Mohon tunggu...
Greg Satria
Greg Satria Mohon Tunggu... FOOTBALL ENTHUSIASTS

Just Persistence

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengejar Cahaya di Bumi Nusa Tenggara Timur: PLTS dan Misi MengEmaskan Indonesia

26 Juni 2025   21:51 Diperbarui: 28 Juni 2025   16:05 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi seremonial pembangunan PLTS dalam TJSL PT. Pegadaian di Batam. Sumber : Dok. Pegadaian

Kompasiana - Sudah tak terhitung berapa kali saya menjejakkan kaki di tanah Nusa Tenggara Timur, khususnya di Pulau Flores yang menyimpan sejuta pesona sekaligus ironi. 

Dari Maumere hingga Labuan Bajo, setiap perjalanan adalah sebuah pengingat akan keindahan alam yang tak tertandingi, namun juga tamparan keras akan realitas yang begitu kontras di malam hari: lampu jalan masih menjadi sebuah kemewahan.

Terutama di daerah Boawae, tempat asal istri saya, penerangan jalan cukup layak menjadi atensi berbagai pihak untuk dicarikan solusinya. Bukan hanya jalan-jalan kecil di pedesaan, namun bahkan jalan negara (Trans Flores) juga masih gulita di beberapa titik.

Pembangkit listrik tenaga diesel yang kerap beroperasi pun tak bisa diandalkan sepenuhnya, dengan jadwal padam yang acak dan tegangan yang tak stabil. Ini bukan lagi cerita lama, ini adalah realitas hari ini, di jantung visi Indonesia Emas 2045.

Saya ingat betul, menelusuri jalan Trans Flores yang berkelok di malam hari, adalah sebuah experience yang campur aduk antara keindahan bintang di langit yang jernih dan ketakutan akan jurang di sisi jalan yang tak terjamah cahaya.

Lampu jalan dengan solar panel, secara teknis, sangat mungkin untuk membantu agar jalan-jalan vital ini memiliki penerangan yang memadai saat malam, mengurangi risiko kecelakaan dan meningkatkan rasa aman. 

Namun, mengapa implementasinya masih jauh panggang dari api? Mengapa infrastruktur dasar seolah "terlupa" di tengah gembar-gembor pembangunan nasional?

Saya berikan contoh bagaimana indahnya jalur darat Labuan Bajo yang pernah diposting seorang Raffi Ahmad. Ratusan spot seperti itu terbentang luas dari barat hingga timur. 

Disinilah perlu diperhatikan, bahwa keamanan pengendara di malam hari juga layak mendapat atensi. Di malam hari inilah para pejuang pengiriman barang seperti ekspedisi akan memulai petualangannya. Pengadaan lampu jalan yang memadai, selain memperlancar alur transportasi juga bisa menipiskan kesenjangan yang ada. 

Kesenjangan ini, antara pusat dan pinggiran, Jawa dan luar Jawa, adalah bom waktu yang harus segera dinetralisir. Misi Indonesia Emas 2045, dengan segala kemegahannya, akan terasa hampa jika pemerataan kesejahteraan dan akses infrastruktur dasar tak menjadi kebutuhan mutlak. 

Ini bukan lagi soal belas kasihan, melainkan keadilan fundamental. Lalu, di mana peran para raksasa korporasi, para pemegang modal besar, yang memiliki tanggung jawab sosial yang begitu besar?

Apakah mereka akan terus memejamkan mata, atau berani melangkah? 

Sebuah contoh datang dari PT Pegadaian yang sudah ikut ambil bagian dalam mendukung SDGs 7 melalui langkah-langkah yang fokus pada efisiensi dan tanggung jawab lingkungan. Bulan Februari 2025, PT Pegadaian membangun PLTS di pesantren Darussalam Al-Gontory, Batam dalam program TJSL Pegadaian nya.

Ini bukan hanya tentang cahaya, ini tentang harapan.

Ironi Kesenjangan dan Potensi Surya di Tanah Terlupakan

Kesenjangan energi di Indonesia, terutama di wilayah timur, adalah ironi yang menyedihkan. Di satu sisi, kita adalah negara dengan potensi energi terbarukan melimpah ruah, terutama energi surya. 

Matahari bersinar nyaris sepanjang tahun di garis khatulistiwa. Namun di sisi lain, jutaan rakyat kita masih hidup dalam kegelapan atau bergantung pada sumber energi yang mahal dan tidak efisien. Nusa Tenggara Timur, dengan kondisi geografis kepulauan dan akses yang sulit, menjadi salah satu wilayah yang paling merasakan dampak pahitnya ketidakmerataan ini.

Permasalahan listrik yang persisten di pedalaman Flores bukan sekadar ketidaknyamanan. Ia adalah hambatan nyata bagi kemajuan. Bayangkan: anak-anak tak bisa belajar optimal di malam hari karena penerangan yang minim, usaha kecil sulit berkembang karena keterbatasan jam operasional dan biaya listrik yang tinggi, dan keselamatan warga terancam di jalanan yang gelap gulita. 

Jalan Trans Flores yang membentang dari Labuan Baju ke Maumere, sebagai tulang punggung konektivitas antar-wilayah, seharusnya menjadi contoh prioritas. 

Di sinilah potensi energi surya menjadi begitu relevan dan, jujur saja, tak terbantahkan. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) menawarkan solusi yang ideal, berkelanjutan, dan yang terpenting, terdesentralisasi. 

Desa-desa yang sulit dijangkau jaringan listrik konvensional tak perlu lagi menunggu uluran kabel panjang yang memakan biaya dan waktu. Dengan PLTS skala kecil atau menengah, bahkan dengan unit-unit lampu jalan bertenaga surya mandiri, cahaya bisa langsung hadir di tengah masyarakat. 

Indonesia Emas 2045: Merajut Keadilan dari Cahaya Matahari

Visi besar Indonesia Emas 2045 adalah sebuah cita-cita mulia, sebuah lompatan kuantum menuju bangsa yang maju, adil, dan makmur. Namun, kemajuan sejati tidak akan pernah terwujud jika ia hanya terpusat di satu titik. 

Pemerataan adalah kebutuhan mutlak, sebuah fondasi yang tak bisa dinegosiasikan. Kita tidak bisa hanya menjadi "Jawa-sentris" dalam pembangunan dan berharap seluruh Indonesia akan otomatis merasakan dampaknya. Kesenjangan ini akan menjadi beban, bukan aset.

Akses energi, khususnya listrik yang stabil dan terjangkau, adalah hak asasi manusia dan katalis utama bagi pembangunan. Tanpa listrik yang memadai, roda ekonomi pedesaan akan berputar lambat. Usaha mikro dan kecil tidak bisa berinovasi. 

Mengandalkan perluasan jaringan listrik konvensional mungkin terlalu lambat atau tidak ekonomis untuk menjangkau setiap pelosok Nusantara. Di sinilah peran energi terbarukan, khususnya PLTS, menjadi sangat strategis dalam konteks Indonesia Emas 2045.

PLTS memungkinkan solusi cepat, bersih, dan mandiri. Bayangkan: listrik stabil untuk mengoperasikan mesin pertanian, kulkas untuk menyimpan hasil panen, lampu untuk penerangan jalan di malam hari, dan internet untuk terhubung dengan dunia. Ini semua adalah langkah nyata untuk memutus mata rantai kemiskinan dan ketertinggalan, memberdayakan masyarakat dari bawah ke atas.

Membangun infrastruktur energi terbarukan di daerah terpencil adalah investasi dalam sumber daya manusia, dalam potensi ekonomi lokal, dan dalam keadilan sosial. Ini adalah langkah konkret untuk memastikan bahwa ketika Indonesia menginjak tahun 2045, "emas" itu benar-benar tersebar merata, tidak hanya berkilau di satu pulau saja.

Peran Korporasi dan Jejak PT Pegadaian: Membangun Masa Depan Bersama

Di tengah ambisi nasional ini, peran korporasi, baik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun swasta, menjadi sangat krusial. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) atau Corporate Social Responsibility (CSR) tidak boleh lagi dipandang hanya sebagai kewajiban normatif atau sekadar pencitraan.

Ini adalah sebuah investasi strategis, sebuah jembatan untuk membangun masa depan bersama. Korporasi memiliki sumber daya, keahlian, dan jangkauan untuk memberikan dampak signifikan di area-area yang sulit dijangkau pemerintah sendirian.

Pemberdayaan PLTS di pedesaan, khususnya di Indonesia Timur, adalah lahan yang sangat subur bagi program TJSL. Ini adalah kesempatan bagi perusahaan untuk tidak hanya berkontribusi pada pembangunan nasional, tetapi juga memperkuat citra brand mereka sebagai entitas yang peduli, inovatif, dan bertanggung jawab terhadap lingkungan dan masyarakat. 

Masyarakat akan mengingat dan menghargai perusahaan yang membawa terang ke desa mereka.

Salah satu contoh nyata yang patut diacungi jempol adalah langkah PT Pegadaian. Perusahaan ini sudah ikut ambil bagian dalam mendukung Sustainable Development Goals (SDGs) 7, yaitu "Energi Bersih dan Terjangkau", melalui langkah-langkah yang fokus pada efisiensi dan tanggung jawab lingkungan.

Inisiatif mereka dalam membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di pesantren Darussalam Al-Gontory, Batam, adalah bukti konkret komitmen ini. Ini bukan sekadar membangun, tetapi memberdayakan komunitas dengan energi bersih dan berkelanjutan, yang sesuai dengan visi "MengEmaskan Indonesia, Tebar Manfaat Bersama Pegadaian".

Langkah serupa, atau bahkan lebih besar, sangat dinanti di wilayah seperti Nusa Tenggara Timur. Undangan ini ditujukan kepada seluruh perusahaan: mari bersama-sama berinvestasi dalam cahaya.

Bangun PLTS di desa-desa terpencil Flores, pasang lampu jalan bertenaga surya di sepanjang Trans Flores, atau dukung program-program edukasi tentang energi terbarukan.

Ini bukan hanya tentang memberikan bantuan, tetapi tentang menciptakan kemandirian energi dan memberdayakan masyarakat secara fundamental.

Ini adalah kesempatan untuk menunjukkan bahwa semangat "MengEmaskan Indonesia" bukan hanya slogan, melainkan aksi nyata yang "Tebar Manfaat" dari Sabang sampai Merauke, memastikan setiap sudut negeri ini bersinar terang, menyongsong masa depan yang lebih adil dan berkelanjutan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun