Setiap individu dalam rumah tangga mempunyai tanggung jawab untuk memenuhi hak dan kewajibannya sesuai dengan teologi kemanusiaan dan agama. Hal ini penting untuk terjalinnya keutuhan rumah tangga. Keutuhan dan keharmonisan rumah tangga bisa terganggu jika sikap, perilaku, dan pengendalian diri tidak terkendali. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
     Adapun kasus yang terjadi istri yang mutilasi suami karena menjadi korban kdrt mengakibatkan terancamnya hukuman 15 tahun penjara. Pelaku F (30 tahun), seorang istri di Dusun Oman, Desa Paramasan Atas, Kecamatan Pramasan Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, memutilasi suaminya berinsial DI. F menghabisi nyawa DI dibantu oleh kakak kandungnya yang berinisial PP (34 tahun).
     Pemicu kekerasan yang dilakukan oleh F dipicu oleh KDRT yang dialaminya dari sang suami, DI. Puncaknya terjadi ketika DI melempar anak tiri mereka yang masih berusia 2 tahun ke sungai, meskipun anak tersebut berhasil diselamatkan oleh F. F, dibantu oleh kakak kandungnya (PP), melakukan tindakan mutilasi setelah membunuh DI. F menebas DI dengan parang, dan PP ikut membantu setelah tiba di lokasi. Kedua pelaku, F dan PP, dijerat dengan Pasal 338 Subsider 351 Ayat 2 dan terancam hukuman 15 tahun penjara. Seorang pengamat hukum dan gender menyoroti pentingnya mempertimbangkan KDRT yang dialami F sebagai faktor pemicu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI