Masih ingatkah anda pada sebuah gitar bass merek Ibanez milik Roberto Trujilo, basis grup musik cadas Metallica, yang dihadiahkan kepada Jokowi?.Gitar itu sekarang dipajang digaleri Gratifikasi Direktorat Gratifikasi.Â
Pada permukaan gitar bass berwarna merah itu ada tanda tangan Roberto Trujillo dan tulisan, "Giving back! To Jokowi: Keep playing that cool, funky bass!‎".
Sebenarnya Gitar itu adalah tanda penghormatan dan persahabatan yang tulus dari Roberto Trujilo kepada Jokowi salah satu penggemarnya diantara jutaan penggemarnya didunia.
Tapi dalam pandangan KPK, hadiah gitar itu adalah bentuk Gratifikasi yang melanggar hukum. Karena itu Jokowi tidak boleh membawa pulang hadiah itu kerumahnya.
Mengapa sebuah hadiah yang tulus dalam bentuk barang (bukan uang) masuk kategori Gratifikasi?. Alasan KPK adalah, ketika gitar bass itu dihadiahkan, Jokowi sementara menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Dalam UU No. 20 Tahun 2001 tentang Gratifikasi dijelaskan sebagai berikut:
Gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.
Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.
Kemudian pada Pasal 12B ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001, tentang peraturan yang Mengatur Gratifikasi, berbunyi:
Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.
Jadi berdasarkan rumusan gratifikasi dan berdasarkan peraturan yang mengatur gratifikasi itu, maka hadiah gitar bass dari Roberto Trujilo masuk kategori gratifikasi, yang melanggar Undang-Undang.
Baru-baru ini kita dihebohkan dengan berita bahwa Amien Rais menerima uang Rp. 600 juta rupiah. Amien Rais disebut dalam persidangan terhadap terdakwa mantan Menteri Kesehatan, Siti Fadilah Supari, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (31/5/2017).
Menurut Jaksa, Amien Rais menerima enam kali pemberian uang yang jumlah totalnya sebesar Rp 600 juta. Uang tersebut berasal dari keuntungan perusahaan swasta yang ditunjuk langsung oleh Siti Fadilah untuk menangani proyek pengadaan alat kesehatan di Kementerian Kesehatan.
Menurut jaksa KPK, Menteri Kesehatan Siti Fadilah bersedia membantu PT Indofarma karena perusahaan tersebut bekerja sama dengan Nuki Syahrun selaku Ketua Sutrisno Bachir Foundation. Nuki Syahrun adalah adik ipar dari Soetrisno Bachir.
Pada bulan Januari sampai juni 2007 ketika uang itu ditransfer kerekening Amien Rais, Soetrisno Bachir sementara menjabat sebagai Ketua Umum DPP PAN. Sedangkan Amien Rais menjabat sebagai Ketua Majelis Pertimbangan Partai.
Amien Rais berdalih, bahwa uang yang diterimanya dari Soetrisno itu dipakai untuk kegiatan yayasan sosial miliknya.Tentu saja dalih yang dikemukakan Amien Rais ini sangat naif.
Bagaimana mungkin seorang profesor yang terkenal sangat kritis, dan sangat alergi dengan yang namanya korupsi itu, tidak kritis menerima uang ratusan juta dari ketua partainya sendiri?.
Mari kita bandingkan dengan hadiah sebuah gitar bass dari basis Roberto Trujilo kepada Jokowi. Gitar bass itu bukan diambil dari uang negara,dan diberikan oleh seorang seniman yang tidak ada kaitannya dengan politik di Indonesia. Tapi dalam pandangan KPK hadiah gitar itu adalah bentuk Gratifikasi. Jokowi tidak boleh membawa pulang gitar itu kerumahnya.
Kasus yang melilit Amien Rais bukan dalam bentuk barang, melainkan uang ratusan juta rupiah. Dana ratusan juta itu berasal dari proyek alat kesehatan yang menggunakan uang negara. Lagi pula penyelewengan alat kesehatan resikonya mengancam nyawa banyak orang.
Tentu saja adalah kewajiban KPK untuk mengusut sampai tuntas kasus itu. Tegasnya begini. Hadiah gitar saja diusut KPK apalagi dana ratusan juta rupiah yang berasal dari kas negara.
Lalu mengapa sekarang ada upaya untuk menggolkan hak angket DPR terhadap KPK. Hanya karena mereka menyebut nama Amien Rais mantan Ketua MPR dan tokoh anti KKN.
Masih segar dalam ingatan, ketika Amien Rais  memberi sambutan pada peluncuran buku "Usut Tuntas Dugaan Korupsi Ahok', karya Marwan Batubara.  Amien Rais  menegaskan bahwa  penegak hukum, khususnya KPK, berlaku adil, jangan lagi ada maling kecil dihukum ringan dan maling besar dilepaskan.Â
Kalau Amien Rais merasa benar, dia dan partainya tidak boleh menghalangi kerja KPK. Bukankah orang benar itu  tidak takut mempertahankan kebenarannya, walaupun dia dipenjara?.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H