Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Pemahaman Karma Kolektif dalam Ajaran Buddha

17 Juli 2022   04:40 Diperbarui: 17 Juli 2022   04:54 593
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meskipun karma kelompok atau karma bersama atau karma kolektif itu karena kesamaan karma yang pernah dilakukan sebelumnya, tetap saja terdiri dari karma-karma individu. Masing-masing individu dalam kelompok atau kebersamaan itu, jika ditelisik lanjut, tidak akan persis sama apa yang dipikirkan dan dirasakan.

Ketidaksamaan itu baik saat melakukan karma itu, maupun saat buah atau akibat karma itu diterima di kemudian waktu. Masing-masing pelaku karma akan menerima buah atau akibat karmanya sendiri-sendiri.

Kisah berikut diambil dari riwayat Buddha Gautama. Kisah ini dapat memberikan gambaran mengenai karma kelompok atau karma bersama atau karma kolektif dengan buah atau akibat karma, yang meskipun sekilas terlihat sama,namun sesungguhnya tidaklah persis sama.

Dalam kitab suci Dhammapada syair 30, Buddha mengatakan, "Melalui penyempurnaan kewaspadaan di dalam dirinya, dewa Sakka bisa meraih tingkatan sebagai pemimpin di antara para dewa. Sesungguhnyalah, kewaspadaan akan senantiasa dipuji dan kelengahan akan senantiasa dicela."

Ada kisah di balik setiap syair yang tertuang dalam kitab suci Dhammapada. Tak terkecuali dengan syair yang ke-30 ini. Terdapat keseluruhan 423 syair di dalam kitab suci Dhammapada.

Dewa Sakka merupakan raja para dewa. Di kehidupan sebelumnya, dia adalah seorang manusia bernama Magha.

Magha beserta 32 orang pemuda lain yang menjadi pengikutnya, bersama-sama melakukan perbuatan baik dengan meratakan jalan dan membangun tempat tinggal untuk kepentingan orang banyak.

Magha juga melaksanakan tujuh kewajiban sebagai berikut:

  • Menjaga dan merawat ayah dan ibunya.
  • Menghormati orang-orang yang berusia lebih tua.
  • Lemah lembut dan sopan dalam berkata-kata (berucap).
  • Berupaya untuk tidak membicarakan hal-hal buruk tentang orang lain.
  • Menghindari menjadi orang kikir dan sebaliknya menjadi orang yang dermawan (murah hati).
  • Berkata yang sebenarnya (jujur).
  • Menjaga diri sedemikian rupa sehingga tidak mudah menjadi marah.

Dengan melakukan semua kebaikan tersebut dan melaksanakan ketujuh kewajiban itu sepanjang kehidupannya, setelah meninggal, Magha di kelahiran selanjutnya menjadi Sakka. Ia menjadi raja dari para dewa. Ketiga puluh dua pengikutnya setelah meninggal juga terlahir kembali sebagai dewa di surga Tavatimsa (alam tiga puluh tiga dewa).

Tentu saja ketiga puluh dua dewa pengikut dewa Sakka tidak akan sama persis satu dengan lainnya. Mereka mungkin berbeda secara tampilan wajah maupun fisik lainnya. Mereka mungkin juga berbeda dalam kebahagiaan yang dirasakan.

Di kehidupan lampaunya, ketiga puluh dua orang tersebut memang melakukan pekerjaan baik secara bersama-sama. Namun isi pikiran, ucapan, dan perbuatan mereka sepanjang kehidupan lampau pasti tidak akan sama persis. Alhasil, di kehidupan mereka berikutnya, meski terlahir bersama di alam surga Tavatimsa, diri mereka masing-masing dan kehidupannya tidaklah persis sama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun