Mohon tunggu...
Gregorius Berthon Mbete
Gregorius Berthon Mbete Mohon Tunggu... Penulis - Cla Pilibi

Misionaris Claretian

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Manusia di Ambang Batas

23 November 2020   08:30 Diperbarui: 23 November 2020   08:37 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Apakah diskusi ini membantu? Ya, tentu saja sangat membantu. Namun diskusi-diskusi demikian tidak pernah menyentuh esensi kebenaran itu sendiri. Pembicaraan dalam diskusi hanya memperbincangkan kulit luar kebenaran. Kebenaran tetap menjadi sebuah revelasi kalau menggunakan term keagamaan.

2. Apa itu manusia?

Sebaiknya kata 'apa' ini diganti dengan 'siapa' oleh sebagian pembaca, menurut saya. Akan tetapi tidak salah juga saya memberikan gagasan dasar mengapa harus 'apa' dan bukan yang lainnya.

Dalam tradisi Yahudi dan juga kemudian dalam kekristenan, ada sebuah Mazmur yang dinyanyikan Raja Daud. Dalam salah satu ayat pada Mazmur 8 dikatakan demikian:

"... apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya?"

Rupanya pendasaran biblis ini bukanlah sebuah pelarian karena tidak ditemukan sebuah perjalanan logika berpikir kritis tentangnya. Saya menyadari bahwa dalam tradisi keagamaan tertentu, sekalipun manusia adalah makhluk yang paling mulia dari semua ciptaan lain, namun kekecilan manusia tidak mampu menghapus ke'apa'annya tersebut. Manusia tetap menjadi apa dan bukan siapa.


"Apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya?" Manusia, dalam garis pemahaman ini tidak disamakan dengan benda seperti batu, kayu dan lain sebagainya. 

Dalam aliran pemikiran Plato, ide menjadi tolok ukur kehadiran sebuah benda. Sebagai misal, kehadiran sebuah meja yang tampak di depan mata bukanlah sebuah meja yang asli. Meja yang tampak di depan mata itu pertama-tama adalah hasil kreasi budi manusia. Idelah yang membentuk meja. 

Atau dengan lain kata, meja pertama-tama ada dalam ide, baru kemudian diaktualisasikan dalam bentuk yang kelihatan seperti yang tampak oleh indra penglihatan. 

Bagaimana meja ada dalam ide? Di sini saya menyebutnya dengan istilah kreativitas bawaan. Kreativitas bawaan ini tidak dipengaruhi oleh pengalaman. Alasan yang paling dekat adalah karena kreativitas model ini lahir atau telah terberi begitu saja dalam pribadi manusia. Sebagai misal kemampuan pertukangan yang dimiliki seorang ayah yang diturunkan kepada salah seorang anaknya.

Anak ini belum pernah melihat atau mengerjakan sebuah meja kayu sebelumnya. Bakat bawaan yang diturunkan sang ayah menjadikan anak ini memiliki imajinasi menghasilkan sebuah meja kayu yang dapat diindrai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun