Mohon tunggu...
Gresye Rumalarua
Gresye Rumalarua Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Pattimura

Jangan pernah lelah untuk belajar, karena belajar merupakan anugerah. Bahkan jika gurunya adalah rasa sakit.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Rasisme: Masih Sangat Kental Kehadirannya di Kalangan Masyarakat

5 Desember 2020   10:45 Diperbarui: 5 Desember 2020   10:52 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“No one is born to hate others because of their skin color, background, or religion. People must learn to hate. If they can learn to hate, then they can be taught to love because love is more natural to the human heart than vice versa.”

– Nelson Mandela

Seperti yang dikatakan mantan Presiden Afrika Selatan tersebut, tidak ada yang terlahir untuk membenci orang lain karena warna kulit, latar belakang, atau agamanya. Orang harus belajar untuk membenci. Jika mereka bisa belajar membenci, maka mereka bisa diajari untuk mencintai karena cinta lebih alami di hati manusia daripada sebaliknya.

Ada beragam bentuk kebencian. Bisa sekedar dalam pikiran, terucap oleh lisan, hingga sampai pada tindakan. Rasisme, sebagai bentuk tindakan kebencian, merupakan pandangan bahwa ras tertentu yang lebih unggul menentukan pencapaian budaya atau individu dan memiliki hak atas ras lain yang lebih rendah. Tidak dapat dipungkiri, rasisme sudah menjadi masalah di seluruh dunia yang seolah sudah mendarah daging dan tidak bisa lepas dari kehidupan sosial dan budaya. 

Akar rasisme itu sendiri adalah ketidakmampuan seseorang atau kelompok untuk menerima perbedaan yang kontras yang muncul di lingkungannya. Jika seorang individu atau kelompok merasa jauh lebih baik dari kelompok yang lain, maka secara alamiah mereka akan merasa bahwa mereka berhak untuk memimpin atau mendominasi orang atau kelompok lain. 

Selain melanggar Hak Asasi Manusia, rasisme merupakan masalah sosial yang sangat serius yang dapat melemahkan orang atau kelompok tertentu hingga menciptakan perpecahan dalam masyarakat. Tentunya hal ini sangat berbanding terbalik dengan prinsip kesetaraan dan keadilan.

Seringkali kita mendengar tentang masalah sosial yang timbul akibat adanya tindakan rasis dari sebagian besar kelompok kepada kelompok lainnya yang dianggap minoritas. 

Seperti yang terjadi beberapa waktu lalu, masyarakat dari berbagai belahan dunia sempat digemparkan dengan kematian George Floyd, seorang pria berkulit hitam yang dibunuh secara brutal oleh polisi Minneapolis, Minnesota, AS. Video pembunuhan Floyd yang berhasil terekam menjadi viral dan beredar luas secara global. 

Dalam video tersebut menampilkan seorang polisi berkulit putih bernama Derek Chauvin berlutut di leher Floyd dan mengabaikan permohonan Floyd agar tidak menindihnya lagi. Namun polisi tersebut tidak menghiraukannya hingga Floyd pun tidak bergerak, lalu menghembuskan nafas terakhirnya. Sebagai akibat dari aksi tragis itu, menyulut gelombang kemarahan masyarakat dari berbagai dunia dan mengadakan demonstrasi secara besar-besaran memprotes kebrutalan polisi Minnesota terhadap George Floyd. 

Kematian George Floyd di Amerika Serikat mengingatkan kita masyarakat dunia, terkhususnya Indonesia yang beragam suku, budaya, dan agama, bahwa rasisme itu masih sangat kental dan akan selalu ada di sekeliling kehidupan kita sehari-hari, entah disadari atau tidak. 

Indonesia yang terdiri dari suku bangsa yang beragam ini benar-benar diuji ketika masih ada rasisme. Misalnya, dapat kita lihat ketidakadilan terhadap kawan-kawan kita di Papua. Orang-orang berkulit hitam memang sering dijadikan objek rasis karena dianggap bahwa orang berkulit hitam itu cenderung kriminal. Mulai dari sekadar lontaran ejekan yang menyinggung warna kulit, serangan fisik dari masyarakat sekitar, hingga perlakuan aparat yang kurang berdasar telah dirasakan oleh masyarakat Papua. 

Ujaran rasisme muncul karena akar kebhinekaan tidak kuat di kalangan masyarakat. Rasisme juga diakibatkan akan kurangnya pemahaman mengenai rasisme itu sendiri serta keengganan untuk membahas apa itu rasisme, seperti apa bentuknya, dan apa dampaknya. 

Bicara mengenai rasisme seringkali menjadi topik yang tabu dan selalu dikaitkan dapat menimbulkan perpecahan. Mengapa? Haruskah kita tetap bungkam menerima rasisme dan diskriminasi di negeri ini? Speak up bukan untuk menciptakan perpecahan dan pemberontakan namun bersuara untuk menginginkan keadilan dan kesejahteraan. Oleh karena itu, kita harus mulai terbuka dengan pembicaraan-pembicaraan terkait rasisme, serta belajar mengapresiasi kehidupan dalam keberagaman, sesuai dengan semboyan bangsa Indonesia, yaitu Bhinneka Tunggal Ika.

Jika kita lihat dari sudut pandang Alkitab tentang rasisme, tentu sudah sangat jelas bahwa tindakan rasis tidak sesuai dengan kebenaran Firman Tuhan.

Seperti yang tertulis dalam kitab Perjanjian Baru, Kisah Para Rasul 10:34-35 : Lalu mulailah Petrus berbicara, katanya: "Sesungguhnya aku telah mengerti, bahwa Allah tidak membedakan orang. Setiap orang dari bangsa manapun yang takut akan Dia dan yang mengamalkan kebenaran berkenan kepada-Nya." 

Berdasarkan firman Tuhan itu, kita tahu bahwa Tuhan mengasihi setiap orang dan menerima mereka, terlepas dari ras dan etnis mereka. Dihadapan Tuhan, tidak ada yang lebih mulia posisinya dan tidak ada yang lebih rendah nilainya. Semuanya sama di mata Tuhan. Tangan Tuhan terbuka untuk memberikan kasih-Nya kepada semua orang. 

Untuk itu, penting menanamkan paham terhadap diri kita sendiri dan generasi selanjutnya bahwa tidak ada yang bisa memecahkan kita berdasarkan warna kulit. Karena pada dasarnya tidak ada fakta biologis yang menunjukkan bahwa warna kulit mempengaruhi level intelektual seseorang. Setiap manusia mempunyai hak dan kesempatan yang sama. Apa pun warna kulitnya, apapun agamanya, apapun ras dan etnisnya, kemanusiaan itu ada di atas segala-gala nya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun