Daerah konservasi ini  tidak boleh dialihfungsikan. Perusak hutan mangrove harusnya diberi sanksi tegas.
Pendekatan hukum harus dibarengi dengan pendekatan sosial budaya. Tujuannya adalah agar masyarakat turut merasa memiliki dan menjadi pelindung hutan mangrove secara aktif.
Kegiatan edukasi dan kampanye digital juga berperan besar. Generasi muda dapat menyebarkan kesadaran akan pentingnya mangrove melalui media sosial, podcast, video pendek, dan pelatihan daring.Â
Narasi positif dan visual yang kuat bisa menggerakkan lebih banyak orang untuk peduli dan bertindak. Mangrove bukan hanya masalah pesisir, tapi menyangkut masa depan ekosistem dunia.
Di sisi ekonomi, pengelolaan mangrove berbasis masyarakat (community-based mangrove management) dapat menjadi solusi jangka panjang.Â
Program ini memungkinkan masyarakat lokal mendapat manfaat ekonomi dari mangrove secara berkelanjutan.
Contohnya, melalui ekowisata, madu hutan, hasil perikanan, atau kerajinan dari bahan bakau yang legal dan ramah lingkungan.
Pendekatan ini terbukti efektif di beberapa daerah seperti di Bali, Sulawesi, dan Nusa Tenggara Timur.
Terakhir, "Hari Mangrove Sedunia 2025" adalah panggilan untuk bertindak, bukan hanya merenung. Saatnya setiap individu, institusi, dan pemimpin mengambil peran nyata.
Melestarikan mangrove berarti menjaga ketahanan pangan, iklim, dan masa depan generasi mendatang.Â
Dari akar yang mencengkeram tanah pesisir, mangrove mengajarkan kita tentang kekuatan, ketekunan, dan perlindungan. Mari kita jaga bersama.