menguat. Ungkapan "mengendalikan pikiran" atau "mengendalikan perasaan" bukan lagi konsep tapi jadi praktis. Kita tahu bagaimana caranya agar tidak lagi dikuasai pikiran dan atau perasaan.

Hal lain yang penulis amati adalah, pikiran atau perasaan yang teridentifikasi dan disadari akan pupus seketika. Minimal turun intensitasnya. Kemarahan surut ketika kita sadari sebegai perasaan yg muncul. Stress karena pikiran tak kunjung menemukan jalan keluar pupus ketika disadari sebagai pikiran yang muncul.

Jadi dengan melatih diri mengenali kemunculan pikiran, mencatat dan menerima pikiran untuk kemudian secara sadar memilih kembali mengobservasi objek yang dipilih dan melatih diri mengenali kemunculan perasaan, mencatat dan menerima perasaan untuk kemudian secara sadar memilih kembali mengobservasi objek yang dipilih, lama-lama dalam keseharian bahkan ketika kita tidak sedang ber-meditasi-pun kita tahu, menyadari kemunculan pikiran dan perasaan secara netral seperti mengamati objek diluar tubuh.

Alhasil latihan bhavana dalam jangka panjang akan meningkatkan pengendalian diri dan membuat kita lebih mampu melihat kondisi apa adanya. Hal ini akan mempermudah pelaksanaan sila yang pada gilirannya akan menghadirkan pengalaman hidup yang menumbuhkan kebijaksanaan dan memperkuat keyakinan bahwa Samadhi...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun