Mohon tunggu...
Gregorius Aditya
Gregorius Aditya Mohon Tunggu... Brand Agency Owner

Pengamat Industri Kreatif. Pebisnis di bidang konsultan bisnis dan pemilik studio Branding bernama Vajramaya Studio di Surabaya serta Lulusan S2 Technomarketing Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS). Saat ini aktif mengembangkan beberapa IP industri kreatif untuk bidang animasi dan fashion. Penghobi traveling dan fotografi Landscape

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Cara Menetapkan Harga Jasa Desain bagi Para Desainer

13 Mei 2025   23:15 Diperbarui: 14 Mei 2025   09:42 436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi- Desain. (Freepik)

Bagi para desainer secara global, menetapkan harga jasa desain bukan sekadar menentukan angka. Di dalam industri kreatif, harga yang diberikan pada klien mencerminkan kualitas, nilai tambah, dan positioning para desainer di pasar. Meskipun begitu, penetapan harga bukanlah proses yang berjalan seragam di setiap proyeknya. 

Setiap proyek desain memiliki karakteristik dan tantangan yang berbeda, sehingga memerlukan strategi penetapan harga yang sesuai. Meskipun para desainer bukan orang yang terbentuk dengan pendidikan keuangan yang dominan, mereka tentunya perlu untuk mengetahui bagaimana penawaran yang baik sebagai bentuk praktek etis bahwa mereka paham dengan kondisi klien tapi tidak merusak harga pasar.

Dalam dokumen "Riset Standar Harga Jasa Desain di Indonesia"[1] yang diterbitkan oleh Kemenparekraf dan berafiliasi dengan asosiasi-asosiasi desain seperti Aliansi Desainer Produk Industri Indonesia (ADPII), Asosiasi Desainer Grafis Indonesia (ADGI), Asosiasi Profesional Desain Komunikasi Visual Indonesia (AIDIA), Himpunan Desainer Interior Indonesia (HDII), Himpunan Desainer Mebel Indonesia (HDMI), serta Indonesian Fashion Chamber (IFC), disebutkan bahwa setidaknya terdapat sebelas metode penetapan harga jasa desain yang dapat diterapkan oleh desainer secara pribadi maupun studio kreatif.

Ilustrasi Perhitungan Harga. (Sumber: pusatpelatihan.co.id)
Ilustrasi Perhitungan Harga. (Sumber: pusatpelatihan.co.id)

1. Cost to Price

Pertama, metode "Cost to Price". Metode ini digunakan ketika biaya produksi dapat dihitung secara jelas. Misalnya, proyek cetak majalah atau produk kemasan yang memerlukan bahan fisik. 

Dalam kasus ini, desainer menghitung terutama biaya bahan, tenaga kerja, dan overhead, kemudian baru menambahkan margin keuntungan. Pada metode ini, desainer dapat menambahkan sumber daya yang dapat dihitung secara rinci, seperti bahan cetak, jam kerja, atau bahkan membebankan pembayaran perangkat lunak berlisensi pada klien. Metode ini cocok untuk proyek-proyek dengan struktur biaya yang jelas dan terukur.

2. Going Rate

Selanjutnya adalah metode "Going Rate". Metode ini sangat relevan bagi desainer yang bermain di pasar kompetitif dan padat (red ocean strategy), seperti layanan desain logo atau desain kemasan untuk UMKM. Harga yang ada ditetapkan berdasarkan standar pasar. 

Dalam hal ini, desainer perlu menetapkan desainer atau studio mana saja yang dapat menjadi kompetitor. Desainer yang baru memulai atau ingin menjaga persaingan dapat menggunakan metode ini untuk menarik klien tetapi tanpa merusak pasaran.

3. Value-Based Pricing

"Value-Based Pricing" menjadi opsi bagi desainer level berpengalaman yang telah membuktikan kepakarannya dalam berbagai proyek sehingga mampu memberikan nilai tambah tinggi melalui desainnya. 

Kondisi ini sangat relevan dalam proyek-proyek yang telah menyentuh ranah antar disiplin ilmu terutama pada bidang marketing, sales, dan branding bisnis. Misalnya, branding untuk perusahaan besar yang ingin mengubah citra atau meningkatkan penjualan produk premium lewat pengubahan desain serta promosi produk mereka. 

Pada kondisi ini, harga dihitung berdasarkan potensi peningkatan pendapatan atau brand value yang akan diperoleh klien dari hasil desain tersebut. Dalam kondisi ini, desainer atau studio menganalisis hingga kepada tujuan bisnis, pendapatan perusahaan, persentase fee, serta traksi pasar.

4. Bundle Price

Metode "Bundle Price" adalah metode yang efektif digunakan ketika klien membutuhkan lebih dari satu layanan desain. Misalnya, proyek rebranding perusahaan yang mencakup logo, kemasan, dan media sosial. 

Bagaimana desainer dapat menawarkan harga paket ini memungkinkannya untuk meningkatkan order size dan mengunci kontrak jangka panjang, sekaligus memberikan kesan lebih hemat bagi klien. 

Dalam pelaksanaannya, meskipun memberikan semacam diskon, metode ini perlu lebih berhati-hati agar setiap item tidak merugikan atau merusak pasar sambil tetap menekankan posisi desainer atau studio bahwa mereka tidak merugi dalam mengeluarkan harga.

5. Credibility-Building Price

Dalam fase awal karier atau saat ingin membangun portofolio, sistem "Credibility-Building Price" dapat diterapkan. Harga ditawarkan dengan tarif rendah, atau bahkan gratis, untuk proyek pertama atau kolaborasi dengan klien besar. Tujuannya bukan keuntungan finansial, melainkan reputasi dan kredibilitas. 

Namun, di sisi lain, untuk menghindari kerusakan harga pasar, desainer harus membatasi jumlah proyek dengan harga ini dan menjelaskan kepada klien bahwa harga tersebut adalah penawaran khusus untuk proyek tertentu saja. 

Selain itu, desainer dapat menambahkan nilai melalui layanan tambahan seperti konsultasi atau revisi terbatas, sehingga klien tetap memahami nilai sebenarnya dari jasa desain tersebut yang bukan hanya terbatas pada pembuatan aset visual tapi memiliki elemen pemasaran yang membantu bisnis untuk lebih berjalan optimal.

Ilustrasi briefing proyek. (Sumber: berijalan.co.id)
Ilustrasi briefing proyek. (Sumber: berijalan.co.id)

6. Premium / Prestige Price

Bagi para desainer yang telah memiliki portofolio premium atau telah dikenal di industri, metode "Premium/Prestige Price" merupakan sesuatu yang dapat diterapkan. Strategi ini memposisikan jasa desain sebagai layanan eksklusif dengan kualitas tinggi. Hal ini dapat diterapkan apabila klien telah memahami proses desain serta mengharapkan hasil yang optimal. 

Klien yang bersedia membayar harga tinggi biasanya mengutamakan kualitas, orisinalitas, dan hasil desain yang unik. Adapun alasan yang masuk akal untuk menetapkan harga premium mencakup portofolio yang telah kuat, kualitas hasil akhir yang unggul, pengalaman kerja yang panjang, penggunaan teknik atau teknologi canggih, serta reputasi dan kredibilitas desainer.

7. Extra-Feature Price

Metode "Extra Feature Price" digunakan saat proyek menjadi berkembang dari brief serta kesepakatan awal. Jika klien meminta elemen tambahan seperti ilustrasi khusus atau tambahan komponen animasi 3D, harga dapat dinaikkan sesuai tingkat kompleksitas tambahan tersebut. 

Metode ini menjaga agar desainer tidak merugi akibat permintaan tambahan yang tidak diantisipasi. Item komponen tambahan tersebut sendiri dapat dihitung baik dari tambahan waktu untuk mengerjakan, berdasar tingkat kualitas serta kompleksitas, maupun variabel biaya lainnya.

8. Psychological Price

"Psychological Price" seringkali digunakan dalam perdagangan serta berfungsi untuk mengakomodasi persepsi konsumen terhadap harga. Contohnya, penggunaan harga Rp 999.000 terkesan lebih terjangkau daripada Rp 1.000.000. Metode ini efektif untuk menarik klien UMKM atau produk massal yang cukup sensitif terhadap harga.

9. Discounted Price

Pada kondisi tertentu, seorang desainer dapat memberikan potongan harga melalui metode "Discounted Price". Ini bisa diterapkan terutama untuk klien lama, proyek berjangka panjang, atau event promosi khusus. Namun, dalam hal ini desainer harus berhati-hati agar diskon tidak merusak citra brand atau dianggap sebagai sinyal harga rendah. Oleh karenanya, desainer perlu menghitung lebih cermat agar tidak merugikan orang lain maupun diri sendiri.

10. Loss Leader Price

Strategi "Loss Leader Price" dapat digunakan sebagai taktik masuk pasar baru. Misalnya, menawarkan harga sangat rendah untuk proyek awal guna menarik perhatian klien besar. 

Risiko metode ini adalah potensi kerugian jangka pendek, namun dapat membuka peluang proyek yang lebih menguntungkan di masa depan jika memang secara cermat diperhitungkan. Meskipun begitu, desainer harus berhati-hati agar tidak merusak harga pasar. 

Jika terlalu banyak menggunakan strategi ini atau menetapkan harga jauh di bawah standar pasar, desainer dapat menciptakan ekspektasi desain dengan harga rendah secara permanen. Sebagai solusinya, desainer dapat membatasi jumlah maupun jenis proyek yang termasuk Loss Leader dan memperjelas pada klien bahwa harga tersebut adalah bagian dari strategi pemasaran awal.

11. Emergency Price

"Emergency Price" adalah metode untuk jenis proyek yang bersifat mendesak atau urgent. Misalnya, permintaan desain dalam waktu hanya 24 jam. Dalam hal ini, Desainer dapat menerapkan harga lebih tinggi untuk mengkompensasi waktu kerja ekstra atau revisi cepat.  

Variabel-variabel utama yang diperhitungkan dalam menetapkan Emergency Price antara lain durasi pengerjaan (jumlah jam kerja tambahan), tingkat urgensi proyek, tingkat prioritas kebutuhan revisi cepat, tingkat kesulitan desain, serta potensi gangguan terhadap proyek lain yang sedang berjalan. Semakin tinggi tingkat urgensi dan kompleksitas proyek, semakin besar markup yang dapat diterapkan.

Ilustrasi proyek yang berjalan. (Sumber: silverorealty.com)
Ilustrasi proyek yang berjalan. (Sumber: silverorealty.com)

Penutup

Meski sebelas metode tersebut menawarkan fleksibilitas, menentukan harga jasa desain pada prakteknya di lapangan tidaklah mudah. Desainer harus mempertimbangkan biaya produksi, target pasar, positioning brand, dan potensi nilai tambah. Jika harga terlalu rendah, desainer dapat terjebak dalam proyek berbiaya tinggi namun berpendapatan rendah. Sebaliknya, harga yang terlalu tinggi tanpa justifikasi nilai penawaran di dalamnya dapat membuat klien potensial berpaling.

Selain itu, tantangan utama bagi desainer adalah mengedukasi klien tentang nilai dari desain. Banyak klien masih menganggap desain sebagai produk visual semata yang hanya sekali dijalankan lalu selesai, bukan sebuah investasi strategis untuk keseluruhan brand mereka. Oleh karenanya, para desainer harus mampu mengkomunikasikan dampak desain terhadap peningkatan citra, penjualan, dan brand equity.

Dengan demikian, penetapan harga bukan sekadar proses numerik saja, tetapi juga strategi bisnis yang harus dipikirkan matang-matang bagi setiap desainer atau studio. Adanya kombinasi metode sendiri juga dapat digunakan sesuai kondisi proyek, profil dari klien, dan tujuan jangka panjang desainer. Pada akhirnya, harga bukan hanya soal angka, tetapi juga refleksi dari nilai dan kualitas desain itu sendiri.

Sumber:

[1] Riset Standar Harga Jasa Desain di Indonesia https://kemenparekraf.go.id/penelitian/riset-standar-harga-jasa-desain-di-indonesia

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun