Mohon tunggu...
Grace Sihotang SH MH (HSPLaw)
Grace Sihotang SH MH (HSPLaw) Mohon Tunggu... Penulis - Advokat Dan Pengajar/ Tutor pada prodi Hukum Universitas Terbuka

Mengajar mata kuliah Hukum Pidana Ekonomi. Lawyer/ Advokat spesialisasi Hukum Asuransi Dan Tindak Pidana Asuransi. Menulis untuk Keadilan, Bersuara untuk Menentang Ketidakadilan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Agnez Mo, Inklusivitas, dan Reinterpretasi Keindonesiaan

27 November 2019   16:05 Diperbarui: 29 November 2019   23:29 4077
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penyanyi Agnez Mo berpose seusai konferensi pers di Lucy in the Sky, SCBD, Jakarta, Kamis (26/10/2017). Agnez Mo bersama rekannya Bastian Purrer, bekerjasama membangun aplikasi fashion, LYKE.(KOMPAS.com / RODERICK ADRIAN MOZES)

Tulisan ini saya buat sebenarnya dengan tujuan "mengademkan" suasana beberapa akhir ini akibat kontroversi ucapan Agnes Monica, atau Agnez Mo yang mengatakan bahwa dia tidak punya darah Indonesia tapi lahir, tinggal, menetap dan menjadi Warga Negara Indonesia yang dia akui kebhinnekaannya.

Entah kenapa, "omongan" AgnezMo ini justru jadi polemik setelah akun @permadiaktivis, mempermasalahkan kata "tidak punya darah Indonesia" ini, dan menyandingkan foto AgnezMo dengan foto Susi Susanti . Begini twitnya:

Sebelum saya membahas masalah ini, saya ingin bercerita bahwa saya adalah seorang pengajar di sebuah Perguruan Tinggi. Pernah suatu saat pas sesi kuliah Hukum Internasional dan membahas kasus Hambali Teroris, saya menanyakan apa makna "keIndonesiaan" bagi mahasiswa saya masing- masing.

Dan jawaban mereka ternyata sangat amazing, karena tiap mahasiswa mempunyai cara pandang sendiri tentang keIndonesiaan, yang menurut saya sudah sangat jauh bertolak belakang dengan jaman perumus-perumus Sumpah Pemuda, dan saat itu aselik saya merasa jadul banget.

Buat millenials, makna keIndonesiaan itu tidak melulu seperti yang tertulis di Sumpah Pemuda seperti yang dibilang Permadi Arya. Mereka anak jaman now, jaman globalisasi dan internet. Kita ga bisa paksa mereka harus selalu berbahasa satu Bahasa Indonesia.

Lihat Cinta Laura, dia adalah representasi millenial dengan bahasa Indonesia yang dicampur campur bahasa Inggris, namun tetap bangga sebagai Indonesia. Demikian juga AgnezMo dan artis-artis lain yang kadang suka berbahasa asing, tapi bukan berarti mereka tidak bangga akan ke Indonesiaannya.

Dalam kasus ini, AgnezMo merepresentasikan dirinya secara jujur apa adanya. Aku yakin dia sangat menghormati para pendiri bangsa ini yang telah menghasilkan Sumpah Pemuda, tapi apakah salah jika dia buat Re -Intrepretasi sendiri tentang ke Indonesiaannya, tanpa harus mengekor pada konsensus yang dibuat oleh para pendahulunya?

Selain itu dalam Sumpah Pemuda juga dikatakan bahwa "bertumpah darah" yang satu, bukan "berdarah" yang satu. Kata tumpah darah disitu artinya tanah air Indonesia, seperti yang ada di kata kata lanjutannya.

Tidak ada yang salah dengan Agnez Mo mempresentasikan ke Indonesiaan dengan cara, "Saya bukan berdarah asli Indonesia, saya hanya besar dan lahir di sana, tapi saya Warga Negara Indonesia". Lihat, betapa bangganya dia akan keberagaman dan kebhinnekaan Indonesia di kalimat-kalimat terakhir videonya.

Tangkapan layar dari acara BUILD Series dengan Agnez Mo sebagai bintang tamu.
Tangkapan layar dari acara BUILD Series dengan Agnez Mo sebagai bintang tamu.
Itulah menyedihkannya negeri ini. Negeri yang menggaungkan dirinya berbhinneka tunggal ika tapi masih terjebak dengan ekslusifitas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun