Mohon tunggu...
Gordi SX
Gordi SX Mohon Tunggu... Freelancer - Pellegrinaggio

Alumnus STF Driyarkara Jakarta 2012. The Pilgrim, La vita è bella. Menulis untuk berbagi. Lainnya: http://www.kompasiana.com/15021987

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kisah Cinta Sang Ilmuwan Lawan Arus

12 Mei 2017   05:21 Diperbarui: 12 Mei 2017   11:54 1043
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Adegan teater tentang kisaha hidup Galileo di kota Firenze, FOTO:dietrolequinteonline.it

Ilmuwan juga bisa jatuh cinta. Kisahnya tentu saja membuat penasaran. Seperti apa sih situasinya? Apakah bermodel sistem berpikir ilmuwan juga?

Tentunya ada banyak ilmuwan yang jatuh cinta. Di sini, hanya kisah cinta Galileo yang dibeberkan. Jangan pikir kisah cinta berbumbu asmara yang hebat. Kisah ini hanya kisah cinta sang ilmuwan. Boleh jadi berbeda dengan kisah biasa. Tetapi, sama-sama berangkat dari rasa cinta.

Galileo Galilei terkenal karena kehebatannya. Lantas, ia pun digelari banyak nama: Ilmuwan, Astronom, Filsuf, dan Fisikawan. Masih banyak lagi yang lainnya terkait dengan ilmu yang ia kembangkan. Tetapi, cukup tiga ini yang diambil sebab sudah populer di kalangan umum.

Astronom Italia ini lahir di kota Pisa, Toscana (Italia Tengah) pada 15 Februari 1564. Di sini juga ia meninggal, tepatnya di kota Arcetri, Toscana pada 8 Januari 1642. Jadi, umurnya hanya 77 tahun. Kota Pisa adalah jantung hidup sang Ilmuwan. Di kota ini, ia banyak menghabiskan waktunya. Dia belajar di Universitas Pisa dan menemukan banyak cabang ilmu seperti Kinematika, Teleskop, Tata Surya. Tentu saja dengan pemahaman yang kuat dalam bidang Matematika dan Fisika. Keahliannya dalam beberapa bidang ini membuat Galileo amat terkenal.

Galileo, FOTO: christianitytoday.org
Galileo, FOTO: christianitytoday.org
Meski bidang eksata menjadi konsentrasi studinya, Galileo sebenarnya mencintai bidang bahasa. Boleh dibilang, Galileo mencintai diam-diam bidang ini. Pada saat itu, Galileo belajar dalam bahasa Latin. Inilah bahasa ilmu pengetahuan paling berkuasa di dunia. Semua pelajaran diberikan dalam bahasa Latin. Demikian juga untuk menulis sesuatu. Bangsa Romawi sebagai pelopor dan pengembang bahasa ini turut andil dalam bidang ini. Andil orang Romawi ini masih berlaku sampai sekarang. Lihat saaja istilah dalam Ilmu Hukum dan Farmasi. Banyak yang masih menggunakan istilah Latin.

Tidak seperti ahli hukum saat ini, Galileo justru ingin balik badan dari bahasa Latin. Dia menelusuri beberapa daerah di wilayah Italia. Memang, dalam beberapa tahun saja, keadaan berubah. Orang-orang Italia saat itu mulai menggunakan bahasa Italia di samping dialek mereka di masing-masing daerah. Ini kebiasaan baru bagi orang-orang Italia.


Kebiasaan inilah yang membuat Galileo jatuh cinta. Galileo muda mulai menunjukkan kecintaanya pada bahasa Italia. Dia suka menulis buah pikirannya dalam bahasa Italia. Tepat pada usia 22 tahun dia menerbitkan buku pertamanya dalam bahasa ini yang berjudul La bilancetta (pertimbangan, alat timbang badan).

Galileo menulis hanya karena cinta. Baginya, cinta yang mendorong untuk menulis. Cinta ini juga yang membuatnya menjadi ilmuwan lawan arus. Dia menulis dalam bahasa yang tidak biasa. Ia seolah-olah mau melawan kebiasaan saat itu yang mana semuanya ditulis dan dibahasakan dalam bahasa Latin.

Cinta Galileo memang tidak muncul hanya dari hasil studi saja. Sebagai mahasiswa yang rajin belajar, Galileo juga punya rasa ingin tahu yang besar. Dari rasa ini, dia menulis. Tulisannya boleh jadi berbeda dengan para penulis pendahulunya. Galileo tahu betul akan hal ini sebab ia juga mencintai dunia sastra. Dia melahap habis buku-buku puisi dari Sastrawan Besar Italia seperti Dante Alighieri (1265-3121), Torquato Tasso (1544-1595), dan Ludovico Ariosto (1474-1533).

Teatro tentang kisah hidup Galileo, FOTO: unita.tv
Teatro tentang kisah hidup Galileo, FOTO: unita.tv
Di ujung cinta Galielo, ada pesan tersirat. Baginya, ilmu mesti dibagikan. Keinginan inilah yang ingin dia sampaikan. Menurut Galileo, jika ilmu-ulmu eksata ditulis dalam bahasa Latin, orang biasa yang tidak paham bahasa ini tidak bisa belajar ilmu eksata. Itulah sebabnya, dia ingin mengembangkan pengaruh ilmu ini. Galileo menggunakan kata divulgare (memperluas pengaruhnya) dalam kaitan dengan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan—kata Galileo—mesti sampai pada banyak orang.

Dengan semangat ini, Galileo pun menulis rumus-rumus Fisika yang sulit dalam bahasa Italia. Tujuannya hanya satu: agar mereka yang tidak belajar bahasa Latin dan tidak berbudaya ilmu pengetahuan pun paham akan uraian rumus Fisika itu. Kalau ditelisik, karya-karya awal Galileo dalam bidang Fisika dan Astronomi memang ditulis dalam bahasa Italia zaman itu yang hanya beda sedikit dengan bahasa Italia saat ini (4 abad kemudian).

Dengan bahasa Italia, Galielo mendeskripsikan ilmu Fisika yang sulit dalam kalimat yang sederhana. Galileo ingin mengubah model tulisan para ilmuwan pada zamannya yang menggunakan istilah dan konsep yang hanya bisa dipahami oleh kelompok ilmuwan itu sendiri.

Galielo merombak cara menulis istilah asing dan sulit pada zamannya. Jika ilmuwan lain cenderung menggunakan istilah Latin dan Yunani yang sulit, Galileo sebaliknya. Dia menggunakan istilah Italia yang digunakan oleh rakyat umum sehari-hari. Istilah itu dia gunakan dan beri makna baru. Dengan cara ini, makna istilah Italia itu makin kaya dan berkembang.

Meski dianggap sebagai sebuah kemajuan, cara berpikir Galileo rupanya dikritik habis-habisan. Banyak ilmuwan Eropa pada saat itu menghukum cara berpikir gegabah a la Galileo. Satu diantara yang paling getol mengkritik adalah seorang Astronom kondang dari Jerman, Johannes Kepler (1571-1630). Kepler yang ahli dalam bidang pergerakan planet ini tidak segan-segan memberi label pada Galileo sebagai seorang Kriminal melawan Kemanusiaan (un crimine contro l’umanità). Ini adalah sebuah hujatan yang keras.

Kepler, astronom Jerman, FOTO: fakescience.org
Kepler, astronom Jerman, FOTO: fakescience.org
Tetapi, hujatan ini tidak membawa dampak buruk pada kalangan ilmuwan. Jika hujatan ini berlangsung di Indonesia, boleh jadi Galileo sudah dipenjarakan dan didemo berjilid-jilid. Rupanya, antara ilmuwan ada saling hormat meski diselingi rasa benci. Saling hormat di sini membawa mereka pada cara berpikir yang terbuka dan tidak bernada emosional apalagi sampai melakukan kekerasan fisik.

Kebencian pada Galileo rupanya menumbuhkan cinta yang subur untuk Eropa. Karya-karya Galileo yang ditulis dalam bahasa Italia rupanya diterjemahkan lagi dalam bahasa Latin. Dan, dari sini berkembang ke seluruh Eropa.

Dari Galileo kiranya kita belajar untuk mencintai bahasa kita sendiri. Galileo terlalu dini untuk mencintai bahasa yang belum terbentuk pada saat itu. Dibanding kita yang lahir dalam bahasa Indonesia, Galileo lahir dalam bahasa Latin dan pelan-pelan di akhir hidupnya mulai mencicipi cikal bakal bahasa Italia. Galileo mungkin beda dengan kita tetapi kita kiranya belajar semangat Galileo. Semangat untuk mengubah cara berpikir yang kaku dan tertutup.

Di Italia, Galileo dikenang karena kalimat bijaknya. Kata Galileo, Berbicara dengan kata-kata yang sulit dipahami bisa dilakukan oleh setiap orang, tetapi berbicara dengan kata-kata yang mudah dimengerti, hanya bisa dilakukan oleh sedikit orang.

Inilah kisah cinta Galileo, sang ilmuwan, filsuf, dan fisikiwan kondang itu. Jadi, sudahkah Anda bercinta dengan model cinta Galileo?

Sekadar berbagi yang dilihat, ditonton, didengar, dirasakan, dialami, dibaca, dan direfleksikan.

PRM, 7/5/2017

Gordi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun