Kompasiana - Gong pembuka liga terbaik di dunia, Premier League, telah dipukul. Lampu sorot sudah kembali menyinari rumput hijau, di mana drama, emosi, dan -- tentu saja -- kontroversi, kembali menjadi bumbu utama.Â
Hingga Minggu malam, sudah 18 tim menunaikan laga perdana mereka, namun, ada dua insiden bola mati yang menyisakan pertanyaan besar dan menyelimuti atmosfer dua pertandingan krusial.
Pertama, di atas rumput Stamford Bridge, gol tendangan bebas Eberechi Eze dianulir oleh wasit karena satu aturan detail yang, jujur saja, mungkin hanya segelintir orang yang hafal di luar kepala.Â
Insiden kedua, yang sudah menjadi kebiasaan taktis nan licik, adalah gol tunggal Arsenal ke gawang Manchester United.Â
Gol tersebut lahir dari skema sepak pojok di mana satu pemain The Gunners dengan sengaja melakukan "gangguan" terhadap kiper lawan.
Secara aturan, kedua hal ini mungkin saja sah-sah saja di mata hukum sepak bola saat ini. Tapi, secara dampak, otoritas wasit dan liga mungkin harus mengevaluasi dua tindakan yang "sejenis" ini.Â
Mereka sama-sama memanfaatkan celah aturan untuk mengganggu tatanan pertahanan lawan, yang secara naluriah harusnya dilindungi. Mari kita bedah lebih dalam.
Anulir Gol Eberechi Eze dan Tegaknya Aturan 13 IFAB
Laga Chelsea versus Crystal Palace di Stamford Bridge berjalan dengan tensi tinggi. Pada menit ke-13, Palace mendapatkan tendangan bebas di posisi yang sangat ideal, tepat di depan kotak penalti Chelsea.Â
Eberechi Eze, yang dikenal sebagai salah satu eksekutor tendangan bebas terbaik di Liga Inggris, mengambil alih tanggung jawab ini.Â
Tembakan melengkung kerasnya meluncur indah, menembus celah di antara para pemain bertahan, dan bersarang telak di jala Robert Sanchez.Â