Empat gelas kopi panas sudah siap
Sedap aromanya berebut keluar,
Menerobos hidung kumpulan lelaki setengah tua,
Serasa puncak kebahagian akan datang ,
Seiring seruputan aroma kopi menjalari kerongkongan
Meski tanganya tak segesit dulu
Jemarinya tak lentik lagi, tapi racikan kopinya
Tak berubah di makan jaman...
*****
Ning tyas.....
Kejam kehidupan telah merampas lelakimu
Setelah timah serdadu membubarkan gejolak massa
Demo imbalan dua karung beras telah menutup akhir asmara
Memaksa memenjarakan kisah kasih di lipatan waktu...
Meski kadang kerap keluar lewat mimpi saat malam makin meninggi
Ning tyas...
Asmaramu kandas tak berbekas ...
Lantaran hukum tak menghendaki kau duduk dimeja keadilan
Jeritan-jeritanmu di tulis dengan pensil
Lalu di hapus dan di edit sesuai keadaan
Duuhhh...ning tyas,
Selembar cerita masa silam kau selipkan di saku baju...
Tercabik-cabik dan di dera himpitan kehidupan
Maka sungai air mata surut mengering begitu saja
Hingga lembaran itu kini buram tak terbaca...
******
Kembang sepatu telah usai merekah,
Paras kecantikanmu menyulap banyak lelaki bersaing memikatmu
Tapi itu dulu....
Saat aku masih kau gendong kesana kemari
Saat aku masih kau suapi dengan lentik jemarimu...
Ning tyas....
Sudut jalan banyak kumbang beterbangan
Masih membuat jaring dan melepas panah asmara
Rayuannya biru seluas samudera yang membentang...
Tatapannya teduh seteduh awan yang berjalan,
Suaranya merdu bak nyanyian  berkumandang...
Ning tyas...
Betapa engkau tegar,
Membangun dinding penjara hatimu sekuat baja...
Memaksa gejolak asmara tak berdaya
Dan kau kubur rindumu bersamanya...
Sungguh luar biasa.
Ning tyas...
Anggun wajahmu telah meredupkan lembayung senja
Namun itu telah berakhir....
Gemetar tangan dan keriput wajah perlahan akan menyusul
Lelakimu yang telah sabar menunggu...
Manokwari, 27.08.2017
Rasull abidin