Mohon tunggu...
Grace Philia Myanita
Grace Philia Myanita Mohon Tunggu... Saya seorang pelajar

Saya seorang pelajar yang sedang belajar

Selanjutnya

Tutup

Horor

Kamar 404 Tidak Pernah Ada

12 Oktober 2025   22:17 Diperbarui: 12 Oktober 2025   22:17 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Malam itu, Kameila dan Rivera baru menyadari arti kata-kata itu. Hotel tua itu tampak biasa dari luar, tapi lorongnya panjang dan remang-remang. Mereka mendapat kamar 403, di ujung koridor. "Kamar 403, lantai tiga, ujung kanan. Kolam renang buka sampai sore," kata resepsionis saat menyerahkan kunci. "Oke, makasih ya," jawab Kameila, sementara Rivera menimpali, "Kolam renang, asik banget!" Hari pertama mereka habiskan dengan berenang dan bercanda, suasananya ceria sampai sore.

Sekitar jam enam sore, setelah mandi dan ganti baju tidur, mereka memutuskan untuk beristirahat. Menurut mitos lokal, tidur pada waktu itu dianggap pamali. Kameila menatap Rivera, "Ve... kamu yakin mau tidur sekarang? Katanya jam segini pamali." Rivera menertawakan mitos itu, "Ah, cuma mitos. Santai aja, Kai." Mereka pun berbaring. Lampu kamar temaram, udara hangat, dan awalnya semua terasa tenang. Tapi tak lama kemudian terdengar gedebuk keras dari kamar sebelah, diikuti ketukan pelan di tembok. "Ve... denger nggak suara itu?" bisik Kameila. Rivera mengerjap, "Hm? Suara apa? Kayak... ketukan?" Kameila semakin tegang, "Iya, dari tembok sebelah. Tok... tok... tok..." Rivera menoleh ke jendela, lorong tampak sepi. "Ah, mungkin tamu lain lagi ribut. Tidur lagi aja," ujarnya, dan mereka berusaha kembali tidur, meski suasana terasa aneh.

Sekitar jam satu dini hari, Kameila terbangun karena suara nyanyian pelan terdengar dari kamar sebelah. Suara ramai, seperti banyak orang bernyanyi, tapi liriknya tidak jelas, nadanya terdengar fals dan menyeramkan. "Ve... denger nggak itu? Kayak... ada orang nyanyi!" bisiknya dengan napas tercekat. Rivera duduk di tempat tidur, mencoba menenangkan diri, "Suara apa sih itu? Aku nggak ngerti... tapi kayaknya dari kamar sebelah." Kameila menempelkan telinga ke dinding, suara itu semakin jelas, membuat bulu kuduk mereka meremang. Rivera akhirnya mengambil ponsel dan menelpon resepsionis. "Halo... permisi. Kamar sebelah kami berisik banget. Bisa dicek nggak?" tanyanya. "Baik, Mbak. Nomor kamarnya berapa?" jawab resepsionis. "403, sebelah kanan kamar kami," kata Rivera. "Atas nama siapa?" tanya resepsionis. "Rivera, dan teman saya Kameila," jawabnya. "Oke, kami cek dulu ya..." Namun tiba-tiba telepon mati sendiri. Rivera menatap Kameila dengan ketakutan, "Kai... teleponnya... mati sendiri..." Kameila hanya bisa menelan ludah, jantungnya berdebar. Sepuluh menit kemudian telepon kembali berdering. "Mbak... kamar sebelah Anda tidak melakukan apa-apa sejak tadi," kata suara di seberang, datar dan pelan. Mereka saling pandang, takut, tak mengerti apa yang baru saja terjadi.

Sekitar jam tiga pagi, telepon kamar berdering lagi. Kameila mengangkatnya, dan dari seberang terdengar suara samar, pelan, berulang: "Shh... shh..." Kameila menjerit pelan dan langsung membangunkan Rivera. "Ve! Suaranya... sama seperti tadi malam!" Rivera menelan ludah dan menenangkan, "Udah, tidurin aja... besok pagi aku cerita semuanya." Mereka mencoba tidur lagi, tapi kamar terasa semakin dingin dan menekan.

Paginya, Rivera akhirnya menceritakan semuanya kepada Kameila --- suara nyanyian, ketukan di dinding, hingga telepon misterius. Kameila langsung memutuskan, "Pagi ini kita pergi dari sini. Kita berdoa sesuai kepercayaan masing-masing, semoga dijauhkan dari hal mistis apa pun." Mereka bergegas ke resepsionis untuk membatalkan penginapan. Rivera ragu-ragu lalu bertanya, "Kak, waktu saya telpon kamar yang berisik itu, katanya kamar 404. Itu bener ya?" Resepsionis menunduk sejenak, lalu pelan menjawab, "Maaf, Mbak... di lantai tiga, kamar kami cuma sampai 403." Kameila dan Rivera saling pandang. Entah bagaimana, nomor 404 tetap tersimpan di ingatan mereka, dan ketakutan itu seolah masih membayang.

---

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun