Mohon tunggu...
R. Graal Taliawo
R. Graal Taliawo Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Asli orang Halmahera Selatan-Maluku Utara | Minat "OTAK-ATIK" STATUS QUO | SAYA MENGHARGAI HAK BERKEYAKINAN & MENDUKUNG KEBEBASAN BERAGAMA | MENOLAK SISTEM EKONOMI KOMPETISI SEHAT | Suka makan Nasi Kucing & minum Teh Hangat Manis | www.graaltaliawo.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kang Emil: Mari Bertarung Jadi Alternatif!

28 Februari 2016   15:16 Diperbarui: 28 Februari 2016   15:21 417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Memangnya yang di Jakarta ini sudah baik? Bagi pemujanya, tentu Ya, tetapi sebaliknya bagi yang sedikit kritis terhadap kekuasaan, yang di Jakarta bukanlah “orang baik”. Sebagian kalangan menilai bahwa “status quo” ini tidak lebih sama dengan yang “berkumis” dahulu, bahkan seorang kawan menyebut wajah negara hari ini ditampilkan dengan gaya “kompeni”: Jakarta dibangun dengan mengusur dan didesain hanya bagi kepentingan kelompok tertentu. Jelas “baik atau tidak” itu sesuatu yang subyektf sekali.

Kembali. Terkait pertanyaan Kang Emil untuk maju atau tidak, penulis sebagai penduduk ber-KTP Jakarta, dan juga berdomisili di Jakarta, memiliki beberapa saran sebagai catatan.

Pertama, silahkan Kang Emil datang ke Jakarta jika memiliki gagasan-gagasan alternatif membangun Jakarta di luar kebiasaan buruk Ahok hari ini. Tetapi jika ke Jakarta masih dengan gagasan-gagasan yang sama dan usang, yakni mengkonstruksikan Jakarta hanya menjadi milik segelintir (kelompok) orang, Jakarta dibangun dengan jalan menyingkirkan kampung, menyudutkan masyarakat nelayan pesisir Jakarta, dan orang lemah ekonomi lainnya (bukan memberdayakan dan mengembangkan mereka), lebih berpihak bagi kelompok pemodal besar dan pengembang, maka Kang Emil memang lebih baik di Bandung saja.

Karena Jakarta membutuhkan alternatif!

Kedua, silahkan Kang Emil ke Jakarta. Tetapi kalau pandangan diskriminasi Kang Emil atas kelompok LGBT dan Syiah, masih seperti hari ini, masih sangat menyudutkan keberadaan mereka sebagai warga negara, maka lebih baik Akang di Bandung dan Jawa Barat saja. Konteks Jakarta sebagai kota “terbuka”, tempat berjumpanya banyak potensi perubahan, tidak cocok dengan cara pikir Akang tersebut.

Jakarta adalah kota anti diskriminasi, bahkan sejak dalam pikiran!

Ketiga, Kang Emil silahkan datang ke Jakarta, jika memiliki skenario mengatasi banjir dan kemacetan. Skenario yang dimaksud adalah desain pengentasan kemacetan melalui cara-cara baru, kreatif, dan berani bukan dengan gaya lama yang justru memberikan ruang dan stimulus bagi hadirnya mobil pribadi. Beranikah Kang Emil memberlakukan pajak tinggi bagi mobil pribadi mewah, dan atau melakukan pembatasan penjualannya di Jakarta serta diatur secara ketat penggunaannya di jalanan Ibu Kota?

Begitu juga terhadap banjir, beranikah Kang Emil memberdayakan warga, utamanya mereka yang selama ini kerap dicap dan “diteror” sebagai biang kerok banjir (padahal mereka adalah korban), untuk terlibat dan bekerja sama dengan mereka dalam mengatasi banjir? Banyak komunitas masyarakat di Jakarta ini yang sesungguhnya bisa dilibatkan dalam mengatasi banjir tanpa harus mendiskriditkan mereka apalagi menyingkirkan mereka.

Jakarta butuh pemberdayaan dengan komunikasi layak, bukan stigma dan terror busuk ala Ahok!

Keempat, di Jakarta ini banyak warga yang hidup di bantaran sungai dan menempati lahan negara, mereka tersisih akibat ketimpangan sistem ekonomi dan kekorupan praktek politik kita selama ini. Mereka adalah korban ketidakadilan yang membuat banyak tanah negara “ngangur” kemudian mereka harus kelolah. Beranikah mereka juga ditempatkan sebagai warga negara layak yang patut diberikan ruang dan dan hak untuk hadir? Maukah Kang Emil mendesain regulasi dimana tanah-tanah negara yang sudah dikelolah oleh warga jauh sebelum negara ini ada dengan berbagai aturanya (UU dan Perda) untuk dikelolah bersama warga tanpa harus merampas dari tangan mereka lalu mengusirnya ke Rusun dan atau “dibuang keluar Jakarta”?

Jakarta butuh regulasi tanah yang berpihak pada warga lemah, bukan malah merampasnya!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun