Mohon tunggu...
Goklas Nababan
Goklas Nababan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya suka bernyanyi dan menulis puisi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Leadership dalam Proses Pembelajaran

19 Desember 2022   00:02 Diperbarui: 19 Desember 2022   00:08 451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Leadership dalam Proses Pembelajaran
Goklas Nababan,  Helena Turnip, M.Pd2
goklasnababan24@gmail.com
Helenaturnip02@gmail.com

Abstract

Education is something that is important for every individual to achieve an ideal - ideals. There is academic and non-academic education. In this case academic education is education in schools. Education in schools in the learning process is very important to be developed so that students do not feel bored and become more active. Many phenomena state that students are often lazy in class and even feel bored until they fall asleep so in this case the educator or teacher as class leader needs to change the leadership style in teaching. The purpose of this study was to determine the style of educational leadership in the learning process. The method used is a qualitative method with a literature study approach. Data collection is by searching for secondary data through books, journals, articles, or websites that are available and reliable. The results of the study show that there are four styles of educational leadership, namely authoritarian, Laizzes Faire, democratic and Pseudo- democratic. In addition, the results of the study also show that the use of leadership style is used according to the needs during the learning process.
Keywords: Leadership style, Education, Learning

Abstrak

Pendidikan merupakan suatu hal yang penting bagi setiap individu untuk mencapai suatu cita
-- citanya. Terdapat pendidikan akademik maupun non akademik. Dalam hal ini pendidikan akademik merupakan pendidikan yang berada di sekolah. Pendidikan disekolah dalam proses pembelajarannya sangat penting untuk dikembangkan agar siswa tidak merasa bosan dan menjadi lebih aktif. Fenomena banyak menyatakan bahwa siswa sering malas dalam kelas bahkan merasa bosan sampai mereka tidur terlelap sehingga dalam hal ini pendidik atau guru sebagai pemimpin kelas perlu untuk mengubah gaya kepemimpinan dalam mengajar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gaya kepemimpinan pendidikan dalam proses pembelajaran. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan studi kepustakaan. Pengambilan data yaitu dengan mencari data sekunder melalui buku, jurnal, artikel, atau website yang tersedia dan terpercaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat empat gaya kepemimpinan pendidikan yaitu otoriter, Laizzes Faire, demokratis dan Tipe Pseudo-demokratis. Selain itu hasil penelitian juga menunjukkan bahwa penggunaan gaya kepemimpinan dipakai sesuai dengan kebutuhan selama proses pembelajaran.
 
Kata Kunci: Gaya kepemimpinan, Pendidikan, Pembelajaran

 
PENDAHULUAN
Beberapa negara telah mencoba menemukan kembali pendidikan dalam upaya mengatasi kesulitan globalisasi, yang ditentukan oleh persaingan global yang sengit dan intens. Masa dewasa cerdas ini juga mencakup perubahan paradigma kepemimpinan pendidikan, terutama dalam hal struktur hubungan atasan-bawahan (vertikal-horizontal), yang semula bersifat hierarkis-komando menuju kemitraan bersama. Dalam hubungan hierarki-perintah, bawahan sering dipandang sebagai objek yang tidak berdaya. Kepemimpinan komando- birokratis-hierarkis sering dicirikan oleh paksaan dan kemauan pragmatis, yang pada akhirnya berdampak mematikan pada sikap imajinatif dan kreatif yang terkendali dari setiap bawahan (Septiani, 2019). Dengan model kepemimpinan demikian, diharapkan dapat mendorong seluruh bawahan dan seluruh anggota organisasi dapat memberdayakan dirinya, dan membentuk rasa tanggung atas tugas - tugas yang diembannya.

 
lembaga di bidang pendidikan ( Octavia dan Savira, 2016). Di kelas, instruksi dirancang untuk menerapkan interaksi dua arah antara siswa dan guru serta antara siswa itu sendiri. Pola pembelajaran dan tugas yang sangat nyata dapat dilihat dari dua interaksi ini. Sehingga sangat disayangkan apabila hanya guru yang memimpin siswa dengan pengajaran yang monton didepan kelas dan hanya menyampaikan materi saja tanpa adanya feedback bagi siswa. Hal inilah yang menjadikan siswa selama proses pembelajaran tidak aktif, tidak kreatif, tidak inovatif serta malas bahkan merasa bosan dikelas.
Untuk menjamin keberhasilan pembelajaran, seorang guru harus mampu mengelola dengan baik sumber daya yang dimiliki oleh sekolah dan kelas. Selain itu, guru harus bertindak sebagai mentor bagi siswa saat mereka belajar. Namun, fungsi guru dalam menyampaikan ilmu kepada siswa lebih banyak sebagai fasilitator daripada sebagai penghubung pusat. Hubungannya masih sepihak, dengan guru dan murid sebagai satu-satunya pihak yang terlibat. Alhasil, masih ada sebagian guru yang tetap menjadi pusat segala informasi dan selalu menyajikan konten secara konvensional dan diktator. Sedangkan dalam kurikulum saat ini, seorang siswa
 
diharapkan dapat berpartisipasi lebih aktif dan kreatif dalam kegiatan pembelajaran di kelas (Muhammad, 2017).
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk memahami serta menelaah lebih dalam tentang bagaimana gaya kepemimpinan pendidikan dalam proses pembelajaran agar siswa menjadi aktif, inovtif serta kreatif dan merasa senang dalam belajar.

METODELOGI
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan studi pustaka. Dalam penelitian ini data yang digunakan berasal dari sumber -- sumber dengan topik pembahasan serupa dari sumber artikel jurnal, buku, karya tugas akhir seperti skripsi dan thesis, proceeding, dokumen resmi, serta website atau halaman online dengan kredibilitas informasi yang terjamin. Dengan menggunakan pendekatan studi pustaka, maka apa yang dituliskan dalam penelitian ini berdasarkan hasil penelitian terdahulu dengan pembahasan serupa. Hasil penelitian akan dituliskan dan dijabarkan secara deskriptif dan tidak dikemas secara statistik.

PEMBAHASAN
Dalam proses pembelajaran diperlukan interaksi guru sebagai pemimpin pembelajaran dan siswa sebagai
 
subjek belajar. Kapasitas guru untuk membimbing dan mengontrol kelas selalu berkorelasi dengan keberhasilan atau kegagalan pelajaran. Secara umum peran pemimpin kelas adalah untuk mempermudah tercapainya tujuan pembelajaran. Seorang pemimpin yang baik harus berpegang pada prinsip-prinsip berikut, menurut pendiri pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara: (1) ing ngarso asung tulodo; (2) ing ngarso mangun karso; dan
(3)tut wuri handayani (Muhammad, 2017). Peran pemimpin di dalam kelas termasuk membina lingkungan belajar mengajar yang positif antara lain sebagai berikut :
1.Mendorong tercapainya tujuan dan pemeliharaan kekompakan dalam kelompok siswa yang bekerja atau belajar bersama, pemimpin melakukan peran-peran tersebut.
2.Mendorong keceriaan dan kegairahanbelajarsaat melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas, pemimpin harus berupaya menjadikan kelas sebagai tempat yang menyenangkan bagi siswa untuk belajar.
3.Pemimpin dapat membantu siswa merasa disertakan dan menjadi bagian dari kelompok dengan menanamkan dan memupuk perasaan ini dalam diri mereka.
 
4.Pemimpin dapat memanfaatkan keuntungan yang datang dengan menjadi seorang pemimpin, tetapi tidak untuk mendominasi atau menggunakan lebih banyak kontrol atas bagaimana pembelajaran diimplementasikan. Sebaliknya, mereka dapat berkontribusi dengan menawarkan pendapatnya atau menambahkan konten yang menyimpang dari materi pelajaran untukmencapaitujuan pembelajaran yang diinginkan. Pemimpin dapat menciptakan pola pembelajaran yang lebih dinamis, inventif, dan efektif bagi siswa di lingkungan ini. Mentor juga harus mengakui kemampuan siswa yang masuk akal.
Guru dan siswa yang belajar di kelas dapat mengambil manfaat dari memahami prasyarat untuk pemimpin pendidikan pada umumnya. Guru memainkan peran penting dalam meningkatkan standar pengajaran di kelas. Tugas dan tanggung jawab seorang pendidik adalah meningkatkan mutu pendidikan peserta didik. Seorang pendidik tentunya harus memiliki sikap rendah hati dan lugas; kepribadian yang senang membantu, misalnya dengan mengajar siswa; masukan dan pendapat bagi siswa yang mengalami kesulitan; kesabaran dan kestabilan emosi di dalam
 
kelas; dan kepercayaan pada kemampuan seseorang untuk mengontrol kelas dan menyampaikan pembelajaran secara efektif (Kumowal dan Tuerah, 2022).
Gaya Kepemimpinan pendidikan dalam pembelajaran di kelas antara lain sebagai berikut : (Mulyana, 2017) dalam (Widiansyah, 2022) :
1.Otoriter
Paradigma kepemimpinan ini menghimpun berbagai perilaku atau gaya kepemimpinan yang mengacu pada pemimpin (sentralistik) sebagai satu-satunya pengatur, penguasa, dan pengendali anggota organisasi dan bagaimana aktivitas tersebut membantu organisasi mencapai tujuannya. Pemimpin ini tidak membiarkan pengikut berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, tidak mentolerir ketidaktaatan, dan tidak mematuhi perintah. Pemimpin otokratis percaya bahwa mereka pantas mendapatkan hak istimewa dan hak khusus, dan mereka mengharapkannya dari bawahan mereka. Seseorang yang egois adalah model pemimpin otokratis. Makna egois akan memutar faktor aktual sesuai dengan apa yang sebenarnya dirasakan sebagai realitas secara keseluruhan dan subjektivitas. Pemimpin otokratis
 
memandang posisinya sebagai asal mula segala sesuatu di kelas dengan egoisme ini.
Dengan gaya manajemen guru yang otoriter, siswa hanya terlibat ketika guru hadir, dan pembelajaran berkurang jika guru tidak mengawasi semua kegiatan. Guru harus memperhatikan dengan seksama setiap aspek kegiatan proses belajar mengajar.
2.Laizzes Faire
Prinsip penting dari gaya kepemimpinan ini adalah bahwa anggota tim harus memerlukan arahan atau pengawasan sesedikit mungkin untuk menyelesaikan pekerjaan masing-masing sebagai bagian dari tujuan utama organisasi. Seorang pemimpin biasanya mengambil peran yang sederhana dan membiarkan bisnis berjalan dengan kecepatannya sendiri.. Gaya kepemimpinan laissez-faire biasanya tidak efektif bahkan ketika seorang pemimpin hadir,. Banyak kegiatan oleh siswa untuk mencari perhatian. Gaya kepemimpinan ini lebih produktif apabila tidak ada guru.
3.Demokratis
Seorang pemimpin yang demokratis memahami bahwa organisasi harus terstruktur
 
sehingga menggambarkan dengan jelas berbagai tugas dan kegiatan yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Model kepemimpinan ini dilandasi pemikiran bahwa jika berbagai permasalahan yang muncul diputuskan bersama oleh pejabat puncak dan pejabat yang dipimpinnya, maka aktivitas di dalam perusahaan akan dapat berjalan dengan lancar dan efisien untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Seorang guru yang mempraktikkan kepemimpinan demokratis memahami bahwa murid harus bersama meskipun berbeda karena mereka adalah bagian dari realitas kehidupan.. Pendekatan kepemimpinan ini kemungkinan besar melibatkan guru dan siswa mengembangkan koneksi berdasarkan pemahaman bersama dan rasa saling percaya. Baik dengan maupun tanpa pengawasan guru, siswa akan belajar dengan efektif.
4.Tipe Pseudo-demokratis Manipulasi pseudo-demokratis atau diplomatik adalah nama lain untuk gaya ini. Seorang pemimpin tipikal adalahseorangdemokratsemu yangsebenarnyaberperilaku demokratis tetapi hanya tampak
 
seperti itu. Misalnya, jika dia memiliki konsep, ide, atau gagasan yang ingin dia terapkan di lembaga yang dipimpinnya, dia akan mendiskusikannyadengan bawahannya. Namun, situasinya akan diatur dan diciptakan sehingga bawahan pada akhirnya akan terdesak untuk menerima konsep, ide, atau gagasan tersebut sebagai keputusan bersama (Septiani, 2019).

Orientasi Sebagai seorang pemimpin yang akan selalu melindungi, memelihara, dan menjalin hubungan yang harmonis dengan siswanya, model kepemimpinan di kelas ini bertujuan untuk mencapai dua tujuan: penyelesaian tugas dan menjaga hubungan baik antara guru dan siswa. Seorang pemimpin seperti ini bisa sangat membantu dalam beberapa situasi, tetapi mereka biasanya merupakan pilihan yang buruk bagi pemimpin kelas. Keeempat model kepemimpinan yang disebutkan di atas seringkali berjalan beriringan atau mendukung satu sama lain, bergantung pada keadaan. Dengan kata lain, untuk mengefektifkan kelas, guru harus menyesuaikan model kepemimpinan yang dibahas di atas dengan kebutuhan, tujuan, dan lingkungan fisik sekolah. Kepemimpinan situasional mengacu pada hal ini.
 
Latihan kepemimpinan sangat penting untuk pelaksanaan tugas-tugas manajemen. Kemampuan dan kesiapan seseorang untuk dapat mempengaruhi, mendorong, mengajak, membimbing, menggerakkan, dan bila perlu memaksa orang atau kelompok untuk menerima pengaruh tersebut dan kemudian melakukan sesuatu yang dapat membantu tercapainya tujuan tertentu yang telah ditetapkan. pengertian pendidikan secara umum. Kepemimpinan pendidikan mengacu pada kesiapan, kapasitas yang dimiliki seseorang dalam proses mempengaruhi, mendorong, membimbing, mengarahkan, dan menggerakkan orang lain yang memiliki sesuatu yang berkaitan denganpenyelenggaraandan pengembangan pendidikan. Hal ini dilakukan agar semua kegiatan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan pendidikan.
Berdasarkan penelitian Sodikun (2022) menyatakan bahwa kepemimpinan yang demokratis dapat meningkatkan kinerja guru antara lain dengan mengambil keputusan melalui sistem musyawarah yang melibatkan bawahannya, bekerja meningkatkan motivasi kinerja guru, dan tetap terbuka untuk menerima kritik dan saran dari bawahannya serta bekerja. dengan mereka untuk menemukan solusi untuk setiap masalah yang mungkin timbul. Prinsip dalam lingkungan sekolah
 
memiliki ciri-ciri pemimpin yang demokratis, seperti fokus, inisiatif, kebijaksanaan, keterbukaan, pengasuhan, dan disiplin, yaitu mematuhi aturan yang ditetapkan dan menerima akibatnya jika melanggarnya.
Menurut penelitian oleh Kumowal dan Tuerah (2022) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan dengan tipe demokrasi selama proses pembelajaran dapat membantu proses pembelajaran dengan baik. Umpan balik dari siswa langsung kepada guru akan membuat suasana belajar menjadi lebih santai, dinamis, dan bersahaja. Siswa akan menemukan belajar lebih menarik dan lebih percaya diri dalam kemampuan mereka untuk mengekspresikan pikiran mereka di kelas yang menarik dan bersahaja.
Berdasarkan Muhammad (2017) menyimpulkan bahwa Guru harus mengamati gaya kepemimpinan model di kelas. Ciri-ciri kepemimpinan guru di kelas berbeda-beda tergantung model atau jenisnya. Tergantung jenis guru yang bersangkutan. Seorang guru juga harus mampu mengatur berbagai aspek kepemimpinan yang membantu dalam prosespembelajaran.karena kepemimpinan guru kelas terkait dengan tujuan pembelajaran yang dimaksud. Ada kemungkinan murid tidak akan mengikuti
 
instruksi dari guru jika guru menunjukkan keegoisannya selama proses pengajaran.
Seorang guru yang baik adalah orang yang dapat menilai lingkungan dan keadaan di mana mereka bekerja. Guru harus mampu menyesuaikan pada tataran pribadi, yang berarti bertindak sesuai dengan kebutuhan siswa. Karena keadaan dan situasi siswa terus berubah, guru harus memahami kapan harus otoriter dan kapan harus demokratis untuk memfasilitasi pembelajaran yang efektif (Widiansyah, Hardiansyah dan Naim, 2022).
Berdasarkan Wardhani (2018) menyatakan bahwa seorang pemimpin pembelajaran yang baik harus bersikap demokratis agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan lancar karena guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengeluarkan pendapatnya dan memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengekspresikan kreativitasnya ketika dibutuhkan kepemimpinan. Kepemimpinan otokratis juga dapat digunakan ketika siswa tidak lagi dapat diajak bermusyawarah atau apatis, maka digunakanlah jenis gaya kepemimpinan yang berbeda-beda sesuai dengan tuntutan atau kebutuhan sehingga apa yang dilakukan oleh guru benar-benar mampu. Karena seorang pemimpin harus mampu mempengaruhi kelompok, maka harus selalu ada hubungan antara pemimpin dan orang yang dipimpin; jika hubungan itu
 
hanya berjalan satu arah, pemimpin tidak akan mampu menjalankan kewajibannya sebagai pemimpin yang kompeten.
Kepemimpinan adalah kapasitas untuk membujuk seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu. Berdasarkan penelitian oleh Yanti (2019) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan di Sekolah Dasar di dalam kelas, guru banyak menggunakan gaya kepemimpinan demokratis, kedua yaitu gaya kepemimpinan kendali bebas atau Laizzes Faire dan yang terakhir adalah gaya kepemimpinan otoriter. Hal ini menunjukkan bahwa guru dapat bekerja sama dengan siswa selama proses pembelajaran agar mencapai tujuannya serta siswa menjadi aktif dan tidak bosan dalam kelas.

KESIMPULAN
Berdasarkan uraian diatas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa gaya
 
kepemimpinan pendidikan dibagi menjadi empat yaitu otoriter, Laizzes Faire, demokratis dan Tipe Pseudo-demokratis. Gaya kepemimpinan selama proses pembelajaran dapat disesuaikan dengan kebutuhan belajar. Gaya kepemimpinan demokratis merupakan gaya kepemimpin yang efektif bagi pendidik dalam proses pembelajaran agar mahasiswa dapat tampil serta memiliki sikap yang aktif, kreatif, serta inovatif sehingga siswa dapat berkembang dan tidak malas maupun bosan dalam pembelajaran. Gaya demokratis adalah gaya kepimimpinan yang melibatkan pendidik dan peserta didik. Gaya kepemimpinan dalam proses pembelajaran sangat dibutuhkan untuk menciptakan siswa yang cerdas yang berguna bagi nusa dan bangsa. Pembelajaran dapat dilaksanakan seefektif mungkin dengan menyeseuikan gaya kepemimpinan yang ada.
 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun