Belakangan ini ruang publik di Tanah Air, baik di Media Sosial maupun Media Mainstream sedang diberi muatan berita yang relatif  merisaukan masyarakat pada umumnya.
Betapa tidak, Dunia Pendidikan yang merupakan Taman Bunga Kehidupan Generasi Anak Bangsa, saat ini sedang dicengkeram oleh Intoleransi yang berkelindan dengan Radikalisme.
Sebagaimana diketahui bersama, bahwa Radikalisme dan Intoleransi di dalam dunia pendidikan di Tanah Air,  sudah menjadi semacam  wabah "penyakit menular" dan telah pula menjadi rahasia umum, dan diketahui oleh hampir semua kalangan, baik di dalam negeri maupun di kalangan mancanegara.
Sebagai misal, minggu lalu, publik di Tanah Air dibuat terperangah dengan publikasi di media sosial terkait dengan  intoleransi dalam dunia pendidikan.
Hal yang lebih mengenaskan adalah bahwa, tindakan intoleransi itu justeru diajarkan dalam praktek pendidikan di kalangan anak-anak usia Sekolah Dasar.
Praktek dimaksud adalah Tepuk Tangan Kafir dari SDN (Sekolah Dasar Negeri) Timuran di  Kota Jogyakarta (Liputan 6.com, 15 Januari 2020), di mana
irama Tepuk Pramuka itu adalah sebagai berikut: Islam, Islam, Yes! Kafir, Kafir, No!
Memperhatikan modus operandi Intoleransi dalam dunia pendidikan seperti ini, di mana anak kecil diajari kebencian sejak usia dini, maka pada saatnya mereka akan tumbuh menjadi generasi yang muatan moral hidupnya akan dipenuhi dengan DNA Radikalisme, Anti Pancasila, Segregasi dan Terorisme.
Lalu, mengapa hal seperti ini terus menerus terjadi seolah tanpa henti  di negara kita yang  indah ini?
Berdasarkan pengalaman empiris serta  menurut perkiraan yang mendekati kebenaran, bahkan boleh jadi dan besar kemungkinan, hal ini disebabkan karena pembiaran oleh pihak yang berwenang dalam menata kelola kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dikatakan demikian, karena bagaimana mungkin, anak kecil sebagai embrio masa depan bangsa ini, diajarkan  kebencian dengan mencemari alam pikiran dan hati nurani mereka dengan masa depan yang bernuansa  mendung dan kelabu.
Karena itu, fenomena gerakan ajakan membenci perbedaan dan Intoleransi semakin menjadi, karena adanya pembiaran tanpa tindakan yang signifikan, baik secara preventif, perseveratif dan kuratif.
Kecuali itu, belum lama juga, jagad publik di negeri ini, disuguhkan dengan hasil Penelitian dari Forum Komunikasi Penyuluh Agama Islam (FKPAI), yang dipublikasikan oleh harian jogya.com (15-1-2020), yang menyatakan bahwa, sejumlah sekolah di Wilayah Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta, diduga sudah  terpapar paham radikalisme.