Mohon tunggu...
Gregorius Nafanu
Gregorius Nafanu Mohon Tunggu... Petani - Pegiat ComDev, Petani, Peternak Level Kampung

Dari petani, kembali menjadi petani. Hampir separuh hidupnya, dihabiskan dalam kegiatan Community Development: bertani dan beternak, plus kegiatan peningkatan kapasitas hidup komunitas lainnya. Hidup bersama komunitas akar rumput itu sangat menyenangkan bagiku.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Diversifikasi Pangan, Upaya Mengurangi Ketergantungan terhadap Beras

19 Oktober 2022   09:23 Diperbarui: 22 Oktober 2022   17:31 823
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi petani jagung menjemur jagung hasil panen di halaman rumahnya. Foto: Kompas/ANGGER PUTRANTO 

Negara agraris yang selalu impor beras (konten dan foto: kompas.com)
Negara agraris yang selalu impor beras (konten dan foto: kompas.com)

Lalu apakah betul, tak ada impor beras lagi? Tidak, impor tetap jalan sekalipun kita swasembada. Ternyata yang dimaksudkan oleh Presiden RI adalah impor beras untuk tujuan konsumsi saja yang dihentikan. Impor beras tetap dilakukan untuk tujuan industri.

Beberapa contoh industri yang menggunakan bahan baku beras antara lain pembuatan tepung beras. Juga sering dibuat untuk makanan setengah jadi seperti kerupuk dan bihun.

Impor yang masih dilakukan oleh negara Indonesia itu lebih ditujukan ke daerah yang tak menghasilkan beras seperti Papua dan Maluku. Juga didistribusikan ke lokasi dan tempat tertentu semisal hotel dan restoran. Demikian disampaikan oleh BPS selaku pemilik data nasional seperti yang ditulis oleh CNBC Indonesia.

Diversifikasi Pangan Adalah Keharusan

Ada dua hal menarik yang perlu dicermati berkaitan dengan ketergantungan terhadap beras dan upaya mengatasinya.

Hal pertama, pendapat Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Setianto yang mana menyatakan impor beras didistribusikan ke daerah yang tak memproduksi beras seperti Papua dan Maluku seperti yang dirilis oleh CNBC Indonesia. Kedua,  ide Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo untuk substitusi beras dengan sagu dengan alasan kita punya banyak pohon sagu.

Dari pendapat Setianto, kita tahu bahwa impor beras masih juga dialokasikan untuk konsumsi langsung. Sementara dari pendapat mentan Yasin Limpo, kita juga tahu bahwa Indonesia masih memiliki persoalan dengan beras.

Mari jadikan jagung, singkong, pisang, dan pangan lokal lain menjadi pangan utama kita (dok foto: cwsglobal.org)
Mari jadikan jagung, singkong, pisang, dan pangan lokal lain menjadi pangan utama kita (dok foto: cwsglobal.org)

Persoalan klasik kekurangan stok beras dalam negeri yang sering digunakan sebagai senjata untuk mengimpor beras, diantaranya gagal panen karena bencana kekeringan atau kelebihan air hujan, wabah hama penyakit yang tak bisa ditanggulangi, hingga ketidakberesan distribusi pupuk, pestisida, dan sarana produksi pertanian (saprotan) lainnya.

Lalu, adakah jalan lain yang dapat dilakukan selain impor beras untuk memenuhi kecukupan pangan di indonesia, baik untuk konsumsi langsung maupun sebagai bahan baku industri?

Tentunya ada. Ingatlah, kekayaan Nusantara kita telah lama tersohor hingga ke benua lain. Sampai bangsa barat mencari jalan untuk menemukan sendiri komoditas Nusantara yang harganya sangat mahal di Eropa. Setelah menemukannya, mereka pun bernafsu untuk menjajah bangsa kita dan menguasai kekayaan kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun