Mohon tunggu...
Grace
Grace Mohon Tunggu... Freelancer - -

Just for fun. My life mostly revolves around movies, food, and dogs!

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Transisi dari Desa ke Kota, Siapa Takut?

17 Desember 2018   13:49 Diperbarui: 17 Desember 2018   14:06 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Bermodal sebuah link berisi seluruh isi tulisannya, sebuah perusahaan start up yang ingin mengembangkan sayap menghubunginya. 

Tidak ada tes sebagaimana umumnya prosedur recruitment. Tidak ada wawancara, tidak ada pula bolak balik ke kantor tersebut untuk temu dan menjelaskan lebih lanjut tentang kompetensi diri yang dimilikinya. Link tersebut telah mewakili dirinya ke hadapan HRD perusahaan. 

Menjelaskan secara rinci kemampuan diri tanpa perlu cuap-cuap untuk menarik perhatian HRD demi diterima bekerja di sana.

Masih seperti sebuah pertanyaan, bagaimana bisa dia yang seorang perempuan dari kampung, perempuan desa itu bisa menjadi seseorang seberuntung ini? Yang menurutnya, ketika ditanyakan pada dirinya sendiri, pun dia tak bisa memberi jawaban. 

Sebenarnya, jika harus dibandingkan dengan beragam orang yang telah lebih dahulu menduduki posisi tinggi dalam sebuah jabatan, mungkin memang ini tidaklah seberapa. Namun setiap orang memiliki kisahnya masing-masing. Setiap orang memiliki perjuangannya masing-masing.

Dia selalu mengingat sebuah kalimat yang dibawanya saat beranjak dari desa menuju kota Lampung, yaitu bahwa orang-orang desa, apapun yang dilakukannya, akan selalu berakhir di desa pula. 

Tak ada kesempatan untuk setara dengan orang lain dan tak ada pula kesempatan untuk berkembang karena menurut warga setempat itu adalah sebuah kemustahilan. 

Semua itu bisa ditepisnya dengan beragam adaptasi dan perubahan yang harus diterima untuk bisa membaur dan menghilangkan mindset orang kampung tidak akan pernah berkesempatan untuk hidup lebih baik.

Oh ya, satu lagi. Sebelum menutup cerita ini, selain tentang transisi kehidupan dari desa ke kota yang memiliki banyak cerita, bahwa hidup dalam beberapa budaya yang berbeda itu menurut dia adalah seru. 

Seperti ketika kita lagi berada di Jakarta, baru aja bicara dengan pakai bahasa ala-ala Jakarta, yaitu "lo dan gue" dan bahasa Indonesia yang bercampur dengan bahasa Inggris. 

Kemudian, kita bertemu teman yang juga dari desa dan kita lagi rindu-rindunya berbahasa daerah dan dengan lincahnya lidah kita tiba-tiba lupa bahasa gaul Jakarta dan beralih ke bahasa Batak Toba. Itu seru banget!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun